: Para peserta musyawarah soal penertiban ternak di Kelurahan Tangge. (Foto: istimewa)
Oleh MC KAB MANGGARAI BARAT, Kamis, 25 April 2024 | 22:02 WIB - Redaktur: Bonny Dwifriansyah - 218
Labuan Bajo, InfoPublik - Terkait persoalan ternak liar di wilayah Kelurahan Tangge, Kecamatan Lembor, para pihak terkait bersedia menandatangani sejumlah poin kesepakatan. Satu di antaranya adalah jika ternak dibiarkan liar dan merusak tanaman warga, maka si pemilik ternak akan didenda uang sebesar Rp1 juta hingga Rp5 juta per ekor.
Demikian salah satu poin kesepakatan yang diambil dalam rapat musyawarah tentang Penertiban Ternak dan Pagar Kebun Masyarakat di wilayah Kelurahan Tangge, Kecamatan Lembor, Kabupaten Manggarai Barat, NTT, yang berlangsung di kantor Kelurahan Tangge, Kamis (25/4/2024).
Frederikus Maga, Kepala Lingkungan Sambir Bendera, yang menjadi salah satu peserta dalam rapat itu, menjelaskan bahwa rapat tersebut merupakan tindak lanjut atas laporan warga kepada Lurah Tangge terkait ternak yang dibiarkan liar oleh pemiliknya.
“Rapat musyawarah hari ini merupakan tindak lanjut. Sebelumnya, banyak warga yang menyampaikan keluhan karena merasa dirugikan atas ternak yang dibiarkan liar oleh para pemiliknya,” tutur Frederikus, Kamis petang (25/4/2024).
Para pihak yang diundang dalam musyawarah itu antara lain Tu’u Golo (kepala kampung) Pandang, Tu’a Golo Karot, Kepala Lingkungan Sambir Bendera, para ketua RT setempat, dan sejumlah pejabat dari Kelurahan Tangge. “Musyawarah ini dipimpin langsung oleh Pak Lurah, Pak Musni,” ungkap Frederikus.
Menurut Frederikus, ada beberapa poin kesepakatan sebagai hasil musyawarah para pihak, di antaranya yakni semua warga di Kelurahan Tangge wajib membuat pagar untuk memastikan batas tanah dan melindungi tanaman serta sayur-sayuran. Poin ini tidak berlaku untuk daerah persawahan irigasi Lembor yang berada di wilayah Kelurahan Tangge.
Selain itu, lanjut Frederikus, para pihak juga sepakat agar semua ternak (kerbau, sapi, kuda, kambing dan babi) wajib diikat atau dikandangkan setiap saat. Selain agar tidak masuk areal kebun, juga agar tidak berkeliaran di jalan raya.
Jika ada ternak yang dibiarkan berkeliaran, kemudian warga berhasil menangkapnya, kata Frederikus, maka ternaknya harus dibawa ke kantor Kelurahan, dan pemiliknya bisa dikenai denda atau sanksi.
Menurut Frederikus, sebagaimana disepakati dalam musyawarah itu, para pihak menyepakati denda atau sanksi yang harus diterima oleh para pemilik ternak adalah pembayaran uang.
“Untuk ternak jenis sapi, kerbau, dan kuda, maka dendanya sebesar Rp1 juta hingga Rp5 juta per ekor. Tapi jika ternaknya jenis kambing atau babi, denda yang harus dibayar pemiliknya adalah Rp200 ribu hingga Rp 500 ribu per ekor,” ungkapnya.
Para pihak dalam musyawarah itu juga memberi batas waktu bagi para pemilik ternak untuk membuat kandang atas ternaknya masing-masing, yakni tanggal 30 Juni 2024.
Semua poin-poin kesepakatan dalam musyawarah itu, kata Frederikus, dibuat dalam berita acara dan ditandatangani oleh para pihak, serta harus dengan sepengetahuan Lurah Tangge.
Tokoh pemuda setempat, Hery Hadis, memberi apresiasi kepada Masni selaku Lurah Tangge atas langkah yang diambilnya.
“Apresiasi yang tinggi kepada Pak Lurah. Semoga ini akan menjawab keresahan warga, juga memastikan kampung kita bebas dari ternak liar,” ujar Hary Hadis. (EfjE-Tim IKP Kominfo)