Deltacron, Seberapa Bahaya?

:


Oleh Fajar Wahyu Hermawan, Kamis, 17 Maret 2022 | 18:39 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 353


Jakarta, InfoPublik - Di tengah pelonggaran dilakukan sejumlah negara, kabar terbaru muncul. Dalam keterangannya, Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebut saat ini telah ada hibrida atau kombinasi varian Delta dan Omicron yang dijuluki Deltacron.

Menurut pimpinan teknis COVID-19 Badan Kesehatan Dunia Maria Van Kerkhove, Rabu (10/3/2022), konfirmasi adanya hibrida atau rekombinan varian Delta dan Omicron ini didapat dari laporan dari para ilmuwan.

Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID) menyebut, berdasar analisis sementara memberikan informasi bahwa Deltacron diturunkan dari garis keturunan GK/AY.4 dan GRA/BA.1.

Dari data yang dihimpun dan dilaporkan Institut Pasteur Prancis, menjadi bukti yang cukup kuat kemunculan rekombinan antara Delta dan Omicron. Mereka memperkirakan rekombinasi ini sudah beredar sejak awal Januari 2022.

Sejumlah negara di Eropa diketahui telah mendeteksi kemunculan Deltacron ini. Di antaranya Prancis, Denmark, Jerman, dan Belanda. Amerika Serikat dilaporkan juga dilaporkan telah mendeteksi kemunculan Deltacron ini.

Profesor ilmu biologi dari Universitas Cyprus Leondios Kostrikis mengatakan, dia dan timnya pekan lalu telah menemukan 25 kasus mutasi. Untuk melacak mutasi virus itu, mereka mengirimkan sampel temuan itu GISAID pada 7 Januari 2022.

Respons Satgas Covid-19
Meski telah terdeteksi di sejumlah negara Eropa dan Amerika, para ahli meminta agar rekombinasi virus ini tak terlalu dikhawatirkan. Sebab, sampai saat ini belum ditemukan bukti-bukti valid Deltacron ini bisa berkembangbiak secara cepat.

Menurut ahli virus Institut Pasteur Prancis, Etienne Simon-Loriere menambahkan, hasil dari karakteristik virus sementara tidak menunjukkan tanda-tanda penyebab munculnya fase baru pandemi.

"Permukaan virusnya sangat mirip dengan Omicron, sehingga tubuh akan mengenalinya seperti mengenali Omicron," kata Simon Loriere, Sabtu (12/3).

Menurut mantan Pimpinan Inisiatif Genomik COVID-19 di Wellcome Trust, Sanger Jeffrey Barrett, dengan masih terbatasnya temuan varian Deltacron yang teridentifikasi, maka belum ada cukup bukti dan data tentang tingkat keparahan varian. Selain itu, belum ada data juga seberapa baik vaksin memiliki efikasi tinggi dalam memberikan proteksi terhadap individu.

Bagaimana Satgas COVID-19 merespons temuan itu? "Dampak varian ini terhadap indikator epidemiologi maupun tingkat keparahan gejala belum dapat dipastikan dan masih terus diteliti," kata Juru bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito lewat kanal YouTube Sekretariat Presiden, Rabu (16/3/2022)

Meski begitu, Wiku mengimbau agar masyarakat tidak memberi ruang penularan guna mencegah mutasi virus yang dapat melahirkan varian baru. Sebab, selama virus masih beredar, apalagi dalam tingkat penularan yang tinggi, potensi mutasi virus makin besar.

Menurut Wiku, virus bisa mengalami mutasi melalui beberapa mekanisme. Salah satunya dengan rekombinasi seperti Deltacron itu.

Untuk mencegahnya, "setiap orang wajib melindungi dirinya sendiri dan orang lain, melalui disiplin protokol kesehatan 3M," ujar Wiku.

(Warga melintasi mural bertemakan COVID-19 di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (14/3/2022). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/rwa.)