La Nina Diprediksi Berakhir, Waspadai Karhutla 

:


Oleh Taofiq Rauf, Sabtu, 18 Februari 2023 | 10:35 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 9K


Jakarta, InfoPublik - Genangan air hingga setinggi lutut orang dewasa menggenangi Stasiun Tawang, Semarang, Sabtu (31/12/2022). Di beberapa titik stasiun,  ketinggian air bahkan ada yang mencapai 70 sentimeter. 

Air membanjiri loket, kantor KAI, hingga ruang tunggu para penumpang kereta. Tak ayal, aktivitas layanan kereta api terganggu.  Kereta mengalami keterlambatan baik dari arah Jakarta maupun Surabaya. Beberapa penumpang memilih untuk membatalkan atau mengalihkan perjalanan.  "Saya akhirnya lewat jalur selatan, karena delay-nya sampai 4 jam," ujar Lisa (30 tahun), seorang penumpang Surabaya-Jakarta, kepada GPR News. 

Lisa mengakui lewat jalur selatan memang lebih lama dibandingkan dengan jalur utara. Selisihnya sekitar satu jam. Tapi itu jauh lebih cepat dibandingkan harus menunggu kereta dari Semarang. 

Tidak hanya di Stasiun Tawang, banjir di penghujung tahun ini menerjang wilayah lain di Semarang, dan sejumlah daerah di pesisir utara. Di Batang yang berbatasan dengan Semarang juga dihantam banjir. Pun halnya di Pekalongan, Kendal, dan Kudus yang masih dalam garis wilayah sama.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), mencatat, total ada setidaknya 3.500 jiwa yang harus mengungsi akibat bencana hidrometeorologi tersebut. Tiga orang dilaporkan meninggal.  

Banjir disebabkan oleh tingginya intensitas hujan yang menghantam wilayah itu sejak Jumat (30/12/2022). Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sudah mewanti-wanti ihwal cuaca ekstrem pada akhir Desember dan awal Januari 2023. 

Cuaca ekstrem terjadi di sejumlah wilayah seperti Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY, dan Banten. Pemicu cuaca ekstrem yakni fenomena atmosfer seperti peningkatan aktivitas Monsun Asia atau angin yang membawa uap air dari Asia.  

Kemudian ikut dipengaruhi Madden-Julian Oscillation (MJO) atau pergerakan gerombolan awan hujan dari Samudera Hindia serta aktifnya gelombang atmosfer di ekuator. Faktor lainnya, seruakan dingin Asia dari dataran tinggi Tibet. 

Secara umum, selama tahun 2022, Indonesia menghadapi fenomena La Nina. Hal yang sama seperti pada 2021 dan 2020. Artinya, tiga tahun berturut Indonesia menghadapi iklim yang lebih basah. 

La Nina membuat risiko bencana banjir lebih tinggi dari biasanya. BNPB mencatat jumlah bencana banjir pada 2021 sebanyak 1.794 kejadian atau meningkat dari sebelumnya 1.065 kasus pada 2020. 

Di sektor pertanian, iklim yang basah di atas normal membuat risiko gagal panen lebih tinggi. Baik akibat banjir maupun serangan hama. Namun iklim basah di sejumlah wilayah juga mendorong peluang peningkatan masa tanam, dari sebelumnya dua menjadi tiga kali dalam setahun.

Pada 2023, kondisi cuaca diyakini akan jauh lebih hangat dibandingkan tiga tahun berturut. Fenomena La Nina perlahan menghilang memasuki masa normal. "Jadi fenomena La Nina itu saat ini dalam level lemah dan masuk 2023 semakin lemah pada akhirnya netral pada awal 2023," ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, dalam keterangan pers yang digelar secara daring pada Kamis (29/12/2022) seperti disimak oleh GPR News

Menurut Dwikorita, dengan netralnya La Nina, maka berakhirlah pengaruh fenomena basah itu selama tiga tahun berturut-turut. La Nina diprediksi akan benar-benar netral pada Maret dan April 2023. "Dengan melemahnya La Nina berarti curah hujan lebih rendah dibandingkan 2022," katanya menambahkan. 

Dalam dokumen Climate Outlook BMKG pada 2023 disebutkan bahwa sepanjang tahun 2023,  gangguan iklim dari Samudra Pasifik ENSO (El Nino Southern Oscillation)  diprakirakan akan berada pada kisaran anomali -0.5 sampai 0.5 yang secara fase perkembangan batas-batas nilai tersebut adalah sebagai fase Netral.

Waspadai karhutla dan kekeringan

Dwikorita tak menampik dengan melemahnya La Nina berarti ada risiko lain yang mesti diwaspadai. Risiko itu yakni potensi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang lebih tinggi dibandingkan tiga tahun terakhir. 

Dalam catatan BMKG, Januari sampai Maret, curah hujan masih ada dan tinggi di sejumlah wilayah. Selanjutnya pada April dan Mei akan mulai kering bila dibandingkan tiga tahun terakhir. Pada bulan Mei bahkan sudah ada zona cokelat yang terkonotasi kering.  "Kami sudah koordinasi dengan Ibu Menteri Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), untuk siapkan modifikasi cuaca agar tidak terlambat sehingga bisa memicu kebakaran hutan," jelasnya. 

