Mengawal Bansos Sampai Tujuan

:


Oleh Kristantyo Wisnubroto, Jumat, 24 April 2020 | 15:37 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 1K


Jakarta, InfoPublik - Mulai Selasa (21/04/2020), Pemerintah Provinsi Jawa Barat mulai menyalurkan paket sembako bantuan sosial tunai dan nontunai kepada 5.237 Keluarga Rumah Tangga Sasaran (KRTS) bagi warga terdampak Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).

Bantuan sosial berupa kebutuhan pokok dan uang tunai untuk penduduk Jabar ini didistribusikan di 10 wilayah yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Bandung Raya.

Seperti dikutip dari Antaranews, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat Moh Arifin Soedjayana bansos untuk membantu warga terdampak Pandemi Covid-19 senilai Rp500 ribu. Penyaluran bantuan berupa uang tunai Rp150.000 dan sembako ini ditargetkan bisa mencapai 264.085 lokasi pada pekan ini.

Peyalurannya dibantu oleh PT Pos Indonesia yang bekerja sama dengan ojek daring (online) dan ojek pangkalan. Aparat Pemprov Jabar memantau dari 5.237 paket bantuan yang sudah diserahkan, ada 371 paket yang kembali ke PT Pos karena alamat KRTS tidak sesuai dengan data.

Menurut, proses penyaluran disertai proses pelaporan yang ketat, di mana kurir baik ojek online, ojek pangkalan maupun petugas Pos harus menyerahkan langsung pada penerima.

Data warga terdampak yang diterima Pemprov Jabar amat mungkin masih terus berkembang. Oleh karena itu, pemutakhiran data warga terdampak terus dilakukan agar bansos tetap sasaran. Sambil menunggu data dari daerah yang diusulkan oleh RT/RW dan ditandatangani, surat tanggung jawab mutlak dari Kepala Dinas Sosial masing-masing daerah, proses penyaluran tidak akan berhenti.

Penyaluran bantuan yang sedang berjalan di kawasan Bogor, Depok dan Bekasi lalu Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, Bandung Barat, dan Sumedang sejatinya memang sudah dinantikan warga yang perekonomiannya terdampak Covid-19.

Aan Sutisna, warga Cidamar, Kota Cimahi yang mendapat bantuan mengatakan pihaknya sangat terbantu atas bantuan tunai dan nontunai yang didapat. Dia mengaku akan memanfaatkan bantuan tersebut untuk menghidupi keluarganya selama pemerintah menanggulangi wabah Covid-19.

Bantuan nontunai berupa sembako, menurutnya, bisa dikonsumsi keluarganya selama penerapan PSBB di Kota Cimahi. Sementara bantuan tunai berupa uang Rp150.000 dimanfaatkan jika ada kebutuhan mendadak dan penting.

Warga lainnya, Yayan Sopian, penerima bansos di Kota Bandung juga semringah, bantuan dari Pemprov Jawa Barat datang di saat dirinya amat membutuhkan.

Di satu sisi, pemanfaatan ojek online dan ojek pangkalan untuk mendistribusikan memberikan manfaat ganda. Pemerintah dapat memastikan bansos tepat sasaran karena sepeda motor mampu mengakses gang-gang sempit perkotaan maupun perdesaan. Sementara, pelaku tranportasi online maupun ojek pangkalan dapat penghasilan tambahan seiring hilangnya pendapatan mereka saat PSBB.

Pandemi Covid-19 yang melanda Tanah Air ini tidak hanya merusak sendi kesehatan rakyat namun juga sosial ekonomi. Setidaknya ada puluhan keluarga kelas menengah ke bawah mendadak jatuh miskin. Menjaga agar 25 persen kalangan miskin tidak makin terpuruk dan sekira 40 persen kelompok menengah ke bawah rentan miskin tidak jatuh kian dalam. Urusan warga di masa pagebluk sekarang tidak lebih hanya menghidupi kebutuhan makan sehari-hari, pelajar/mahasiswa belajar di rumah, pegawai bekerja di rumah dan beribadah di rumah. Setidaknya pekerja informal, pekerja transportasi, pekerja harian, perantauan seperti mahasiswa daerah yang paling terpukul.

