:
Oleh Fajar Wahyu Hermawan, Selasa, 19 Juli 2022 | 16:16 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 923
Jakarta, InfoPublik - Kabar baik disampaikan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Ahad lalu. Kata Kepala Badan POM Penny K. Lukito, lembaganya telah resmi menerbitkan Izin Penggunaan Darurat, atau Emergency Use Authorization (EUA) untuk obat Paxlovid sebagai obat COVID-19.
“Paxlovid yang disetujui berupa tablet salut selaput dalam bentuk kombipak, yang terdiri dari Nirmatrelvir 150 mg dan Ritonavir 100 mg," kata Penny K Lukito di Jakarta, Ahad (17/7/2022).
Berdasarkan hasil kajian, pemberian Paxlovid aman dan dapat ditoleransi. Efek samping yang kerap dilaporkan tingkat adalah
1. Dysgeusia atau gangguan indra perasa (5,6 persen)
2. Diare (3,1 persen)
3. Sakit kepala (1,4 persen)
4. Muntah (1,1 persen)
Dari hasil uji klinik fase 2 dan fase 3, kata Penny, Paxlovid dapat menurunkan risiko hospitalisasi dan kematian hingga 89 persen pada pasien COVID-19 dewasa yang tidak dirawat di rumah sakit dengan komorbid.
Dosis yang dianjurkan adalah 300 mg Nirmatrelvir (dua tablet 150 mg) dengan 100 mg Ritonavir (satu tablet 100 mg) yang diminum bersama-sama dua kali sehari selama 5 (lima) hari.
Paxlovid merupakan obat COVID-19 keempat yang mendapat izin BPOM. Sebelumnya BPOM juga telah memberikan izin untuk obat Favipiravir dan Remdesivir (2020), antibodi monoklonal Regdanvimab (2021), serta Molnupiravir (2022).
Apa itu Paxlovid
Paxlovid adalah obat antivirus yang dikembangkan Pfizer, perusahaan farmasi Amerika Serikat. Obat antivirus oral ini dapat digunakan pasien COVID-19 secara mandiri di rumah. Obat ini bisa diminum beberapa hari setelah seseorang terpapar virus corona.
Hasil penelitian menyebut, obat ini dapat mengurangi risiko rawat inap dan kematian hingga 89 persen.
Di Amerika Serikat, Badan Administrasi Makanan dan Obat Amerika Serikat (FDA) telah menyetujui otorisasi penggunaan darurat (EUA) Paxlovid untuk pengobatan COVID-19 pada akhir 2021 silam.
Dalam uji klinis, Paxlovid efektif mencegah rawat inap dan kematian pasien berisiko tinggi. Selain itu, paxlovid juga mampu melawan VOC Sars Cov-2, termasuk Omicron. Paxlovid juga dilaporkan dapat menghambat virus corona lainnya, termasuk SARS dan MERS.
Selama uji klinis, Paxlovid diberikan secara oral setiap 12 jam sekali selama 5 hari kepada penderita COVID-19 dengan gejala ringan hingga sedang dan memiliki penyakit penyerta (komorbid). Pemberian obat antivirus Paxlovid ini dilakukan sejak gejala COVID-19 timbul.
Hasil uji klinis fase 2/3 terlihat, Paxlovid bermanfaat menurunkan risiko rawat inap atau kematian pada pasien COVID-19 hingga 89%. Manfaat obat ini terlihat lebih efektif saat dikombinasikan dengan pemberian vaksin COVID-19 dosis lengkap.
Penelitian terbaru menyebut, Paxlovid cukup efektif digunakan pasien COVID-19 berusia lanjut, pasien COVID-19 dengan imunitas tubuh yang lemah (imunosupresi), penyakit saraf, dan penyakit kardiovaskular.
Paxlovid diklaim efektif untuk semua varian mutasi COVID-19 karena sasarannya adalah enzim protease, virus yang laju mutasinya jauh lebih rendah dibanding mutasi pada bagian spike virus SARS-CoV-2.
Paxlovid mengandung antivirus baru, yaitu PF-07321332, yang bekerja dengan cara memblokir aktivitas enzim SARS-CoV-2-3CL. Dengan cara kerja seperti itu replikasi atau perkembangbiakan virus Corona dapat dicegah.
Efektivitas Paxlovid dalam melawan virus Corona, obat ini menjadi antivirus oral kedua yang digunakan dalam pengobatan COVID-19. Sebelumnya, molnupiravir lebih dulu menunjukkan hasil yang baik dalam mengendalikan jumlah virus Corona.
(Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito menyampaikan sambutan saat "Kick Off" Uji Klinik Fase 3 Vaksin Merah Putih di Aula Fakultas Kedokteran Unair di Surabaya, Jawa Timur, Senin (27/6/2022). ANTARA FOTO/Moch Asim/rwa.)