Longgar Tapi Jangan Kendor

:


Oleh Fajar Wahyu Hermawan, Selasa, 22 Februari 2022 | 11:59 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 326


Jakarta, InfoPublik - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengeluarkan aturan baru. Aturan yang tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor HK.02.01/MENKES/18/2022 tentang Pencegahan dan Pengendalian Kasus COVID-19 Varian Omicron. Surat edaran yang diteken Menteri Budi itu menyebut:

1. Pada kasus konfirmasi COVID-19 yang tidak bergejala (asimptomatik), isolasi dilakukan selama minimal 10 (sepuluh) hari sejak pengambilan spesimen diagnosis konfirmasi.

2. Pada kasus konfirmasi COVID-19 dengan gejala, isolasi dilakukan selama 10 (sepuluh) hari sejak muncul gejala ditambah dengan sekurang-kurangnya 3 (tiga) hari bebas gejala demam dan gangguan pernapasan.

3. Pada kasus konfirmasi COVID-19 yang sudah mengalami perbaikan klinis pada saat isoman/isoter dapat dilakukan pemeriksaan NAAT termasuk pemeriksaan RT-PCR pada hari ke-5 dan ke-6 dengan selang waktu pemeriksaan 24 jam.

Jika hasil negatif atau Ct>35 dua kali berturut-turut, maka dapat dinyatakan selesai isolasi/sembuh. Pembiayaan untuk pemeriksaan ini dilakukan secara mandiri.

4. Pada kasus konfirmasi COVID-19 yang sudah mengalami perbaikan klinis pada saat isoman atau isoter namun tidak melakukan pemeriksaan NAAT termasuk pemeriksaat RT-PCR pada hari ke-5 dan ke-6 dengan selang waktu 24 jam, maka pasien harus menjalani isolasi.

Aturan Menteri Kesehatan Budi sejalan dengan rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang dikeluarkan pekan lalu. Dalam rekomendasinya WHO mengizinkan durasi masa karantina dipangkas, dengan syarat tertentu. Negara yang mengalami lonjakan kasus infeksi virus corona dapat memangkas durasi karantina yang sebelumnya ditentukan selama 14 hari.

Pejabat WHO mencontohkan, masa karantina dapat dipersingkat menjadi tujuh hari dengan hasil tes PCR negatif, dan orang tersebut tidak menunjukkan gejala COVID-19. Jika tak ada gejala, durasi karantina juga bisa dipersingkat menjadi menjadi 10 hari.

“Negara dapat mempertimbangkan pendekatan pragmatis, mengingat pelacakan kontak dan persyaratan karantina di masyarakat dapat menyebabkan gangguan terhadap layanan penting, termasuk layanan kesehatan,” demikian WHO dalam pernyataannya, Kamis (17/2/2022).

Namun, kata WHO, hati-hati. Seseorang yang menjalani masa karantina singkat ini agar lebih disiplin menerapkan protokol kesehatan (prokes), dan tetap berhati-hati apabila muncul gejala COVID-19.

Menurut WHO, pedoman baru ini dapat digunakan di wilayah yang pusat pelayanan termasuk layanan kesehatannya, tengah berada di bawah tekanan.

Selain durasi masa karantina, terkait langkah-langkah pelacakan kontak erat dengan pasien Covid-19, kelompok yang berisiko tinggi seperti petugas kesehatan, orang dengan penyakit penyerta (komorbid) atau mereka yang belum divaksinasi harus diprioritaskan.

WHO punya alasan. Pemangkasan masa karantina ini dimaksudkan untuk mencegah sistem kesehatan di seluruh dunia kewalahan. Terlebih di tengah lonjakan kasus COVID-19 akibat infeksi varian Omicron atau B.1.1.529 di berbagai negara.

“Dengan penyebaran kasus Omicron yang cepat di seluruh dunia, kapasitas pelacakan kontak di banyak negara bisa kewalahan,” kata WHO dalam pernyataannya Kamis (17/2/2022).

Penularan varian Omicron ini memang terbilang kilat dibanding varian Delta. Gejala umum yang biasa ditemukan pada mereka yang teriveksi varian Omicron ini adalah demam tinggi, tenggorokan serik, batuk, mual.

Daya tular yang cepat ini membuat kasus positif COVID-19 di Indonesia kembali melonjak sejak Februari. Data Satgas COVID-19 mencatat, pada 20 Februari kemarin, jumlah kasus harian bertambah 48.484 orang.

Dalam catatan Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID), perkembangan kasus COVID-19 varian Omicron (B.1.1.529) di Indonesia telah mencapai 6.130 kasus per Rabu (16/2/2022).

Jadi meski dilonggarkan, tetaplah waspada!(*)

(Seorang pekerja merapikan tempat tidur di tempat isolasi terpadu bagi pasien COVID-19 bergejala ringan di Akademi Keperawatan Kebonjati ,Bandung, Jawa Barat, Kamis (17/2/2022). Pemerintah Kota Bandung menyediakan tempat isolasi terpadu bagi pasien COVID-19 bergejala ringan dengan kapasitas 100 orang pasien yang dapat digunakan mulai Jumat (18/2/2022) mendatang. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/rwa.)