Bakau dan Segudang Manfaatnya

:


Oleh Fajar Wahyu Hermawan, Selasa, 26 Oktober 2021 | 05:47 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 1K


Jakarta, InfoPublik - Datanglah ke Penunggul, Nguling, Pasuruan. Di sana Anda bisa mengunjungi hutan bakau (mangrove) yang sangat luas. Hijau pepohonan terbentang di bibir pantai utara laut yang ada di Desa Penunggul itu. Bahkan tanaman itu sudah melintasi desa lain. Suhu pantai pun terasa adem begitu kita masuk ke hutan bakau itu.

Di hutan bakau itu Anda bisa berswafoto dengan latar laut utara. Yang suka berpetualang, bisa menyewa perahu untuk berkeliling laut melihat bentangan mangrove.

Anda juga bisa bertemu dengan para pencari tebalan (sejenis kerang laut) dari sela-sela akar bakau. Juga ada tiram yang menempel di akar mangrove. Para pencari tebalan dan tiram itu tak hanya berasal dari desa Penunggul tapi juga dari luar desa. “Sore hari nanti ada pedagang yang mengambil hasil pencari itu,” ujar Mukarim (72 tahun) tokoh desa setempat.

Mukarim adalah pahlawan bakau. Di tangannya pantai yang semula gundul kini dipenuhi pohon bakau. Mukarim bercerita, antara 1985 hingga 1986 wilayah ini menjadi salah satu sentra udang windu. Beberapa pengusaha menyewa lahan milik negara yang berada di dekat pantai utara wilayah Pasuruan itu. Namun rupanya air laut terus menggerus wilayah daratan, termasuk tambak itu dan beberapa pemukiman nelayan.

Mukarim prihatin. Mukarim yang besar dan lahir di daerah itu ingat, sekitar 1962an, jarak pemukiman nelayan dengan bibir pantai lebih dari 500 meter. Para nelayan yang tinggal di daerah itu tak menyangka, air laut perlahan-lahan terus mendekat ke pemukimannya. Puncaknya terjadi pada 1986. Pada tahun itu air pasang semakin mendekati pemukiman nelayan, termasuk kediaman Mukarim. “Kurang lebih 50 meter dari rumah saya,” ujarnya.

Mukarim mulai terusik. Jika dibiarkan terus, air laut bisa menghantam dan menenggelamkan rumahnya. Mukarim yang sehari-hari bekerja sebagai nelayan mulai memutar otak agar hantaman air laut itu tak sampai menenggelamkan tempat kelahirannya.

Suatu hari, saat pergi mencari ikan di daerah Probolinggo, ia melihat ada tanaman yang bisa tumbuh di pinggir pantai. Ia pun bertanya tentang tanaman itu kepada penduduk setempat. Warga desa itu memberitahu tanaman itu bernama bakau.

Kepada Mukarim, penduduk setempat bilang tanaman itu biasanya berbuah pada September hingga Desember atau penduduk setempat menyebutnya bulan Rasul.

Saat bulan yang disebut tiba, sambil berlayar mencari ikan Mukarim mampir ke wilayah itu. Biji-biji itu ia kumpulkan dan dibawa pulang.

Biji-biji itu kemudian ditanam di plastik bekas gula untuk dijadikan bibit. Setelah tiga bulan, bibit itu mulai ditanam di belakang rumahnya lalu merembet ke pinggiran lainnya. Dengan tekun ia melakukan itu selama lima tahun (1986-1991).

Lima tahun berlalu, jerih payahnya mulai terlihat. Bakau tumbuh berjejaring dan mampu menahan laju air pasang. Melihat itu, ia tambah semangat. Karena sudah ada bukti, ia mencoba mengajak rekannya sesama nelayan untuk menanam bakau. Tapi ajakannya tak digubris bahkan ia dicibir. “Saya dibilang gila,” ujar dia.

Peristiwa yang paling menyakitkan hatinya terjadi pada 2003. “Gubuk saya dibakar,” ujarnya. Padahal gubuk itu menjadi tempat singgah melepas penat usai menanam benih bakau.

Anjing menggonggong Mukarim berlalu. Meski dicibir ia cuek. Ia lakukan terus menanam bakau itu. Selama 13 tahun, Mukarim bisa menanam bakau seluas 57 hektar. “Itu dari tangan saya sendiri.”

Pada 1999, rupanya nelayan merasakan buah kesuksesan yang dilakukan Mukarim. Pada saat itu, mereka mulai mau ikut menanam bakau bersama Mukarim. Pada tahun itu juga Pemerintah Kabupaten Pasuruan baru mengetahui ada aktivitas penanaman bakau di Desa Penunggul itu. Mereka lalu membentuk kelompok dan mendapat pembinaan dari pemerintah.

Mereka tambah bersemangat menanam bakau. Pinggir-pinggir pantai yang masih kosong mereka tanami bakau. Tanaman bakau makin meluas.

Luas tanaman bakau saat ini mencapai 183 ha. “Sekarang jarak bibir pantai dengan daratan kurang lebih 1 km,” kata Mukarim.

Kegigihan Mukarim menyelamatkan lingkungan berbuah manis. Pada 2005, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menganugerahi Kalpataru kepada Mukarim.

***

Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2019 menyebut, total luas hutan bakau nasional mencapai 3,31 juta hektare dengan kawasan Papua sebagai area hutan bakau terluas yaitu sebesar 1.497.724 hektare.

