Kemenag Memperluas Sinergi Pengawasan Umrah Hingga Kabupaten dan Kota

:


Oleh Wisnubro, Kamis, 26 Desember 2019 | 22:30 WIB - Redaktur: Admin - 207


JPP BANDUNG - Kementerian Agama (Kemenag) bersama sejumlah kementerian dan lembaga negara telah menjalin Nota Kesepahaman pengawasan penyelenggaraan umrah. Nota Kesepahaman ini bahkan sudah ditindaklanjuti dalam penandatanganan kerja sama lintas kementerian dan lembaga, antara lain meliputi: Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Kementerian Perdagangan (Kemendag), Mabes Polri, dan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK).

Kerja sama ini sudah ditindaklanjuti sejumlah Kanwil Kemenag untuk dasar bersinergi dengan para pihak di level provinsi, seperti Polda, Dinas Pariwisata, dan lainnya. Sinergi ini dinilai perlu diperluas sampai tingkat Kabupaten/Kota.

"Ada regulasi terkait perizinan yang menjadi kewenangan di tingkat Kabupaten/Kota. Kita akan perkuat kerjasama ini sampai level berikutnya," jelas Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kemenag, Arfi Hatim saat menggelar koordinasi dengan Kemenparekraf, Kemendag, Bidang Satpol PP Pemprov, dan jajaran Kanwil Kemenag Jawa Barat di Bandung, Kamis (26/12/2019).

Arfi Hatim mencontohkan, saat ada Biro Perjalanan Wisata (BPW) yang belum memiliki izin sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU),  maka kewenangan penindakannya ada di Dinas Pariwisata Kab/Kota. "Di sinilah, pentingnya sinergi dengan Pemda tingkat II. Akan kita perbuat di 2020," ujarnya.

"Kerja sama ini harus sampai level Kabupaten/Kota sebagai ujung tombak yang berhadapan langsung dengan masyarakat. Kita lakukan pendampingan dan penguatan dukungan anggaran," sambungnya.

Bahkan, lanjut Arfi, sudah ada sejumkah Pemda yang ikut mendukung dalam pengawasan umrah, termasuk dalam dukungan anggaran. Mereka beralasan untuk ikut melindungi masyarakatnya. "Kebijakan seperti ini akan diperkuat Kemenag dalam perjanjian kerja sama," tegasnya.

Terkait sanksi, Arfi Hatim menegaskan bahwa aturan yang ada sudah cukup jelas. Pasal 122 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah mengatur,  setiap orang yang tanpa hak bertindak sebagai PPIU dengan mengumpulkan dan atau memberangkatkan jemaah umrah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun atau denda paling banyak Rp6 miliar.

"Regulasinya sudah jelas. Tinggal pembagian kewenangan yang akan kita pertegas," tandasnya.

Di penghujung 2019, Tim Satgas Pengawasan Umrah menggelar koordinasi dengan para pihak, sekaligus  inspeksi mendadak (sidak) BPW tidak berizin sebagai PPIU.

Sidak dilakukan serentak hari di beberapa provinsi, antara lain: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa TImur, dan Kalimantan Selatan. Sidak di Sulawesi Selatan sudah dilakukan lebih awal, 23 Desember 2019. Sidak berikutnya akan dilakukan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.(agm)