Berharap dari Tentara Hitam

:


Oleh DT Waluyo, Kamis, 2 Februari 2023 | 11:03 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 9K


Jakarta, InfoPublik - Julukannya Black Soldier Fly (BSF). Tugasnya adalah sebagai pasukan tempur alias pengurai musuh. Area operasinya di tempat pembuangan akhir (TPA) sampah.

BSF alias Lalat Tentara Hitam itulah yang kini digadang sebagai pasukan pengurai sampah/limbah organik. Pergerakan BSF ini merupakan bagian dari teknologi Biokonversi yang dikembangkan Yayasan Korindo dan Yayasan Forest For Life Indonesia (FFLI).

Difasilitasi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), kedua yayasan tersebut menerapkannya teknologi Biokonversi pengolahan limbah di Rest Area/Tempat Istirahat dan Pelayanan (TIP) Tol Cibubur. TIP di Jalan Tol Jagorawi KM 10 ini adalah TIP pertama di Indonesia yang menerapkan fasilitas pengolahan sampah dengan memanfaatkan lalat hitam.

“Saya menyampaikan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada Forest for Life Indonesia dan Korindo yang telah mempelopori pembangunan fasilitas yang sangat bermanfaat ini untuk menciptakan lingkungan hidup kita yang lebih baik. Kami berharap akan semakin banyak fasilitas-fasilitas seperti ini dibangun baik di rest area maupun lokasi lain,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR Mohammad Zainal Fatah dalam sambutannya mewakili Menteri PUPR Basuki Hadimuljono pada acara Peluncuran Fasilitas Biokonversi Pengolahan Sampah Organik pada Rabu (1/2/2023).

Sebagai informasi, BSF atau Hermetia illucens merupakan salah satu jenis lalat yang biasanya ditemukan di tempat-tempat sampah organik. Sesuai Namanya, ciri utama lalat ini, fisiknya didominasi warna hitam dengan refleksi metalik, mulai dari biru hingga hijau di bagian dadanya. Terkadang ujung perutnya berwarna kemerahan.

Lalat hitam memiliki kepala lebar dengan antena panjang melebihi panjang kepalanya. Bagian sayapnya memiliki membran yang bisa dilipat secara horizontal saat ia beristirahat. Secara ukuran, jenis lalat ini mirip dengan tawon.

Lalat hitam, dikutip dari https://distanpangan.baliprov.go.id/  masuk kelas insekta dalam ordo Diptera. Keberadaanya tersebar di sebagian besar di Amerika Serikat dan Eropa, termasuk Semenanjung Iberia, Prancis selatan, Italia, Kroasia, Malta, Kepulauan Canary dan Swiss. Ada juga di pantai Laut Hitam Rusia di Wilayah Krasnodar, di alam Afrotropis, alam Australasia, alam Palaearktik timu, alam Nearctic, Afrika Utara, Afrika Selatan dan alam Indonesia.

Sejak beberapa tahun terakhir ini, di Indonesia, lalat hitam mulai dilirik untuk dikembangkan karena beragam manfaat yang diperoleh, termasuk manfaat ekonomi. Siklus hidup keseluruhan dari telur hingga dewasa rerata sekitar 45 hari. Seekor betina dewasa bertelur antara 206 dan 639 telur sekaligus. Telur-telur ini biasanya disimpan di celah-celah atau pada permukaan di atas atau di sekitar materi yang membusuk seperti pupuk kandang atau kompos dan menetas dalam waktu sekitar 4 hari.

Adalah larva BSF yang berperan penting dalam proses pengkomposan limbah organik. Larva BSF memanfaatkan limbah sebagai sumber makanan. Larva lalat ini diperoleh dari proses biokonversi yang merupakan hasil dari fermentasi sampah- sampah organik menjadi sumber energi metan dan melibatkan organisme hidup. 

Umumnya, organisme yang berperan dalam proses tersebut adalah bakteri, jamur, atau larva serangga.

Fase hidup lalat tentara hitam ini rata-rata tujuh hari dan mereka hanya minum, tidak makan apapun. Seekor lalat betina mampu menghasilkan 500-900 telur dalam sekali perkawinan. Telur-telur tersebut kemudian akan menetas dan menjadi larva yang disebut maggot.

Dalam sehari saja, maggot mampu mengonsumsi makanan sebanyak dua kali dari berat tubuhnya sendiri. Makanannya adalah sampah organik. Maggot yang mengonsumsi sampah organik ini pada akhirnya memberikan manfaat bagi lingkungan dengan menekan jumlah limbah dapur seperti sisa potongan sayur, buah, dan makanan sisa.

Cara Kerja Tentara Hitam

Perlu diketahui bahwa black soldier ini bersih dan bukan merupakan vector penyakit seperti lalat yang biasa hinggap di tumpukan sampah. Larva lalat tentara hitam sangat rakus, dengan cepat mampu mengarungi volume dan berat dari limbah organik.

Larva BSF dapat memecah makanan dan menciptakan panas, meningkatkan penguapan kompos. Dalam sistem kompos, larva lalat ini bisa mengurangi volume kompos hingga lima persen.

