Perpustakaan Memiliki Peran Penting dalam Pengembangan SDM

:


Oleh Eko Budiono, Rabu, 26 Februari 2020 | 18:35 WIB - Redaktur: Isma - 6K


Jakarta, InfoPublik - Kunci dari kemajuan sebuah negara, salah satunya terletak pada Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. 

Perpustakaan memegang peranan penting sebagai media, dan sarana penggerak penyebarluasan ilmu pengetahuan kepada publik.

Hal tersebut disampaikan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) M.Tito Karnavian, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (26/2/2020).

Menurut Tito, sebuah negara akan hebat, jika memiliki SDM yang unggul dan berkualitas. Indonesia, punya potensi besar untuk itu. Punya sumber daya alam yang melimpah. Juga angkatan kerja yang besar. Tentu jika  jumlah SDM  itu banyak yang berkualitas tinggi, ini akan jadi kekuatan besar mendorong kemajuan.

"Oleh karena itu SDM-SDM ini harus diinput memorinya, otaknya. Sistem otaknya harus di isi dengan memori sebanyak-banyaknya ilmu pengetahuan. Di sini pentingnya perpustakaan, karena perpustakaan menjadi motor, " ujarnya.

Memang  di era sekarang ini, orang bakal dengan mudah dapat pengetahuan dan informasi lewat gadget. Cukup buka Google, berselancar di Wikipedia misalnya, informasi yang dibutuhkan akan didapatkan.  Tapi tak semua orang bisa mengakses internet. Meski Presiden Jokowi sendiri bertekad untuk membuka akses, agar semua warga bisa mengakses internet.

"Tapi sekarang kan belum. Sehingga gadget belum smua dinikmati oleh semua masyarakat kita," katanya.

Indonesia sendiri, menurut Tito, memiliki empat jenis society atau jenis masyarakat. Pertama adalah informatif society, yakni masyarakat informasi, yang hidupnya dari gadget. Dari teknologi informasi. Singapura adalah negara yang masyarakat jenis ini begitu banyak. Kedua  industrial society atau masyarakat industri.  Jenis masyarakat ini biasanya jadi pekerja-pekerja pabrik. Mereka memiliki budaya tersendiri, sistem norma sendiri. Ketiga, agriculture society atau masyarakat pertanian. Sebagian besar masyarakat Indonesia adalah masyarakat pertanian. Terakhir, pra agriculture society atau dalam bahasa halusnya, masyarakat pra pertanian. Mereka adalah masyrakat yang masih hidup seperti zaman dulu. Dan ini masih ada. Sebab masih ada masyarakat yang terisolasi atau mengisolasi dirinya. 

"Disinilah kita lihat betapa pentingnya fungsi dari perpustakan, karena perpustakaan motor. Semua ilmu-ilmu itu, semua data informasi dikemas menjadi ilmu. Menjadi bidang-bidang ilmu. Kemudian bidang-bidang ilmu ini semua dikumpulkan dalam semua literatur, dalam semua organisasi, yang kita sebut dengan perpustakaan," katanya.

Dalam kontek inilah, kata dia,  perpustakaan muncul menjadi suatu bagian penting sebagai pusat informasi dan data. Menjadi tempat bagi publik mengisi dan mengasah otak. Maka sangat perlu ada perpustakan yang spesifik untuk menangani masalah tertentu. Misalnya perpustakaan referensi untuk penelitian.

"Jadi mengambil referensi-referensi tertentu. Ada perpustakan akademik, ada juga perpustakaan publik untuk informasi-informasi publik, dan ada juga perpustakaan nasional yang berperan mengumpulkan informasi nasional tentang data-data secara nasional sekaligus menjadi motor untuk menggerakkan perpustaakan-perpustakan lain, " ujarnya.

Problemnya, kata Tito, masyarakat kekurangan akses. Padahal minatnya tinggi, tapi aksesnya kurang. Maka solusinya adalah harus mensosialisasikan dulu betapa pentingnya ilmu. Betapa pentingnya buku. Betapa pentingnya perpustakaan. Kemudian memperluas akses dengan cara membangunnya.

