- Oleh MC KAB BENGKALIS
- Sabtu, 21 Desember 2024 | 10:17 WIB
: Gubernur Sumbar saat meninjau salah satu lokasi terdampak bencana galodo.
Oleh MC PROV SUMATERA BARAT, Jumat, 13 September 2024 | 23:00 WIB - Redaktur: Santi Andriani - 315
Sumbar, Infopublik - Sebagai daerah yang memiliki potensi bencana tinggi, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (Pemprov Sumbar) terus memfokuskan perhatiannya untuk optimalisasi mitigasi dan minimalisir dampak. Menurut Gubernur Sumbar Mahyeldi, hal tersebut dilakukan untuk membuat Sumbar menjadi lebih sadar dan tangguh bencana.
"Kapan bencana itu akan terjadi, kita tidak bisa prediksi, kita hanya bisa berupaya untuk mengurangi risikonya. Untuk itu, masyarakat perlu terus kita beri pemahaman," sebut Gubernur Sumbar di Padang, Kamis (12/9/2024).
Dikatakannya, menghadapi bencana masyarakat tidak boleh panik. Tapi tahu apa yang harus dilakukan ketika terjadi bencana. Langkah itu guna mengurangi risiko korban, baik korban jiwa maupun korban materil.
Apalagi beberapa waktu belakangan, pemberitaan potensi gempa dan tsunami akibat megathrust Mentawai di Siberut Utara marak di media. Sebenarnya menurut Gubernur Sumbar, informasi itu sudah dipublikasikan sejak lama.
Ia pun berharap masyarakat tidak berlebihan dalam menyikapi potensi gempa tersebut dan fokus untuk meningkatkan kesiapsiagaan. Sebab sampai saat ini belum ada ilmu pengetahuan dan teknologi yang mampu memprediksi kapan terjadinya gempa berpotensi tsunami tersebut.
Selain itu, potensi bencana yang mengancam wilayah Sumbar tak hanya gempa dan tsunami. Sebab segala jenis bencana berpotensi ada di daerah ini karena Sumbar ibaratnya ‘etalase bencana’.
Dari pemetaan yang dilakukan BPBD Sumbar sejak 2014-2022, sedikitnya terjadi 6.274 bencana di seluruh kabupaten/kota. Jika dirinci, maka ada enam jenis bencana yang sering terjadi dan berulang, yaitu angin kencang, longsor, banjir, kebakaran hutan dan lahan (karhutla), banjir bandang, dan abrasi pantai.
“Bencana yang terjadi pada setiap kabupaten/kota itu skalanya berbeda sesuai dengan kondisi geografis daerah. Untuk itu, setiap daerah harus memiliki peta bencana sehingga masing-masing daerah dapat lebih fokus pada mitigasi sesuai potensi bencana yang kerap terjadi di daerahnya,” kata Mahyeldi.
Berbagai upaya kesiapsiagaan dan mitigasi terus dilakukan
Menyadari hal tersebut dan untuk mengurangi dampak bencana baik berupa kerugian harta benda dan juga keselamatan diri, maka kesiapsiagaan masyarakat harus terus ditingkatkan dan mitigasi bencana perlu diperkuat. Pemprov melalui BPBD Sumbar rutin melakukan simulasi bencana, mempersiapkan early warning system (EWS) termasuk EWS inklusi yang mengakomodir masyarakat penyandang disabilitas, ketersediaan tempat evakuasi sementara (TES), jalur evakuasi, dan sejumlah program lainnya.
“Di sekolah ada namanya Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) yang tujuannya untuk membangun budaya siaga dan aman di sekolah. Seluruh stakeholder di sekolah diberikan pelatihan tentang kebencanaan. Ada Kelompok Siaga Bencana (KSB) dan Desa Tangguh Bencana (Destana) di tingkat nagari/kelurahan. Tujuan akhirnya adalah menuju Sumbar Tangguh Bencana,” terang Gubernur Sumbar.
Kalaksa BPBD Sumbar, Rudy Rinaldy lebih jauh menjelaskan, gempa megathrust Mentawai saat ini bisa diiibaratkan energinya masih terkunci. Untuk itu, BPBD Sumbar terus mematangkan langkah kesiapsiagaan dan mitigasi menghadapi ancaman tersebut.
Selain itu, tujuh kabupaten/kota yang berada di pesisir pantai Samudera Hindia hendaknya dapat meningkatkan kerjasama dengan seluruh stakeholder kebencanaan untuk mitigasi bencana. Upaya kesiapsiagaan dan mitigasi yang telah dilakukan di antaranya menyediakan selter atau TES di sepanjang wilayah pesisir. Saat ini sedikitnya tersedia 62 selter tersebar di pesisir Sumbar.
Selter itu berada di bagian atas bangunan yang ditetapkan, seperti masjid, sekolah, hotel, dan perkantoran. Selter yang telah ada hendaknya dikelola dengan baik dan dipelihara serta dirawat agar terjaga kebersihannya.
“Pembangunan sekolah di daerah rawan bencana harus dilengkapi dengan selter di bagian atas bangunan sebagai lokasi evakuasi saat terjadi gempa berpotensi tsunami. Selain sekolah, beberapa hotel, mesjid, dan gedung perkantoran di Kota Padang juga dilengkapi dengan selter,” jelas Rudy.
BPBD Sumbar juga memasang 42 unit EWS pada enam kabupaten/kota di pesisir kecuali Mentawai. Untuk Mentawai, langkah mitigasi dilakukan dengan menerapkan kearifan lokal, seperti mengajak masyarakat evakuasi ke dataran tinggi jika terjadi gempa. Lalu sembilan di antara 42 EWS itu adalah EWS inklusi sebagai pedoman bagi masyarakat penyandang disabilitas.
“Ke depan, kita tengah mempersiapkan pengadaan 300 EWS termasuk EWS inklusi yang akan di pasang pada seluruh kabupaten/kota,” katanya.
Selanjutnya, pembuatan garis biru batas aman tsunami (Tsunami Safe Zone) pada sejumlah ruas jalan di daerah rawan gempa berpotensi tsunami. Kota Padang sudah memiliki garis biru ini pada beberapa titik sebagai tanda bagi masyarakat untuk tidak perlu evakuasi lebih jauh bila telah berada pada zona yang termasuk garis biru ini.
Dan tak kalah pentingnya adalah simulasi bencana gempa dan tsunami. Masyarakat harus menyiapkan diri menghadapi bencana, termasuk pengetahuan terkait kebencanaan juga peralatan kegawatdaruratan. Simulasi harus dilakukan berulang-ulang agar saat terjadi bencana, risiko dapat diminimalisir karena masyarakat sudah paham yang harus dilakukannya.
“Latihan atau simulasi bencana ini bukan hanya latihan sekali seumur hidup, tapi harus menjadi budaya dan pelajaran seumur hidup. Karena kita semua tahu, Sumbar adalah daerah rawan bencana, semua jenis bencana ada di Sumbar. Khusus gempa, kita tidak bisa memprediksi kapan terjadinya,” pungkas Rudy. (MC Prov. Sumbar)