:
Oleh MC KAB BOVEN DIGOEL, Jumat, 2 Desember 2022 | 15:11 WIB - Redaktur: Kusnadi - 809
Boven Digoel, InfoPublik - Menyikapi polemik terkait rencana pembangunan Bendungan Digoel di Kali Muyu Distrik Ninati, DPRD Boven Digoel menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan menghadirkan pihak Balai Wilayah Sungai (BSW) Papua Merauke, Pemerintah Daerah dan Masyarakat Adat Muyu yang tergabung dalam Forum Nupka dan Simpul dari berbagai Wilayah di Papua.
Rapat bersama berbagai pihak ini digelar di Ruang Sidang, dan di Pimpin langsung Ketua DPRD Boven Digoel Athanasius Koknak, Senin (28/11/22).
Dinilai memiliki peran dalam rencana pembangunan Bendungan Digoel di Kali Muyu, Balai Wilayah Sungai Papua Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR diberikan kesempatan pertama menyampaikan rencana pembangunan bendungan tersebut.
Perwakilan Kepala BSW Papua Merauke Paulus Thoban menjelaskan, rencana pembangunan bendungan sudah dimulai sejak 2017 lalu, yang mana ini merupakan program Nawacita Presiden Jokowi. Untuk dimanfaatkan menjadi pembangkit listrik dan pengairan.
Menurut Paulus, untuk Bendungan Digoel awalnya direncanakan dibangun di Kali Kao Distrik Waropko. Namun mendapat penolakan masyarakat sehingga dipindahkan ke Kali Muyu Distrik Ninati, Kabupaten Boven Digoel.
"Jadi di Papua ada empat Bendungan yang rencana akan dibangun, namun ditiga tempat lainnya dibatalkan. Sementara di Boven Digoel tetap berjalan dan Tim sudah melakukan survei pemetaan sekaligus beberapa kali sosialisasi rencana pembangunan bendungan tersebut di Ninati," ungkap Paulus.
Mendengar itu, masyarakat adat Muyu yang terbagi dalam tujuh sub suku (Klan) dari hulu hingga hilir kali Muyu yakni, Kamindip, Okpari, Kakaip, Kawiet, Yonggom, Are Kasaut, dan Ninggrum menyatakan menolak rencana pembangunan bendungan tersebut.
Hal inipun dibenarkan Sekretaris Forum Nupka Damianus Katayu. Menurutnya, sosialisasi yang dilakukan BSW terkesan sepihak dan tertutup, tanpa melibatkan masyarakat Muyu seluruhnya.
Masyarakat Muyu Kati, sebenarnya tidak alergi pembangunan, tapi khusus yang satu ini (Bandungan) kami menolaknya.
"Kami tolak bendungan tetapi kami menawarkan solusi. Masyarakat lebih membutuhkan infrastruktur, pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan ekonomi, ketimbang Bendungan," ucapnya.
Lanjut Katayu, kami tolak karena wilayah adat muyu sangat kecil dan berbatasan langsung dengan Negara PNG. Kalau bendungan dibangun, otomatis akan menenggelamkan tanah dan dusun kami, dimana itu merupakan tempat cari makan masyarakat, yang notabene masih bergantung dengan hasil alam (dusun) marga.
"Yang berikut aliran kali Muyu memiliki banyak tempat, Sakral atau keramat (Ketpon) dan merupakan jalan masuknya peradaban bagi masyarakat Muyu, sehingga kalau dibendung akan timbul bencana alam dan konflik sosial antara masyarakat Muyu sendiri. Jadi jangan bendung kami", tutup Katayu.
Peryataan penolakan ini mendapat dukungan Legislatif dari seluruh Fraksi di jajaran DPRD Boven Digoel. Semua Fraksi berpandangan sama terhadap apa yang menjadi tuntutan masyarakat Muyu.
"Ya kalau masyarakat sudah nyatakan tolak, berarti kami juga sama, karena kami merupakan perwakilan mereka", ungkap Ketua DPRD Boven Digoel Athanasius Koknak.
Diakhir kesimpulan Rapat Dengar Pendapat, Bupati Boven Digoel Hengki Yaluwo, menyampaikan permohonan maaf kepada Pemerintah Pusat, dalam hal ini Presiden dan Menteri PUPR.
Apa yang direncakan dan diprogramkan Pemerintah sudah baik, karena untuk menciptakan salah satu pembangkit yang merupakan energi terbaharukan.
Namun jika ditinjau dari aspek geografis dan sosial budaya masyarakat Muyu, sepertinya kurang tepat dibangun bendungan di wilayah Perbatasan.
"Wilayah adat Muyu sangat kecil, jika dibangun bendungan semua pasti tenggelam. Kalau sudah begini anak cucu mereka akan kemana, yang pasti akan timbul konflik sosial diantara mereka", tutur Bupati.
Kami sarankan, lanjut Bupati kalau memungkinkan dipindahkan ke lokasi lain, seperti di perbatasan Kabupaten antara Boven Digoel dan Pegunungan Bintang, sehingga dampaknya bisa dirasakan masyarakat dua Kabupaten ini. (MC.Boven Digoel/ARFK).