"Ada dua cara. Bisa dengan cara melalui jalur power, kedua adalah dengan cara swadaya, swausaha. Saya paham banyak LSM, NGO, dan juga inisiatif-inisiatif masyarakat sendiri untuk membangun perpustakaan-perpustakaan di daerahnya karena kesadaran mereka sendiri. Tapi “the biggest power” adalah pemerintah, karena pemerintah memiliki kemampuan regulasi, kemampuan memaksa, memiliki sumber dana terbesar, dalam konteks inilah sya melihat bahwa kita perlu membangun, "kata Tito. 

Mensosialisasikan dan membangun jaringan perpustakaan katanya, harus didorong oleh pemerintah. Tapi yang disayangkan, dari data yang belum semua daerah memiliki Dinas Perpustakaan. Ini yang  harus didorong. Perlu ada regulasi mendorong itu. Kemudian, setelah itu perlu ada organisasi atau kelembagaannya. Baru kemudian dukungan anggaran.

"Lalu personelnya. Saya kira  empat ini yang penting.  Regulasi artinya apa,  harus ada aturan yang mengatur tentang adanya lembaga jaringan perpustakaan sampai ke daerah-daerah. UU Perpusnas sudah ada, tetapi mungkin sosialisasinya belum keluar, tidak dibaca. Kemudian aturan-aturan untuk membangun tetapi belum tersosialisasi dengan baik. Ini tuga kita  semua. Mensosialisasikan di medsos dan media konvensional," ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri)  M. Tito Karnavian, meminta perpustakaan diisi oleh pustakawan yang kompeten. Artinya, selain memiliki kemampuan teknis, juga memiliki komitmen yang tinggi dalam mengelola perpustakaan. 

“Kita melihat dari data yang ada, jumlah pustakawan kalau kita bicara personel, itu baru lebih kurang 12.301. Ini yang memiliki kemampuan teknis. Ini jelas sangat kurang, sementara jumlah perpustakaan 164.610. Artinya diisi orang-orang yang tidak kompeten, orang-orang yang tidak mengerti tentang perpustakaan. Akhirnya apa? Kalau ditangani oleh orang yang tidak berkompeten, bagaimana untuk mengelola perpustakaannya. Artinya orang-orang hanya ditaruh di situ saja, passion-nya ‘nggak ada, keinginanya ‘nggak ada, komitmennya ‘nggak ada, pasti hasilnya ‘nggak maksimal,” kata Mendagri.

Tak hanya itu, Mendagri juga meminta seluruh Pemda untuk segera membentuk dinas perpustakaannya sendiri. Hal ini agar kelembagaan perpustakaan dapat diperkuat dengan kiprah yang semakin berkembang.

“Betul di 34 Provinsi sudah membentuk dinas perpustakaan, ada yang masih digabung dengan dinas yang lain, di 514 Kabupaten/Kota, 491-nya sudah membentuk dinas kelembagaan, yang membangun dinas perpustakaan sendiri hanya 33, sementara 458-nya digabung dengan yang lain. Kalau digabung dengan yang lain (dinas lain) artinya nggak fokus, kemudian anggarannya pasti dibagi dengan dinas induknya,” ujarnya.

Sementara itu di tingkat kecamatan, keberadaan perpustakaan masih dinilainya minim. Oleh karenanya, butuh dorongan Pemerintah dan Pemda di tingkat atasnya untuk membentuk perpustakaan.
 
“Dari 7.094 kecamatan, 1.685 atau 23%-nya sudah ada perpustakaan. Kita belum lihat kualitas ya, ini baru kuantitas. Artinya masih banyak sekali yaitu lebih dari 5.000 kecamatan yang tidak memiliki tempat untuk membaca yang disediakan oleh Pemerintah. Sementara di tingkat Desa, dari 83.481, lumayan ada 33.929 desa memiliki tempat untuk membaca, entah mungkin perpustakaan mini atau apa, 44% sudah, tapi masih 56%-nya belum. Inilah yang harus digerakkan dan didorong maksimal,” paparnya.