Merdeka Belajar, Arah Baru Pendidikan

:


Oleh Kristantyo Wisnubroto, Jumat, 7 Februari 2020 | 14:16 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 3K


Jakarta, InfoPublik - Sorot matanya berbinar-binar di balik kaca mata yang dikenakannya saat menjelaskan gagasan "Merdeka Belajar" di depan kolega dan awak media pada akhir tahun 2019. Ya, sosok itu adalah Nadiem Anwar Makarim, penggawa nomor satu di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Terobosan menteri paling muda di Kabinet Indonesia Maju terdiri dari empat program pokok kebijakan. Program itu meliputi Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi.

Kebijakan "Merdeka Belajar" ini tak lepas dari arahan dari Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden kepada Kabinet Indonesia Maju 2019-2024 agar seluruh kebijakan pemerintah berorientasi kepada peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Pendidikan menjadi urat nadi dari upaya peningkatan SDM tersebut.

Arah kebijakan baru penyelenggaraan USBN, kata Mendikbud Nadiem Makarim, pada tahun 2020 akan diterapkan dengan ujian yang diselenggarakan hanya oleh sekolah. Ujian tersebut dilakukan untuk menilai kompetensi siswa yang dapat dilakukan dalam bentuk tes tertulis atau bentuk penilaian lainnya yang lebih komprehensif, seperti portofolio dan penugasan (tugas kelompok, karya tulis, dan sebagainya).

Penghapusan USBN akan membuat guru dan sekolah lebih merdeka dalam penilaian hasil belajar siswa. Anggaran USBN sendiri dapat dialihkan untuk mengembangkan kapasitas guru dan sekolah, guna meningkatkan kualitas pembelajaran.

Selanjutnya, mengenai ujian UN, tahun 2020 merupakan pelaksanaan UN untuk terakhir kalinya. Pemerintah akan mengubah penyelenggaraan UN tahun 2021 menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter, yang terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan pendidikan karakter.

Pelaksanaan ujian tersebut akan dilakukan oleh siswa yang berada di tengah jenjang sekolah (misalnya kelas 4, 8, 11), sehingga dapat mendorong guru dan sekolah untuk memperbaiki mutu pembelajaran. Hasil ujian ini tidak digunakan untuk basis seleksi siswa ke jenjang selanjutnya.

Kemendikbud menekankan arah kebijakan ini juga mengacu pada praktik baik pada level internasional seperti Programme for International Student Assessment (PISA) dan The Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS).

Dari hasil penilaian PISA 2018 menunjukkan, nilai rata-rata siswa Indonesia dalam hal literasi, numerasi dan sains masih di bawah standar internasional. Melalui program "Merdeka Belajar" diharapkan terjadi perbaikan mutu pemahaman siswa.

Beban guru juga dikurangi agar fokus dalam mengajar dan mengampu siswa di sekolah. Seperti halnya penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Kemendikbud akan menyederhanakannya dengan memangkas beberapa komponen. Dalam kebijakan baru tersebut, guru secara bebas dapat memilih, membuat, menggunakan, dan mengembangkan format RPP. Tiga komponen inti RPP terdiri dari tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan asesmen. Penulisan RPP tersebut satu halaman saja cukup.

Dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB), Kemendikbud tetap menggunakan sistem zonasi dengan kebijakan yang lebih fleksibel untuk mengakomodasi ketimpangan akses dan kualitas di berbagai daerah. Komposisi PPDB jalur zonasi dapat menerima siswa minimal 50 persen, jalur afirmasi minimal 15 persen, dan jalur perpindahan maksimal 5 persen. Sedangkan untuk jalur prestasi atau sisa 0-30 persen lainnya disesuaikan dengan kondisi daerah.

"Daerah berwenang menentukan proporsi final dan menetapkan wilayah zonasi," ujar Mendikbud.

Komposisi PPDB tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 44 Tahun 2019, memberikan penambahan porsi untuk jalur prestasi dan afirmasi.

Terbitnya Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019, salah satunya mengakomodir aspirasi orang tua yang ingin prestasi anaknya lebih dihargai dalam menentukan pilihan sekolah terbaik. Sekaligus membuka akses jalur afirmasi untuk siswa dan keluarga pemegang KIP yang tingkat ekonominya masih rendah.

Adapun Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy menambahkan, pemerintah daerah dan pusat terus bergerak bersama dalam memeratakan akses dan kualitas pendidikan. Ia berharap pemerataan akses dan kualitas pendidikan perlu diiringi dengan inisiatif lainnya oleh pemerintah daerah, seperti redistribusi guru ke sekolah yang kekurangan guru. Untuk itu, alokasi anggaran khusus untuk memperbaiki infrastruktur sekolah dan pemberdayaan guru ditingkatkan pada tahun 2020 ini.

