Menganggur Karena COVID-19

:


Oleh Fajar Wahyu Hermawan, Selasa, 31 Agustus 2021 | 20:05 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 627


Jakarta, Infopublik - Pemuda itu bernama Bayu Bahari (25 tahun). Saat kuliah ia terbilang orang yang optimis bisa segera mendapat pekerjaan karena jurusan yang diambil memang sedang banyak diminati pasar kerja yakni Jurusan Teknik Informatika. Ia mengambil kuliah itu di sebuah sekolah tinggi di Makassar, Sulawesi Selatan.

Namun ia tak menyangka, wabah COVID-19 menghantam Indonesia, beberapa saat setelah lulus. Ia pun mulai pesimis bisa segera mendapat pekerjaan. Apalagi setelah COVID-19 menyebar, kampus tutup. Ia juga kesulitan mengurus ijazah dan dokumen penting untuk bekal mencari pekerjaan.

"Mau cari kerja, tapi kantor saja di Makassar banyak PHK karyawan. Bagaimana kita mau masuk kerja?" kata Bayu yang bermimpi bisa bekerja di Jakarta ini. "Persaingan masih susah."

Karena tak banyak perusahaan yang membuka lowongan, akhirnya ia memutuskan untuk mengurus kedai kopi yang ia rintis akhir 2019 lalu. "Dari pada tinggal di rumah nggak makan, mending kerja. Malu juga masa sudah selesai kuliah masih minta duit orang tua?" ujar dia.

Meski punya usaha sendiri, Bayu tetap berkeinginan mengaplikasikan ilmunya sebagai pekerja IT jika pandemi usai.

Cerita serupa juga diungkapkan Helsa Mustika, yang lulus dari Fakultas Ilmu Komunikasi di sebuah universitas di Bandung, Jawa Barat. Di sela-sela menunggu panggilan kerja ia mencoba mengasah kemampuannya memasak.

Setelah lulus ia sudah menjalani sejumlah proses wawancara kerja secara daring, tapi belum mendapat panggilan kerja.

"Gara-gara pandemi, aku jadi suka ngulik-ngulik. Jadi ingin buat makanan ini-itu. Lihat Youtube, lihat Instagram, ketemu masakan-masakan unik jadi ingin coba," kata Helsa yang ingin menjadi jurnalis itu.

Ia akhirnya menemukan resep rawon khas Surabaya, makanan yang digemarinya. Dia lantas mencoba membuatnya.

Awalnya, ia hanya meminta teman-temannya mencicipi masakannya. "Bisnis ini mengisi kegiatan aku daripada hanya nonton drakor (drama Korea), nggak ada kegiatan lain."

Bayu dan Helsa hanya dua dari sekian anak muda yang mendapat pekerjaan di sektor formal.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pandemi COVID-19 ini meningkatkan angka pengangguran. Peningkatan terbesar terjadi pada warga usia produktif alias anak muda.

"Peningkatan tingkat pengangguran terbuka (TPT) terjadi pada penduduk berusia 20-24 tahun dan 25-29 tahun," kata Kepala BPS Margo Yuwono dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI, Senin (30/8/2021).

BPS melaporkan, pengangguran pada usia 20-24 tahun meningkat sebesar 3,36 persen, dari 14,3 persen pada Februari 2020 menjadi 17,66persen pada Februari 2021. Sementara pengangguran usia 25,29 tahun meningkat 2,26 persen poin dari 7,01 persen di Februari 2020 menjadi 9,27 persen di Februari 2021.

Penduduk dengan usia lainnya relatif memiliki porsi lebih kecil. Tingkat pengangguran penduduk usia 30-34 tahun sebesar 4,94 persen, usia 35-39 tahun sebesar 3,74 persen, usia 40-44 tahun mencapai 3,55 persen, dan usia 44-49 mencapai 3,27 persen. "(dilihat dari) posisi pendidikan, pendidikan SMA dan lulusan perguruan tinggi (paling banyak menganggur)," kata dia.

Bertambahnya tingkat pengangguran terbuka mempengaruhi tingkat kemiskinan. Penduduk miskin bertambah dari 9,78 persen menjadi 10,14 persen. Sementara penduduk miskin ekstrem meningkat dari 3,8 persen tahun 2020 menjadi 4 persen tahun 2021.

Berdasarkan standard global, tingkat kemiskinan ekstrem didefinisikan sebagai penduduk dengan pendapatan kurang dari 1,9 dollar AS per hari. "Sebaran kemiskinan ekstrem terjadi di Pulau Jawa. Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah kemiskinan ekstremnya sangat tinggi," ujar dia.(*)

(Seorang dermawan (kiri) memberikan makanan kepada warga di Rangkasbitung, Lebak, Banten, Jumat (13/8/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) mengatakan jumlah penduduk miskin pada Maret 2021 mencapai 27,54 juta orang atau turun 0,01 persen dibandingkan September 2020 sebesar 27,55 juta orang, karena adanya pemulihan di berbagai sektor ekonomi. ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/hp.)