:
Oleh MC KAB GARUT, Senin, 27 Januari 2020 | 10:45 WIB - Redaktur: Eka Yonavilbia - 554
Garut, InfoPublik - Tuberkulosis atau TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh mycobacterium tuberkulosis yang dapat menyerang paru dan organ tubuh lainnya. Kuman TB ke luar ke udara saat penderita TB batuk, bersin atau berbicara, selanjutnya kuman TB terhirup orang lain. Diperkirakan satu penderita TB dapat menginfeksi 10-15 orang per tahun.
Kabupaten Garut merupakan salah satu kabupaten dengan target penemuan kasus TB yang cukup tinggi di Jawa Barat. Penemuan kasus TB masih belum mencapai target dari estimasi penderita TB sekitr 8033 kasus per tahun. Penemuan kasus TB sejak 2015 hingga 2018 cenderung meningkat. Tahun 2015 (2.559 kasus), 2016 (2.727 kasus), 2017 (3.170 kasus), 2018 (3.079 kasus), sedangkan tahun 2019 dari estimasi penderita 5.845 orang yang telah ditemukan dan diobati sebanyak 3.662 orang.
Pemerintah Kabupaten Garut telah berupaya memutus mata rantai penyebaran TB, salah satunya pelibatan masyarakat melalui kemitraan dan pemberdayaan masyarakat seperti dengan Aisyiyah, LKNU, dan Yahintara (Yayasan Arsitektur Hijau Nusantara) dan pembentukkan Desa Siaga TB.
Salah satu organisasi kemasyaratan yang intens dalam pendampingan penderit TB adalah Aisyiyah. Dr. Sakinah Ginna, salah seorang Koordinator TB Care Aisyiyah, Senin (27/1/2020), mengungkapkan jumlah kader terlatih saat ini sebanyak 124 orang, Tokoh agama terlatih sebanyak 20 orang. Dari angka tersebut, secara aktif, masing-masing kelompok melakukan kegiatan penyuluhan, pencarian suspek hingga terkadang menjadi PMO, salah satunya Euis Rohayati kader yang mendampingi tiga kelurahan; Kota Wetan, Sukamentri, dan Kelurahan Ciwalen.
Euis Rohayati (53), kesehariannya adalah sebagai pedagang tahu di Pasar Guntur (Ciawitali), Garut, Jawa Barat. Tidak berbeda dengan ibu-ibu lainnya, usai menjajakan tahu di pasar, sore harinya kadang-kadang Ibu yang memilik empat anak (dua putra, dua putri) ini bersilaturahmi bersama ibu-ibu yang ada di ranting-ranting 'Aisyiyah se-Kecamatan Garut Kota.
"Pada malam hari saya biasa berkumpul bersama ibu-ibu di sekitar rumah untuk sama-sama belajar membaca Al-Qur’an (tahsin). Juga tidak lepas kegiatan di rumah mengurus seorang ibu yang waktu itu diuji sakit oleh Allah SWT, terserang struk dan meninggal pada tahun 2018," ujar Euis di rumahnya, Jl.Guntur Pajagalan RT 01 RW 06, Kelurahan Sukamentri, Kecamatan Garut Kota.
Di tengah kesibukan tersebut, Euis atas restu suaminya, Ayi Nurzaeni (57), bergabung menjadi kader TB (Tuberkulosis) sejak akhir september 2012, bermula dari TB Care 'Aisiyah yang menyelenggarakan pelatihan TB untuk kader komunitas di Kabupaten Garut Gelombang 1.
"Ini adalah kali pertama saya berkecimpung di bidang kesehatan, karena itu saya sangat antusias menjalankan multi peran. Sebagai ibu rumah tangga, pedagang, pendidik sekaligus penyuluh. Apalagi saya sebagai seorang anak yang tentunya harus memilih lebih melayani seorang ibu yang sedang sakit (stroke)," tuturnya mengisahkan awal berkecimpung di TB Care Aisyiyah.
Meski demikian, hal itu tidak mengurangi rasa percaya dirinya untuk memberikan penyuluhan tentang TB kepada masyarakat, meski pada awalnya memdapat respon yang kurang simpati dari masyarakat. Namun kekuatan hatinya, pantang menyerah dan terus memberikan penyuluhaun tentang TB. Dengan penuh kesabaran ia harus menjelaskan secara detil terutama akibat yang ditimbulkan jika TB tidak ditangani dengan benar, apalagi, catatan dirinya, di Kelurahan Sukamentri tempat ia dan keluarganya tinggal merupakan salah satu lumbung TB di Kabupaten Garut, di mana mata pencaharian penduduknya kebanyakan buruh pabrik, seperti pabrik kulit, konveksi dll. Dengan kondisi rumah berdempetan dan kurang tersinari matahari, sehingga tidak heran bila mereka rentan sekali terkena TB.