Ia mengatakan, bulan-bulan dari mulai Juni, Juli, Agustus adalah bulan yang harus diwaspadai Karhutla. Ini mengingat curah hujah semakin menurun dan memasuki kemarau. "Jadi kemarau itu akan terjadi seperti 2019," tuturnya. 

Menurut  BMKG, daerah yang perlu diwaspadai kebakaran hutan dan lahan terutama di Sumatra dan Kalimantan yang berpotensi lebih besar dibandingkan dengan tahun 2020, 2021 maupun 2022. 

Kemudian patut juga diwaspadai wilayah-wilayah yang akan mengalami kondisi hari tanpa hujan yang berkepanjangan terutama di Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Wilayah itu dalam cuaca normal terbilang kering.   Sementara beberapa daerah diprediksikan akan mengalami hujan tahunan di bawah normal yaitu sebagian kecil Papua Barat bagian timur dan sebagian kecil Papua bagian utara. 

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mendorong pengembangan sistem pemantauan dan monitoring karhutla meliputi analisis iklim, monitoring hotspot atau titip panas dengan tambahan analisis wilayah untuk mengatasi kebakaran hutan. “Selain itu kita harus melaksanakan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) khususnya untuk pembasahan gambut dan mengurangi hotspot pada provinsi rawan karhutla. Tidak kalah penting kita harus melaksanakan patroli pengendalian karhutla dan melaksanakan manajemen gambut,” jelas Siti Nurbaya dalam keterangan tertulis. 

KLHK juga mendorong pembentukan Satuan Tugas Terpadu yang timnya terdiri dari Manggala Agni, Babinsa, Bhabinkamtibmas, Masyarakat Peduli Api (MPA), kepala desa serta tokoh masyarakat untuk melaksanakan deteksi dini. Disamping itu kesiapan posko teknis di lapangan yang didukung oleh penguatan penegakan hukum. “Paling penting dalam pengendalian karhutla adalah dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan,” jelas Siti Nurbaya. 

Mitigasi sektor pertanian

Cuaca yang diprediksi bakal lebih kering juga akan berdampak ke sektor pertanian. Hal itu akan berimbas kepada siklus tanam.  "Waktu La Nina kan karena ada air di musim kemarau, mereka yang tadinya tak bisa menanam bisa menanam. Nah sekarang akan kembali normal lagi. Yang kering akan mengalami kekeringan," ujar Aris Pramudia peneliti dari Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Kementerian Pertanian yang kini bertugas di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) kepada GPR News

Namun seiring cuaca yang memasuki netral, maka risiko terhadap banjir di wilayah pertanian semakin kecil. Artinya risiko gagal panen akibat banjir berkurang. Pun hal dengan organisme pengganggu tanaman yang kerap menyerang hasil tanam pada musim basah   "Secara umum tidak akan mempengaruhi produksi. Bahkan ada peluang,  pada akhir tahun di wilayah yang biasa mengalami musim hujan pada September, Oktober, November, Desember," tuturnya.

Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah produksi padi pada 2021 sebesar 54,415 juta ton gabah kering giling (GKG) atau mengalami penurunan dibandingkan 2019 sebesar 54,60 juta ton GKG. 

BMKG merekomendasikan agar petani bisa mengatur pola tanam sesuai dengan ketersediaan air. Kemudian memilih komoditas dan varietas sesuai dengan prediksi iklim.  Upaya adaptasi diharapkan agar lebih fokus dan tepat lokasi, seperti untuk wilayah yang diprediksi kering dapat menyediakan air melalui sumur pompa, dam parit, embung dan long storage. Sementara untuk yang diprediksi lebih basah dapat menyiapkan sistem drainase yang baik. Selanjutnya yang tak kalah penting adalah menekan kehilangan hasil akibat kekeringan atau serangan organisme pengganggu tanaman.

Menteri Pertanian Syahril Yasin Limpo menilai sektor pertanian dan pangan harus lebih adaptif pada 2023 dalam menghadapi risiko akibat dampak perubahan iklim global maupun turbulensi ekonomi. Karenanya, kata ia, pemerintah akan menyiapkan bantuan buat para petani. 

Pemerintah juga akan memfasilitasi penyiapan benih unggul dan alat pertanian modern untuk mendongkrak hasil panen. Pada 2023,  Kementerian Pertanian menargetkan produksi padi pada posisi 54,5 juta ton GKG.  Jumlah yang terbilang moderat jika bandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. (IY/GPRNEWS)

 

(Relawan mengevakuasi warga dengan menggunakan perahu saat banjir di Kampung Joyotakan, Solo, Jawa Tengah, Jumat (17/2/2023). Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Solo sebanyak 21.846 jiwa dari 15 Kelurahan di Kota Solo terdampak banjir akibat meluapnya sejumlah anak sungai Bengawan Solo. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha/aww)

Baca dan download GPRNews Edisi I 2023 selengkapnya di: https://www.gprnews.id/books/vdpn/