Kejaksaan Sayangkan Potensi Maritim Banyak Dirampok

:


Oleh Jhon Rico, Rabu, 18 September 2019 | 10:32 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 475


Jakarta, InfoPublik- Potensi maritim Indonesia yang besar, apabila dieksplorasi dan dieksploitasi secara maksimal, akan  meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, saat ini, potensi sumber daya laut tersebut justru telah “dirampok dan dinikmati” oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, baik dari dalam maupun luar negeri.

Demikian disampaikan Plt Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung (Jampidum) Ali Mukartono, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (18/9/2019).Hal tersebut juga ia ungkapkan  saat mewakili Jaksa Agung RI sebagai Keynote Speaker dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Illegal (Illegal Fishing) di Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Mendasari pada kenyataan tersebut, lanjutnya, maka sudah barang tentu penegakan hukum yang kuat, tegas, dan profesional merupakan kebutuhan mutlak yang diperlukan dalam rangka mengukuhkan supremasi kewibawaan, kedaulatan, dan hukum di wilayah laut Indonesia untuk memastikan terciptanya pemberdayaan potensi maritim guna mewujudkan pemerataan ekonomi Indonesia dalam upaya memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

Ia menjelaskan, tindak pidana perikanan memiliki karakter khusus jika dibandingkan dengan kejahatan konvensional yang terjadi di darat. Tindak pidana perikanan juga acapkali dilakukan secara lintas sektor dan lintas negara.

Bahkan, dalam praktiknya dilakukan tidak hanya oleh orang-perorangan, namun juga berkembang secara masif dan terorganisir yang melibatkan korporasi baik di dalam maupun di luar negeri.

Kompleksitas tersebut di atas mendorong pemerintah membentuk Satgas 115 yang komponennya terdiri dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Badan Keamanan Laut, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, PT Pertamina, dan institusi terkait lainnya.

"Kehadiran Satgas 115 mengintegrasikan kekuatan antar lembaga pemerintah untuk memberantas tindak pidana perikanan secara sinergis," ujar dia.

Sebagai salah satu unsur Satgas 115 tersebut, Kejaksaan Republik Indonesia memiliki posisi sentral dan strategis selaku pemegang asas dominus litis dalam bidang penuntutan.

Ini merupakan poros dan filter antara proses penyidikan dan proses pemeriksaan di persidangan, sekaligus pengendali penanganan perkara pidana. Kejaksaan pun turut bertanggungjawab untuk memastikan proses penegakan hukum melalui penanganan perkara tindak pidana yang efektif dan efisien.

“Mendasari peranan Kejaksaan dalam bidang penuntutan sebagaimana yang telah dikemukakan, maka dalam rangka mengoptimalkan tuntutan tindak pidana perikanan, maka dalam penerapannya Kejaksaan senantiasa memperhatikan hal-hal yang prinsipil dan mendasar," terang dia.

Pertama, tuntutan pidana yang diajukan diupayakan seoptimal mungkin untuk memenuhi rasa keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.

Kedua, tuntutan yang diberikan harus mempunyai efek jera bagi para pelaku, sehingga mampu menciptakan dampak pencegahan terhadap orang lain untuk melakukan tindak pidana serupa.

Ketiga, menghindarkan adanya disparitas tuntutan pidana terhadap perkara sejenis, untuk mencegah timbulnya opini yang merugikan citra Kejaksaan akibat adanya disparitas tuntutan yang berbeda antara terdakwa yang satu dengan terdakwa lain dalam perkara sejenis.

“Selain itu, tuntutan pidana tentunya harus dijatuhkan secara proporsional, objektif, dan melalui kedalaman berpikir dengan mengingat pertimbangan-pertimbangan yang disesuaikan dengan kualifikasi perkara dan kondisi tertentu," jelas dia.

Melalui pertimbangan tersebut, harap dia, tuntutan pidana tidak semata mengedepankan semangat retributif atau pembalasan semata. Namun juga turut memperhatikan aspek korektif dan rehabilitatif yang memberikan kemanfaatan.

Ia juga menjelaskan, bahwa Kejaksaan telah melakukan upaya perbaikan dalam regulasinya dengan cara memperbaharui berbagai petunjuk teknis terkait dengan menerbitkan Peraturan Jaksa Agung (PERJA) RI Nomor: PER-028/A/JA/10/2014 tanggal 1 Oktober 2014 tentang Pedoman Penanganan Perkara Pidana dengan Subjek Hukum Korporasi.

Pengaturan dalam Perja tersebut relatif lebih luas dan rinci dengan meliputi penanganan perkara tindak pidana korupsi maupun tindak pidana umum yang termasuk di dalamnya tindak pidana perikanan.

“Di dalam PERJA tersebut, tuntutan pidana dapat diajukan kepada korporasi, pengurus korporasi, serta korporasi dan pengurus korporasi, sedangkan apabila undang-undang tidak mengatur subyek hukum korporasi, maka tuntutan pidana diajukan kepada pengurus korporasi," terang dia.

Terhadap korporasi yang bukan berbadan hukum, pertanggungjawaban pidananya dibebankan kepada pengurus serta dapat dikenakan pidana tambahan dan/atau tindakan tata tertib terhadap korporasi.

Dengan adanya peraturan tersebut, maka Penuntut Umum memiliki pedoman dalam melakukan penuntutan terhadap perkara tindak pidana perikanan yang subyek hukumnya korporasi”

Rakornas Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Illegal (Illegal Fishing) ini dihadiri oleh perwakilan dari Kementerian Luar Negeri, Deputi V Bidang Koordinasi Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Kemenkopolhukam, perwakilan dari Kemenko PMK, Kabareskirm Mabes Polri, perwakilan dari Badan Intelijen Negara, Staf Khusus Kepresidenan dan beberapa tokoh nasional serta dari Jajaran Kejaksaan sebanyak 19 satker, antara lain : Kajati Kalimantan Barat, Kajati NTT, Kajati NTB, Kajati Kaltim, Kajati Papua, Kajati Maluku, Wakajati Jateng, Wakajati Bali, Kajari Sabang, Kajari Merauke, Kajari Tahuna, Kajari Kupang, Kajari Banda Aceh, Kajari Ambon, Kajari Tual, Kajari Aru, Kejari Batam, Kejari Nunukan, Kejari Pontianak. Turut hadir juga jajaran Ditpolair dari berbagai wilayah, jajaran TNI AL dari berbagai wilayah, para akademisi dari UGM, Unpad, IPB dan lainnnya.