Hutan bakau ini memiliki banyak manfaat bagi lingkungan hidup. Mengutip situs Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), manfaat hutan bakau itu di antaranya:

1. Memberi nutrisi
Tanaman bakau memiliki nutrisi yang baik untuk lingkungan sekitarnya. Nutrisi itu berupa kesuburan tanah yang ada di sekitarnya.

2. Rantai makanan
Tanaman bakau adalah sebagai salah satu rantai makanan. Tanaman ini berperan sebagai produsen. Tanaman bakau banyak disukai oleh ikan-ikan kecil dan juga kepiting. Tidak sedikit ikan yang menggantungkan hidup dengan memakan daun tanaman bakau ini untuk keberlansungan hidup mereka.

3. Penjernih air
Tanaman bakau yang tumbuh di sekitar tepian pantai akan membuat airnya menjadi jernih.

4. Melindungi pantai
Tanaman bakau juga bermanfaat untuk melindungi pantai dari erosi. Tanaman bakau yang tumbuh di tepi pantai dapat melindungi dataran dari hempasan ombak secara langsung. Dengan adanya bakau, ombak tidak langsung menerjang dataran.

5. Tempat berlabuh kapal
Tidak sedikit juga yang menjadikan tanaman bakau tempat berlabuh kapal setelah berlayar mengitari pantai. Kapal-kapal yang berukuran kecil tersebut ditambatkan pada tanaman bakau.

6. Jadi kayu bakar
Masyarakat sekitar yang hidup ditepi pantai yang ditumbuhi tanaman bakau, banyak memanfaatkan tanaman bakau sebagai bahan bakar memasak. Kayu dari tanaman bakau dapat menghasilkan api yang besar dan merata serta tidak menghasilkan asap yang banyak. Artinya, kayu bakar dari tanaman bakau ini ramah lingkungan.

7. Punya dampak ekonomi
Pohon bakau punya bisa diolah menjadi berbagai benda hiasan atau kerajinan. Upaya ini sangat penting untuk meningkatkan ekonomi masyarakat dan meningkatkan standar ekonomi pada daerah tersebut.

8. Sumber pakan ternak
Pohon bakau juga bisa dijadikan sebagai alternatif pengganti makanan ternak. Pohon bakau yang telah dihancurkan dan digiling menjadi bubuk pakan ternak yang mengandung nutrisi sangat baik untuk pertumbuhan ternak seperti sapi, kambing atau unggas.

Nutrisi seperti mineral, protein dan kalori akan meningkatkan perkembangan ternak. Selain itu pohon bakau juga mengandung tanin dan bahan alami lainnya.

9. Mencegah pemanasan global
Pemanasan global memang menjadi ancaman yang sangat serius untuk alam dan manusia. Salah satu cara untuk mencegah atau mengurangi dampak pemanasan global adalah dengan mengembangkan kawasan hutan bakau. Tanaman bakau menjadi salah satu penopang pemanasan dari perairan laut. Selain itu, bakau juga berperan untuk mengatasi masalah banjir pada kawasan pesisir.

10. Sumber pendapatan bagi nelayan
Masyarakat yang tinggal di kawasan pantai biasanya banyak bekerja sebagai nelayan. Mereka mencari ikan dan berbagai sumber daya untuk menopang ekonomi keluarga. Manfaat kawasan hutan bakau menjadi tempat yang paling sesuai untuk pembibitan ikan, udang dan berbagai potensi habitat laut lainnya. Kawasan hutan bakau

11. Pengembangan kawasan pariwisata
Kawasan hutan bakau bisa dikembangkan menjadi salah satu objek wisata. Dengan cara ini maka hutan bakau akan menjadi tujuan wisata dari berbagai daerah maupun mancanegara. Pariwisata akan memberikan dampak ekonomi yang sangat baik untuk masyarakat di sekitarnya dan negara secara khusus.

12. Pengembangan ilmu pengetahuan
Hutan bakau menjadi salah satu tempat untuk mengembangkan berbagai jenis ilmu pengetahuan dalam bidang kelautan, perikanan dan kimia. Banyak peneliti yang membutuhkan hutan bakau dan dijadikan berbagai sumber penelitian. Hutan bakau akan meningkatkan berbagai jenis penemuan yang bisa disebarkan ke seluruh dunia.

Karena mengandung banyak manfaat itu, tak salah jika Presiden Joko Widodo mulai menggencarkan penanaman bakau di wilayah pantai. Dalam beberapa kali kesempatan, Jokowi berkampanye dan ikut menanam bakau itu. Terakhir, Jokowi bersama perwakilan negara menanam bakau di pantai Tana Tidung, Kalimantan Utara.

"Target kita dalam tiga tahun ke depan agar kita perbaiki, kita rehabilitasi sebanyak 600.000 hektare dari total luas hutan mangrove kita yang merupakan hutan mangrove terbesar di dunia (seluas) 3,6 juta hektare," kata Jokowi dalam keterangannya, Selasa (19/10/2021).

(Presiden Jokowi berbincang dengan warga saat melakukan Penanaman Pohon Mangrove di Desa Tritih Kulon, Kecamatan Cilacap Utara, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah (23/9/2021). ANTARA FOTO/Setpres-Agus Suparto/foc.)