Buah Biksu, Alternatif Pengganti Gula Pasir

:


Oleh Fajar Wahyu Hermawan, Senin, 31 Mei 2021 | 05:39 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 2K


Jakarta, InfoPublik - Pernah mendengar monk fruit? Monk fruit (Siraitia grosvenorii) ini punya banyak julukan. Ada yang menyebut buah biksu, luo han guo, buah arhat, dan ada juga juga yang menamai buah panjang umur. Buah yang bentuknya seperti melon ini berasal dari Cina. Ia termasuk keluarga buah kundur.

Penyebutan buah biksu berawal dari abad ke-13. Tanaman buah ini terdapat di pinggir gunung yang terhindar dari sinar matahari langsung. Cara menanamnya hanya diketahui oleh sedikit biksu terpilih dan diwariskan kepada generasi berikutnya. Karena itulah, buah ini disebut monk fruit.

Bentuknya bulat dengan diameter 4-8 cm. Warnanya kuning kecokelatan atau hijau kecokelatan saat segar. Setelah dikeringkan, warnanya berubah menjadi cokelat.

Monk fruit banyak tumbuh di Thailand Utara dan China Selatan. Buah ini disebut-sebut menjadi alternatif pemanis alami yang mengandung 0 kalori.

Monk fruit mengandung fruktosa serta glukosa, tetapi rasa manis di dalamnya monk fruit didapat dari antioksidan bernama mogrosides.

Penggunaan ekstrak monk fruit yang disebut monk fruit sweetener berpengaruh minimal pada asupan kalori harian Anda, kadar glukosa darah, dan kadar insulin, dibandingkan dengan minuman manis sukrosa.

Food and Drug Administration (FDA) menyatakan pemanis dari buah monk tidak meningkatkan kadar gula darah seperti halnya gula biasa, yang membuatnya menjadi alternatif bagus bagi penderita diabetes.

Menurut FDA, ekstrak buah monk dapat terasa hingga 250 kali lebih manis daripada gula tebu, berkat senyawa kimia yang disebut mogrosida, yang memberikan rasa manis khas pada buah itu. Menurut Frances Largeman-Roth, pakar nutrisi di New York City dan penulis Eating in Color, pemanis dari buah tersebut dibuat dengan diolah menjadi jus terlebih dahulu dan diproses menjadi bentuk kristal.

Angka Penderita Diabetes
Data International Diabetes Federation (IDF), pada tahun lalu menyebut, penderita diabetes di Indonesia sangat tinggi yakni diurutan ke-7 dari 10 negara dengan jumlah pasien diabetes tertinggi. Karena masuk 10 besar itu Indonesia masuk dalam status waspada diabetes.

Prevalensi pasien pengidap diabetes di Indonesia mencapai 6,2 persen. Artinya, ada lebih dari 10,8 juta orang menderita diabetes per tahun 2020 atau bisa disebut juga 1 dari 25 penduduk Indonesia menderita diabetes.

Ketua Umum Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni), Prof Dr dr Ketut Suastika SpPD-KEMD memperkirakan angka ini akan meningkat menjadi 16,7 juta pasien per tahun 2045.

"Yang paling banyak di Indonesia adalah kasus diabetes tipe 2 yang disebabkan oleh gaya hidup tidak sehat," kata Suastika beberapa waktu lalu.

Hingga 14 Mei 2020, International Diabetes Federation (IDF) melaporkan 463 juta orang dewasa di dunia menyandang diabetes dengan prevalensi global mencapai 9,3 persen. Data itu juga menyebut, kondisi yang membahayakan adalah ada 50,1 persen penyandang diabetes (diabetesi) tidak terdiagnosis.

Karena tak terdiagnosis ini dunia menganggap diabetes sebagai silent killer. Jumlah diabetesi ini diperkirakan meningkat 45 persen atau setara dengan 629 juta pasien per tahun 2045. Bahkan, sebanyak 75 persen pasien diabetes pada tahun 2020 berusia 20-64 tahun.

Penyebab diabetes memang beragam. Konsumsi gula memang hanyalah salah satu dari beragam penyebab. Namun jika konsumi kita terhadap putih/pasir berlebih tentu akan jadi soal. Karenanya, dengan adanya pemanis alami seperti monk fruit itu, tak ada salahnya jika kita mulai beralih ke pemanis alami yang kini sudah banyak dijual di toko-toko online.

(Buah biksu alias monk fruit. Foto: tangkapan layar instagram @insta_znanie.)