Dibutuhkan satu kilogram larva untuk mengurai satu kilogram sampah organik pula dalam waktu 24 jam. Larvanya juga bisa menghasilkan sumber daya lain yaitu frass atau residu butiran tak berbau yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik langsung atau dikonversi oleh cacing tanah.

Di Jakarta, ada program pengolahan sampah oleh Jakarta Recycle Centre (JRC) Pesanggrahan yang memanfaatkan larva lalat tentara hitam. JRC sendiri berada di bawah pengawasan Unit Pengelola Sampah Terpadu Dinas LH Pemprov DKI Jakarta.

Menurut Danang Wibowo, Koordinator lapangan JRC Pesanggrahan, seperti dilansir Alinea.id, larva lalat tentara hitam memang sudah digunakan untuk mengurai sampah sejak awal tahun 2020. Cara ini dinilai lebih efektif daripada harus melalui mekanisme kompos konvensional. Dengan larva lalat tentara hitam, ratusan kilogram sampah organik bisa diurai dalam sehari.

Larva lalat tentara hitam pun memiliki nilai ekonomis karena dapat digunakan untuk pakan ternak, seperti unggas, ikan, babi, kadal, kura-kura, bahkan anjing.

Pada tahapan pupa atau kepompong, lalat ini berada di puncak nutrisi. Ia dapat disimpan di suhu kamar selama beberapa minggu. Maggot-nya pun dapat dibekukan atau dikeringkan sebagai pakan protein tinggi.

Budidaya lalat tentara hitam terbilang menjanjikan. Satu gram telurnya dijual dengan harga Rp10-30 ribu, harga pre-pupa Rp35-40 ribu, harga pupa Rp20-40 ribu, dan untuk harga maggot kering Rp25-70 ribu.

Menuju Pengurangan Emisi Karbon

Pengembangan teknologi berkelanjutan salah satunya untuk pengelolaan sampah, demikian jelas Sekjen Zainal Fatah, mendapat dukungan penuhKementerian PUPR . Hal ini sejalan dengan upaya Indonesia melaksanakan komitmen untuk mengurangi emisi karbon sebesar 29% hingga 41% pada Tahun 2030 sesuai dengan Perjanjian Paris 2016.

Pengelolaan sampah di rest area jalan tol salah satu wujudnya. Hal ini juga sebagai bentuk tanggung jawab para pengelola rest area. “Sudah sepantasnya rest area/TIP memiliki fasilitas pengolah sampah. Jangan lagi memindahkan masalah sampah organik ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) jika dapat diselesaikan di tempat masing-masing sumber sampah,” ujarnya.

Sebelumnya, Kementerian PUPR juga telah mengembangkan Teknologi Waste to Energy (WtoE), konversi sampah menjadi sumber energi alternatif yang ramah lingkungan, contohnya di TPA Manggar, (Kaltim), TPA Suwung (Bali) dan TPA Banjarbakula (Kalsel). Selain itu juga dikembangkan Refuse-Derived Fuel (RDF), sebagai substitusi bahan bakar industri semen di TPA Desa Tritih Lor Cilacap (Jateng).

Sekjen Zainal Fatah mengungkapkan, capaian penanganan sampah oleh Kementerian PUPR pada tahun 2022 dengan penerima manfaat 549 ribu Kepala Keluarga (KK) antara lain pembangunan TPA Regional Piyungan, TPA Regional Mamitarang, dan TPA Kebon Kongok NTB. “Selanjutnya untuk tahun 2023, kami akan melanjutkan pengelolaan persampahan antara lain Solid Waste Treatment Metro Bandung, TPST RDF TPA Regional Kebon Kongok, dan Perluasan TPA Ijo Balit Lombok Timur,” ujarnya.

Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR Diana Kusumastuti mengatakan, metode biokonversi serupa juga telah diterapkan pada Tempat Pengelolaan Sampah Reuse, Reduce, dan Recycle (TPS3R) yang dibangun Kementerian PUPR. "Ada 12 tempat antaranya di Borobudur dan di Parung Bogor," ujarnya.

Sekretaris Jenderal Yayasan Korindo Seo Jeongsik mengatakan, selain bermanfaat bagi lingkungan, fasilitas ini diharapkan bisa menciptakan peluang ekonomi baru. “Hal ini dikarenakan, Yayasan Korindo akan mengembalikan keuntungan yang muncul dari proyek ini untuk program-program pengembangan masyarakat dan lingkungan,”ujarnya.

Sementara Ketua FFLI Hadi Pasaribu mengatakan, metode Biokonversi dengan menggunakan Lalat Tentara Hitam relatif aman bagi lingkungan. Pada metode ini, larva Lalat Tentara Hitam akan mengurai sampah organik yang dihasilkan oleh aktivitas manusia. "Setelah optimal mengurai sampah organik, larva-larva tersebut bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak, seperti ayam atau ikan karena kaya akan asam amino dan protein. Proses inilah yang pada akhirnya membentuk ekonomi sirkuler, di mana prospek ekonomi baru terjadi," terangnya. (*)

Foto: Sekjen Kementerian PUPR Mohammad Zainal Fatah bersama rombongan meninjau Fasilitas Biokonversi Pengolahan Sampah Organik pada Rabu (1/2/2023). (Dok. Kementerian PUPR).