Hindari Pencatutan Nama, PB PMII Imbau Pemberian Sanksi Pidana

:


Oleh Eko Budiono, Selasa, 16 Agustus 2022 | 07:20 WIB - Redaktur: Untung S - 1K


Jakarta, InfoPublik - Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) mengimbau perlunya  sanksi pidana terhadap partai politik pada Undang-Undang Pemilu, terkait  pencatutan nama anggota  Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"UU Pemilu dinilai tak berdaya dalam memberikan sanksi kepada parpol atas perbuatan pencatutan yang terdeteksi Sistem Informasi Partai Politik (Sipol)," kata Koordinator Nasional Pemantau Pemilu PB PMII, Hasnu, dalam keterangan tertulisnya, Senin (15/8/2022).

Sejauh ini, kata Hasnu, berdasarkan temuan KPU dan Bawaslu secara berturut-turut melaporkan nama anggota KPUD dicatut parpol sebanyak 98 orang, sedangkan nama anggota Bawaslu dicatut sejumlah 274 orang.

Hasnu mengatakan, melihat ketidakberdayaan UU tersebut dalam memberikan sanksi secara keras kepada parpol yang mencatut nama penyelenggara agar segera mengambil tindakan cepat.

Hal itu guna mengatur secara spesifik soal sanksi pidana dan sanksi administrasinya.

"Kami mendorong KPU dan Bawaslu mengatur secara spesifik terkait sanksi pidana dan penambahan sanksi administratif kepada parpol agar diatur secara ridgit dalam Peraturan KPU (PKPU) dan Peraturan Bawaslu (Perbawaslu)," kata Hasnu.

Menurut Hasnu, langkah tersebut dipandang perlu untuk didorong oleh KPU dan Bawaslu.

Ia menuturkan, selama yang diatur dalam PKPU itu tidak bertentangan dengan payung hukum diatasnya yakni UU Pemilu.

Hasnu mengungkapkan, sangat tidak rasional bahkan tidak memberikan efek jera kepada parpol yang melakukan pencatutan nama penyelenggara baik KPU dan Bawaslu jika hanya mengatur sanksi moral saja, atau sanksi administratif belaka.

Terkait pencatutan tersebut, kata Hasnu, pemantau Pemilu PB PMII mendesak KPU dan Bawaslu agar setiap nama anggotanya yang dicatut oleh parpol supaya ditindak secara tegas dengan menggunakan tindak pidana umum atau Tipidum.

"Tipidum dapat dilakukan jika pihak penyelenggara (korban) pencatutan, melaporkan kepada pihak kepolisian. Karena tidak ada badan hukum yang mengatur bahwa parpol dapat dipidana, tanpa adanya laporan polisi," ujar Hasnu.

Wasekjen PB PMII Bidang Politik, Hukum dan HAM tersebut juga mengimbau kepada sejumlah parpol agar terbuka dan jujur bahwa pengurus dan anggota yang dimasukkan pada aplikasi Sipol adalah benar pengurus dan anggota parpol dari partai yang bersangkutan, tidak asal mencatut nama penyelenggara demi kepentingan administrasi dalam tahapan verifikasi oleh KPU.

"Proses pencatutan ini bukan saja dianggap sebagai bentuk kelemahan parpol dalam mendidik dan merapikan kaderisasi dan administrasi parpol, melainkan perbuatan disengaja dalam menodai kesakralan demokrasi seperti pemilu. Maka, penting kirannya agar ditindak secara tegas," ungkap Hasnu.

Pemantau Pemilu PB PMII, jelas Hasnu, mendorong sejumlah parpol agar Kartu Tanda Anggota (KTA) terintegrasi dengan sistem yang ada di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) karena nama pengurus dan anggota parpol berbasis NIK.

Selain itu, lanjut Hasnu, pemantau Pemilu PB PMII juga memandang perlu untuk mendorong KPU agar Sistem Informasi Partai Politik dapat diakses oleh masyarakat guna mengawasi secara bersama terkait tahapan-tahapan pelaksanaan Pemilu 2024 demi menghasilkan Pemilu 2024 yang bersih dan transparan.

Sebelumnya, KPU RI  mengharapkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam tahapan pendaftaran partai politik (parpol) peserta Pemilu (2024).

Yakni, dengan mengecek namanya terkait dengan status keanggotaan parpol pada Sipol.

Anggota KPU Idham Holik menuturkan, masyarakat dapat mengecek melalui situs infopemilu.kpu.go.id, untuk menghindari pencatutan namanya tanpa izin sebagai anggota atau pengurus yang didaftarkan parpol di dalam Sipol.

"Pada kesempatan ini saya ingin memberi tahu atau mengingatkan kepada pemilih Indonesia untuk melakukan partisipasi dalam tahapan pendaftaran partai politik dengan membuka website info pemilu dan silakan mengecek status keanggotaan partai politiknya," kata Idham Holik, melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (13/8/2022).

Sebagaimana Pasal 140 ayat (4) PKPU Nomor 4 Tahun 2022, kata Idham, KPU akan melakukan klarifikasi bagi masyarakat yang mengadukan pencatutan nama yang bersangkutan sebagai anggota atau pengurus yang didaftarkan parpol di dalam Sipol.

"Bagi mereka yang namanya ada dalam data keanggotaan partai politik di dalam Sipol, padahal mereka tidak pernah mengajukan keanggotaan atau permohonan partai, itu nanti kami akan tindak lanjuti dengan cara mengklarifikasi," ujarnya.

Idham menegaskan, nantinya KPU melalui KPU kabupaten/kota akan melakukan klarifikasi terhadap yang bersangkutan dan terhadap partai politik yang bersangkutan. Tindak lanjut klarifikasi tersebut dapat diproses apabila ada aduan dari masyarakat dengan isi form yang ada di dalam situs infopemilu.kpu.go.id.

"Kalau tidak mengisi form pengaduan, dia membenarkan atau menerima. Seperti itu," ujarnya.

Tindak lanjut klarifikasi tersebut, kata Idham, merupakan bentuk KPU menjalankan fungsi administratifnya dalam rangka perlindungan terhadap hak politik warga negara.

Dalam kesempatan terpisah, Bawaslu menyebut pihaknya menginstruksikan bawaslu provinsi dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia untuk mendirikan Posko Pengaduan Masyarakat mengenai penggunaan data diri sebagai pengurus dan/atau anggota parpol yang didaftarkan di dalam Sipol.

Bawaslu menyebut pencatutan nama warga sebagai anggota atau kepengurusan parpol merupakan pelanggaran pemilu yang pada ujungnya berpotensi menyebabkan sengketa proses pemilu. Ia mengatakan bahwa pihaknya menginisiasi pendirian posko aduan itu untuk mencegah terjadinya pelanggaran dan sengketa proses pemilu dalam tahapan pendaftaran parpol, verifikasi, dan penetapan parpol peserta Pemilu 2024.

"Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu memerintahkan Bawaslu untuk melakukan pencegahan dan penindakan terhadap pelanggaran pemilu dan sengketa proses pemilu," tulis Bawaslu dalam keterangan resminya, Sabtu (13/8/2022).

Foto: ANTARA/Istimewa