Operasi TMC Cegah Karhutla

:


Oleh Kristantyo Wisnubroto, Jumat, 26 Juni 2020 | 13:01 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 425


Jakarta, InfoPublik - Apel Gelar Pasukan Siaga Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) Tahun 2020 digelar di Lapangan Tugu Maritam, Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan, Selasa pagi (23/06/2020).

Di depan ratusan personel BNPD, Pemda, TNI dan Polri, Bupati Balangan Ansharuddin menyampaikan bahwa, gelar apel pasukan yang dilaksanakan hari ini dalam rangka kesiapan siaga karhutla.

Pada kesempatan yang sama, Kapolres Balangan, AKBP Nur Khamid mengatakan, mereka menurunkan sekitar 700 personel dari seluruh pemangku kepentingan baik TNI, Polri, dan Pemda untuk gelar pasukan ini.

Pemerintah Kabupetan Balangan melalui operasi ini sekaligus mengimbau masyarakat untuk tetap waspada atas ancaman kebakaran serta dilarang membuka ataupun membersihkan lahan dengan cara dibakar.

Respons cepat atau cepat tanggap dari Pemkab Balangan dalam mengantisipasi karhutla ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menyiagakan personel maupun pencegahan di wilayah rawan. Apalagi saat ini mulai memasuki musim Kemarau. Kalsel adalah salah satu daerah rawan karhutla. Meski di tengah pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19), persoalan karhutla tetap harus diwaspadai bersama.

Dari laporan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bahwa wilayah Indonesia akan mengalami musim kemarau terbagi menjadi 17% di bulan April, 38% pada bulan Mei, 27% bulan Juni, dan sebagian besar daerah akan terjadi di bulan Agustus.

Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat memimpin Rapat Terbatas (Ratas) untuk mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (23/06/2020), meminta  seluruh pemangku kepentingan bergerak menanggapi ancaman karhutla tersebut. Kepala Negara mengingatkan ada empat hal yang harus diperhatikan jajaran pemerintahan dan lembaga. Yakni manajemen di lapangan harus terkoordinasi dan terkonsolidasi dengan baik dengan memanfaatkan teknologi informasi.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sudah memiliki dashboard dan monitoring yang setiap kali bisa dimutakhirkan seketika terkait titik rawan panas dan kebakaran di sejumlah daerah.

Presiden juga meminta para aparat di daerah hingga level tapak (lapangan) harus melakukan pencegahan sedini mungkin tanpa harus menunggu api membesar baru bergerak memadamkan.

Hal ketiga, Kepala Negara meminta agar penegakan hukum dilakukan secara tegas. Alasannya, sebanyak 99% penyebab karhutla adalah ulah manusia, baik perseorangan maupun kelompok. Entah karena disengaja atau akibat kelalaian.

Soal keempat, untuk mencegah kebakaran di lahan gambut di Kalimantan dan Sumatera, Presiden Jokowi minta penataan ekosistem gambut dilakukan secara konsisten oleh lembaga terkait.

Usai ratas, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar, menyampaikan bahwa antisipasi kondisi kemarau sebagaimana terjadi di fase Maret-April Pemerintah telah melakukan modifikasi cuaca yakni rekayasa hari hujan.

Kementerian LHK sudah memantau perilaku iklim maupun titik panas (hotspot) serta puncak masa karhutla yang diprediksi terjadi pada minggu kedua-ketiga Agustus sampai minggu pertama September.

"Kalau kita pelajari perilaku hotspot-nya, maka sebetulnya di Riau itu, di Sumatera bagian utara; Riau, Aceh, sebagian Sumut itu ada 2 fase krisis. Fase pertama, yaitu di bulan-bulan Maret-April," ujar Menteri LHK.

Menurut Menteri LHK, antisipasi karhutla sudah dilakukan di Riau pada Mei lalu dengan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC). Rekayasa hujan dilakukan dari analisis BMKG dan dilaksanakan oleh BPPT dan didukung oleh pesawat TNI-AU.

Siti Nurbaya mengatakan pihaknya terus menggelar operasi TMC untuk membasahi hutan dan lahan gambut dari udara guna mencegah kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Sumatera dan Kalimantan yang dilakukan secara bergantian hingga September 2020.

Operasi rekayasa hujan ini terus dilanjutkan di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur hingga ke utara Kalimantan.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sudah memprediksi bahwa 63 persen wilayah Indonesia akan mengalami musim kemarau yang mundur waktunya dari biasanya. Oleh karena itu, setelah TMC di Kalimantan dilakukan akhir Juni sampai pertengahan Juli, lalu kembali lagi ke Sumatera, lalu balik lagi ke Kalimantan sampai September 2020.

Hingga 22 Juni 2020, dari pantauan KLHK terdapat 870 titik panas terdeteksi. Angka tersebut berkurang jika dibandingkan dengan periode sama 2019, di mana jumlah titik panas tercatat mencapai 1.427.

Siti Nurbaya menjelaskan perihal dua pola titik panas di Indonesia selama ini. Model pertama menunjukkan titik panas banyak terjadi di sekitar Aceh dan Riau pada akhir Februari hingga memasuki Maret dan April.

"Jadi ada fase kritis yang cukup gawat. Nanti berat lagi di Juli dan memuncak di Agustus dan September. Ini di seluruh Indonesia sama. Dengan mempelajari pola itu, KLHK bersama BPPT, BMKG dan TNI AU melakukan rekayasa hujan," imbuh Menteri LHK.

Dari operasi TMC yang dilakukan pada 19 hingga 30 Mei 2020 menghasilkan 44 juta meter kubik (m3) air hujan. Ada efektivitas 36 persen, dengan curah hujan mencapai 157 milimeter (mm) dari prediksi 121 mm per hari di Riau.

Ketika di Sumatera Selatan, tim TMC menambah volume air sampai 50 juta m3. Sedangkan curah hujan mencapai 126 mm per hari, sehingga efektivitasnya mencapai 23 hingga 29 persen.

Adapun, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo, yang juga Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19, meminta kerja sama dan kerja keras seluruh jajaran kementerian, lembaga, masyarakat, baik di pusat dan daerah.

Doni tidak ingin masyarakat di wilayah rawan karhutla khususnya daerah lahan gambut mengalami beban ganda. Terpapar asap pekat karhutla dan ancaman wabah Covid-19.

(setkab/klh/MC Balangan Kalsel/Foto: )