Cepat dan Tepat Sasaran

Pemerintah merespons itu dengan membuat jaring pengaman sosial selama masa wabah ini. Sedikitnya sampai tiga bulan ke depan, pemerintah pusat mengalokasikan Rp110 triliun sebagai bantalan sosial bagi warga terdampak. Diprioritaskan bagi masyarakat paling bawah, kaum marhaen, dan kaum dhuafa.

Presiden Joko Widodo meminta bantuan dalam jaring pengaman sosial untuk mengatasi dampak pandemi virus corona diberikan secara cepat dan tepat sasaran kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan.

"Pelaksanaannya harus betul-betul tepat sasaran. Data dari kelompok-kelompok penerima manfaat juga ‘by name by adress’ (sesuai nama dan sesuai alamat), sehingga tepat dan akurat. Libatkan RT atau RW dan pemerintah desa dan pemerintah daerah. Sehingga betul-betul bantuan ini bisa tepat," kata Presiden Jokowi saat membuka rapat terbatas melalui telekonferensi mengenai Efektivitas Penyaluran Program Jaring Pengaman Sosial dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa (07/04/2020).

Kepala Negara juga meminta penyaluran dalam jaring pengaman sosial itu dilakukan secara cepat, tanpa ada birokrasi yang menyulitkan. Dia meminta jajaran kementerian memastikan program jaring pengaman sosial juga dirasakan oleh pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), oleh pedagang sembako di pasar tradisional, hingga pelaku usaha transportasi ojek sehingga bisa menggerakkan, mengikutsertakan usaha-usaha di bawah dan bersama-sama, ekonomi di bawah ikut bergerak.

Jaring pengaman sosial itu, antara lain perluasan jumlah keluarga penerima manfaat (KPM) untuk Program Keluarga Harapan (PKH) dari 9,2 juta penerima menjadi 10 juta, dengan nilai manfaat yang ditingkatkan sebesar 25 persen, serta mekanisme pencairan menjadi sebulan sekali dari tiga bulan sekali.

Program Sembako dinaikkan alokasinya dari 15,2 juta penerima menjadi 20 juta penerima manfaat yang nilainya dinaikkan 30 persen dari Rp150 ribu menjadi Rp200 ribu dan diberikan selama sembilan bulan.

Untuk wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek), pemerintah juga menyiapkan bantuan sosial khusus, untuk sekitar 3,7 juta berbasis keluarga. Jabodetabek merupakan wilayah yang rentan kasus positif Covid-19, terutama DKI Jakarta dengan kasus positif Covid-19 terbanyak di Indonesia.

Sekitar 1,1 juta disalurkan Pemprov DKI Jakarta, dan sekitar 2,6 juta disiapkan oleh pemerintah pusat selama dua bulan sesuai dengan masa tanggap darurat yang ditetapkan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.

Mulai 20 April 2020, program bantuan sosial sembako bagi 1,9 juta KK di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) senilai Rp600 ribu per KK per bulan selama 3 bulan. Pemerintah melalui Kementerian Sosial kembali merealisasikan penambahan jumlah penerima program sembako dari 15,2 juta menjadi 20 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM).

Menteri Sosial Juliari Peter Batubara menerangkan penambahan 4,8 juta KPM ini merupakan perluasan dari penerima Program Sembako atau yang dulu dikenal sebagai Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).

Mulai April 2020 ini, setiap KPM perluasan program sembako (BPNT) yang merupakan program regular Kemensos akan mendapatkan bantuan sosial setiap bulan sebesar Rp200 ribu hingga Desember 2020.

KPM yang mendapatkan perluasan ini sudah masuk basis Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kemensos.

