:
Oleh MC KAB BULUNGAN, Kamis, 12 November 2020 | 11:13 WIB - Redaktur: Kusnadi - 1K
Bulungan, InfoPublik – Udang Kering atau ebi merupakan salah satu produk hasil laut yang banyak disukai dan dikonsumsi oleh masyarakat. Untuk itu, kali ini Tim Media Center Bulungan mencoba menelusuri proses pembuatannya di Desa Salimbatu, Kecamatan Tanjung Palas Tengah.
Ialah Ahmad (40), salah seorang Nelayan Tradisional yang tim jumpai di desa ini, berada di kediamannya ia bercerita proses pembuatan ebi tersebut dapat dikatakan mudah, diawali menyiapkan bahannya berupa udang segar yang didapat dari tangkapan di laut.
“Dalam sebulan itu kita dua kali pergi, karena mengikuti air jadi (Waktu yang baik bagi nelayan) dengan menggunakan alat tangkap sejenis trol namun bukan trol,” ungkapnya, Selasa (11/11/2020).
Ia melanjutkan, sekali pergi memakan waktu 5 hingga 6 hari berada di laut untuk menjaring udang untuk dijadikan ebi. Adapun udang yang dibutuhkan kata dia tidak memiliki kriteria khusus, namun bukan udang yang dapat masuk kategori import.
Kemudian dilanjutkannya dalam sekali melaut jumlah tangkapan tidak tentu, terkadang bisa mencapai 50 Kilogram kadang pula bisa sampai pada angka 15 kilogram, tergantung kondisi alam.
“Tapi rata-ratanya itu bisa 30 kilogram,” ungkapnya.
Ia lanjutkan setelah dari laut, hasil tangkapan yang ada kemudian disortir untuk memisahkan ikan yang masuk, kemudian udang dibersihkan lalu direbus dengan perkiraan waktu 20 hingga 30 menit, dicampur dengan garam.
Selanjutnya kata dia jika matahari terik maka bisa langsung dijemur, jika terik seharian maka bisa dilanjutkan dengan pembantingan untuk membuang kulit-kulit udang, selanjutnya bisa ditampi untuk membuang kulit-kulit halus yang masih tersisa.
“Selanjutnya bisa ditampung untuk menunggu pembeli,” ungkapnya.
Disinggung mengenai pemasaran, Ahmad mengatakan terkadang ada pembeli yang langsung datang ketempatnya terkadang pula ia menjualnya ke lain tempat misal pasar dan lain-lain.
“Itu harga satu kilogramnya dipatok Rp 105 ribu,” ungkapnya.
“Kalau sampai di Tanjung (Pedagang) itu bisa sampai 120 ribu perkilo,” sambungnya.
Dari penjualan ebi ini lanjut Ahmad, ekonomi keluarganya cukup terbantu. Ia katakan dalam sebulan ia mampu menjual sebanyak 50 kilogram jika dirata-ratakan. Dengan jumlah tersebut dikalikan harga jual saat ini kata dia sudah cukup lumayan.
“Namun itu kan kotornya, namanya nelayan ini ada saja pengeluaran, misal bensin, biaya perbaikan perahu, perbaikan alat tangkap, perbaikan mesin dan lainnya,” bebernya.
Disinggung mengenai kendala, disebutkannya tidak ada kendala berarti selain faktor alam seperti air banjir yang dapat mempengaruhi hasil tangkap yang berkurang. Selain itu kata dia masih adanya nelayan yang menggunakan trol juga menjadi kendala bagi nelayan tradisional sepertinya.
“Alat tangkap kita sering tersangkut dengan alat tangkap nelayan lainnya yang masih menggunakam trol,” sebutnya.
Selain itu kata dia peran pemerintah juga sangat diharapkan dalam membina nelayan, khususnya nelayan tradisional. Selain pembinaan kata dia juga diharapkan bantuan untuk mendukung nelayan, baik eksekutif maupun legislatif yang ada di Bulungan.
“Dari Dinas Perikanan itu dulu ada bantuan kalau tidak salah itu tahun 2012, pernah kami merasakan bantuan alat tangkap, mesin dan beberapa lainnya namun saat ini sudah tidak ada, hanya swadaya kita sendiri saja,” pungkasnya.(MC Bulungan/sny)