Pemerintah telah mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar Rp508,1 triliun pada tahun ini. Dana sebesar itu sebagai upaya menunjang program "Merdeka Belajar". Kemenkeu mengungkapkan, sekira Rp200 triliun dialokasikan untuk gaji, tunjangan serta sertifikasi para guru melalui Dana Alokasi Umum (DAU). Sebagian lagi untuk Dana Alokasi Khusus (DAK) serta sekitar Rp75 triliun dikelola sendiri oleh Kemendikbud.

Anggaran pendidikan nasional tersebut antara lain dialokasikan untuk:

- Kartu Indonesia Pintar (SD/SMP/SMA) Rp11,2 triliun untuk 20,3 juta     jiwa
- Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Rp63 triliun untuk 54,6 juta jiwa
- Kartu Indonesia Pintar untuk kuliah Rp6,7 triliun untuk 818.100 mahasiswa
- Beasiswa LPDP Rp1,8 triliun
- Pembangunan fasilitas PAUD Rp307,6 miliar (5,841 ruang kelas)
- Pembangunan/rehabilitasi sekolah Rp7,8 triliun (15.100 ruang kelas dan 2.677 sekolah)
- Pembangunan/rehabilitasi kampur Rp4,4 triliun (87 kampus)
- Gaji guru PNS Rp63,5 triliun (untuk 1,3 juta guru)
- Gaji guru non PNS Rp10,7 triliun (untuk 407.700 guru)

Merdeka Kampus

Di samping kebijakan "Merdeka Belajar" di tingkat sekolah dasar dan menengah, Kemendikbud juga meluncurkan kebijakan Kampus Merdeka, terdapat empat penyesuaian kebijakan di lingkup pendidikan tinggi.

Kebijakan pertama adalah otonomi bagi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Swasta (PTS) untuk melakukan pembukaan atau pendirian program studi (prodi) baru. Otonomi ini diberikan jika PTN dan PTS tersebut memiliki akreditasi A dan B, dan telah melakukan kerja sama dengan organisasi dan/atau universitas yang masuk dalam QS Top 100 World Universities. Pengecualian berlaku untuk prodi kesehatan dan pendidikan. Menurut kebijakan anyar ini, seluruh prodi baru akan otomatis mendapatkan akreditasi C.

Terkait kerja sama dengan organisasi akan mencakup penyusunan kurikulum, praktik kerja atau magang, dan penempatan kerja bagi para mahasiswa. Kemudian Kemendikbud akan bekerja sama dengan perguruan tinggi dan mitra prodi untuk melakukan pengawasan. "Tracer study wajib dilakukan setiap tahun. Perguruan tinggi wajib memastikan hal ini diterapkan," ujar Menteri Nadiem.

Kebijakan Kampus Merdeka yang kedua adalah program re-akreditasi yang bersifat otomatis untuk seluruh peringkat dan bersifat sukarela bagi perguruan tinggi dan prodi yang sudah siap naik peringkat. Ke depan, akreditasi yang sudah ditetapkan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) tetap berlaku selama 5 tahun namun akan diperbarui secara otomatis.

Adapun akreditasi A pun akan diberikan kepada perguruan tinggi yang berhasil mendapatkan akreditasi internasional. Daftar akreditasi internasional yang diakui akan ditetapkan dengan Keputusan Mendikbud.

Kebijakan Kampus Merdeka yang ketiga terkait kebebasan bagi PTN Badan Layanan Umum (BLU) dan Satuan Kerja (Satker) untuk menjadi PTN Badan Hukum (PTN BH). Kemendikbud akan mempermudah persyaratan PTN BLU dan Satker untuk menjadi PTN BH tanpa terikat status akreditasi.

Sementara itu, kebijakan Kampus Merdeka yang keempat akan memberikan hak kepada mahasiswa untuk mengambil mata kuliah di luar prodi dan melakukan perubahan definisi Satuan Kredit Semester (sks).

Definisi setiap sks dalam kebijakan Merdeka Kampus diartikan sebagai 'jam kegiatan', bukan lagi 'jam belajar'. Kegiatan di sini berarti belajar di kelas, magang atau praktik kerja di industri atau organisasi, pertukaran pelajar, pengabdian masyarakat, wirausaha, riset, studi independen, maupun kegiatan mengajar di daerah terpencil.

"Setiap kegiatan yang dipilih mahasiswa harus dibimbing oleh seorang dosen yang ditentukan kampusnya. Daftar kegiatan yang dapat diambil oleh mahasiswa dapat dipilih dari program yang ditentukan pemerintah dan/atau program yang disetujui oleh rektornya," kata Mendikbud Nadiem Makarim.

Mendikbud menerangkan bahwa paket kebijakan Kampus Merdeka ini menjadi langkah awal dari rangkaian kebijakan peningkatan kualitas untuk perguruan tinggi nasional agar bisa bersaing di tingkat global.(wis)