Program sembako ini berbeda dengan bantuan sembako Presiden, di mana KPM tidak menerima bantuan langsung berupa sembako tetapi bantuan langsung yang ditransfer ke rekening penerima oleh bank-bank yang menjadi mitra Kemensos dalam penyaluran bansos.

Adapun, sejumlah pemerintah daerah penyangga DKI Jakarta juga turut memberikan bantuan tunai maupun non tunai seperti Pemprov Jabar (Paket sembako senilai Rp350 ribu dan uang tunai Rp150 ribu), Pemprov Banten (Transfer tunai senilai Rp500 ribu), Pemkot Depok (Transfer tunai Rp250 ribu), Pemkot Tangsel (Transfer tunai Rp600 ribu), dan Pemkot Bekasi (Paket Sembako senilai Rp200 ribu).

Dijelaskan Mensos, bantuan sembako khusus Jakarta ini ditargetkan untuk keluarga miskin yang masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), penerima Kartu Jakarta Pintar (KJP), guru kontrak kerja, guru honorer, dan penghuni rumah susun (Rusun), juga pekerja harian yang tinggal di DKI Jakarta.

Besarnya bantuan sembako senilai Rp600.000/bulan yang disalurkan setiap minggu selama tiga bulan. Jadi bantuan disalurkan senilai Rp150.000/minggu dengan bekerja sama dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan swasta. Total anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp3,6 triliun.

Dengan bantuan sembako ini diharapkan kebutuhan mereka selama masa darurat terpenuhi serta mengantisipasi agar mereka tidak mudik. Mensos Ari menjelaskan, data usulan Gubernur DKI Jakarta untuk bantuan khusus ini sejumlah 1.218.766 Kepala Keluarga (KK) atau 2.517.075 jiwa yang saat ini sedang dalam proses pemadanan dengan DTKS.

Selain itu, ada Bantuan Sembako kepada keluarga miskin di wilayah Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Bodetabek). Adapun besaran bantuan sembako senilai Rp600.000/bulan yang disalurkan selama tiga bulan.

"Bedanya, untuk wilayah Bodetabek datanya hanya mengacu pada DTKS milik Kemensos. DTKS inilah satu-satunya data yang kredibel saat ini. Kita sudah tidak punya waktu lagi. Kita harus cepat," kata Mensos. Untuk wilayah Bodetabek, bantuan akan menyasar 576.434 keluarga atau 1.647.647 jiwa dengan total kebutuhan anggaran Rp1,04 triliun.

Adapun ada jenis bantuan ketiga, Bantuan Langsung Tunai (BLT) di luar wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). BLT menyasar keluarga yang masuk dalam DTKS tetapi tidak menerima bantuan sosial reguler (DTKS Non Bantuan Sosial Nasional) baik Program Keluarga Harapan (PKH), dan Program Sembako.

BLT akan menyasar 7.461.586 keluarga dari total DTKS Non Bantuan Sosial Nasional sebesar 9.085.939 keluarga. BLT diberikan dalam bentuk uang senilai Rp600.000 per keluarga per bulan.

Sebelum penyaluran bansos sembako pada 20 April Kemensos juga memberikan bantuan awal berupa 300.000 paket Sembako untuk warga DKI Jakarta serta paket makanan siap saji untuk siang dan malam. Tak lupa, Kemensos juga memberikan bantuan serupa kepada penyandang disabilitas dan lanjut usia.

Koordinasi dengan KPK

Menyangkut pengawasan program bansos, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan pihaknya berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mengawal pelaksanaan program untuk masyarakat terdampak Covid-19 sehingga berjalan efektif dan tepat sasaran.

"Masih ada keluarga miskin dan rentan yang terdampak COVID-19 tidak tercakup dalam DTKS. Karena itu, daerah harus berinisiatif mendata warga terdampak baru," kata Menko PMK di Jakarta, Selasa (21/04/2020).

Menko PMK Muhadjir memastikan data-data penerima bantuan sosial transparan, tepat sasaran dan sesuai dengan DTKS. Bagi keluarga miskin dan rentan yang belum masuk dalam DTKS selanjutnya harus dimasukkan dalam DTKS.

Menurut Muhadjir, penanganan Covid-19 ini momentum yang tepat untuk lebih memutakhirkan DTKS, yaitu dengan melakukan pendataan ulang terutama bagi masyarakat yang layak mendapat bantuan namun belum masuk dalam DTKS.

"Kami minta dukungan atau rekomendasi dari KPK untuk diperbolehkan menyalurkan bantuan sosial kepada warga di luar DTKS yang memenuhi syarat dan sesuai kriteria. Namun selanjutnya warga-warga tersebut menjadi prelist untuk diusulkan masuk dalam DTKS penetapan selanjutnya, sehingga kementerian-lembaga penyalur bantuan sosial memiliki pegangan dan kepastian," kata Menko PMK.

Pemerintah, kata Muhadjir Effendy, selanjutnya akan menyalurkan bantuan sosial dengan baik, transparan dan memegang teguh akuntabilitas.

Menjawab permintaan pemerintah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan lima rekomendasi agar pendataan dan penyaluran bansos tepat sasaran. Hal itu tertera dalam Surat Edaran (SE) No. 11 Tahun 2020 tanggal 21 April 2020 tentang penggunaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan data non-DTKS.

Adapun SE itu diterbitkan KPK perihal pemberian bantuan sosial kepada masyarakat dalam upaya mengatasi dampak pandemi Covid-19.

"Melalui SE yang ditujukan kepada Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 baik di tingkat nasional maupun daerah, dan pimpinan kementerian/lembaga/pemerintah daerah tersebut, KPK merekomendasikan lima hal agar pendataan dan penyaluran bansos tepat sasaran," kata Ketua KPK Firli Bahuri di Jakarta, Rabu (22/04/2020).

Pertama, kementerian/lembaga dan pemda dapat melakukan pendataan di lapangan, namun tetap merujuk kepada DTKS.

"Jika ditemukan ketidaksesuaian, bantuan tetap dapat diberikan dan data penerima bantuan baru tersebut harus dilaporkan kepada Dinas Sosial atau Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial (Pusdatin) Kementerian Sosial untuk diusulkan masuk ke dalam DTKS sesuai peraturan yang berlaku," ujar Firli Bahuri.

Demikian sebaliknya, jika penerima bantuan terdaftar pada DTKS namun fakta di lapangan tidak memenuhi syarat sebagai penerima bantuan, maka harus dilaporkan ke Dinas Sosial/Pusdatin untuk perbaikan DTKS.

Untuk memastikan data valid maka data penerima bansos dari program-program lainnya atau data hasil pengumpulan di lapangan agar dipadankan data NIK (Nomor Induk Kependudukan)-nya dengan data Dinas Dukcapil (Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil) setempat.

KPK juga meminta agar kementerian/lembaga dan pemda menjamin keterbukaan akses data tentang penerima bantuan, realisasi bantuan, dan anggaran yang tersedia kepada masyarakat sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas.

"KPK juga mendorong pelibatan dan peningkatan peran serta masyarakat untuk mengawasi. Untuk itu, kementerian/lembaga dan pemda perlu menyediakan sarana layanan pengaduan masyarakat yang mudah, murah, dan dapat ditindaklanjuti segera," ucap Firli Bahuri.

Mengawal bansos bagi masyarakat terdampak merupakan salah satu tugas KPK dalam melakukan tindakan-tindakan pencegahan, koordinasi, dan monitoring sehingga tidak terjadi tindak pidana korupsi.

Masa-masa sulit seperti saat ini, bantuan bahan pokok kerap menjadi incaran untuk diselewengkan atau jatuh ke tangan yang tidak berhak. Pun, pembagian bansos di masa pandemi tetap harus merujuk pada protokol kesehatan. Masalah sosial ekonomi yang tak terkendali bisa jauh lebih mengerikan dampaknya dari masalah kesehatan. (sos/setkab/antaranews/Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)