Euis, biasa di panggil Ibu Euis TB, mengisahkan, pada peringatan hari TB sedunia 2017 yang diselenggarakan oleh TB Care 'Aisyiyah, tempat tinggal Euis dicanangkan sebagai Kampung Siaga TB. Meskipun demikian tidak mudah untuk menaklukan hati, sekaligus menumbuhkan kepercayaan masyarakat, apalagi saat meminta mereka untuk giliran memeriksakan diri ke puskesmas membutuhkan kebutuhan ekstra. "Ada-ada saja alasannya, tidak bisa meninggalkan pekerjaanlah, takut diminta biaya bayaranlah, dan lain-lain," ujarnya.
Namun dengan usaha kerasnya, Euis terus memberikan penyuluhan yang selalu didampingi oleh petugas TB Puskesmas Guntur dan Tim TB Care 'Aisyiyah. Akhirnya satu persatu suspect TB mau diajak memeriksakan dirinya ke puskesmas. "Dengan senang hati saya bolak-balik mengantar pasien walaupun harus mengeluarkan biaya dari saku sendiri untuk transportasi ke Puskesmas, yang paling penting tugas saya sebagai kader TB yang harus memutus mata rantai penularan TB bisa berjalan walaupun itu tidak mudah semudah membalikan telapak tangan," katanya.
"Salam Sajuta" , artinya Sabar, Jujur, dan Tawakkal menjadi motto dan spirit para kader. Hasilnya, setiap triwulan ada reward untuk kader TB, termasuk Aisyiyah mendapat dukungan dana Global Fund (2012-2017).
Tidak cukup di situ, Euis terus mencari terduga TB (suspek). Setiap kali mendapatkan suspek TB, ia rela mendampingi ke puskesmas untuk pemeriksaan. "Salah satu kebiasaan saya adalah mendengar orang batuk," kata Euis sambil tersenyum. Ia menuturkan, banyak pengalaman selama menjadi kader TB termasuk bagaimana saat menemukan suspek.
"Pernah ketika saya pulang jualan di pasar, dalam angkot terdengar seorang bapak yang batuk-batuk. Saya tanya alamatnya kemudian saya cari ke rumahnya. Setelah dicari dan sampai di rumahnya saya tawarkan untuk memeriksakan dahaknya. Keesokan harinya diketahui ternyata bapak tersebut positif TB," ujar ibu yang kerap dipanggil polisi TB ini.
Pengalaman yang membuat ng sedih, ketika pasien yang memang betul-betul tidak punya tempat tinggal. "Ketika saya mau mengunjungi ke rumahnya, ternyata tidak ada, karena pindah lagi ngontraknya, sampai dra hari saya cari, baru ketemu," ceritanya.
Bila hasil pemeriksaan positif TB, bersama Pengawas Menelan Obat (PMO) ia mendampingi dan mengawasi pasien dalam melaksanakan proses pengobatan, sampai dinyatakan sembuh oleh petugas kesehatan.
Pengalaman yang tidak kalah menarik, Euis menceritakan saat mendapati keluarganya sendiri (adik, dan anaknya sendiri) juga terkena TB. Bagaimana mungkin terjadi? Ya siapa sangka? setengah bertanya, ia kemudian berusaha sendiri mengorek apa yang dikeluhkan adik dan anaknya itu, melihat kondisinya terus menerus batuk dan badannya yang semakin kurus. Kemudian ia pun membujuknya untuk segera diperiksa ke puskesmas. Dan ternyata adik dan anaknya dinyatakan positif TB. "Alhamdulillah dengan pengobatan intensif dan kepatuhan meminum obat akhirnya adik dan anak saya sembuh," ungkapnya.
"Saya bersyukur kepada Allah SWT dan berterima kasih kepada SSR TB Care Aisyiyah, Petugas TB Puskesmas, Dinas Kesehatan dan semua yang terkait yang tidak saya sebutkan satu persatu. Kini adik dan anak saya pun terus mendampingi saya mencari suspect TB," kata Euis didampingi adik dan anaknya.
Hingga kini Euis masih bergelut dalam penanggulangan TB sejak tahun 2012. Menurutnya, capaian suspect TB sampai saat ini kurang lebih 446 orang, di antaranya positif TB 92 orang (89 orang sudah sembuh dan 3 orang sedang berobat).
Semangat dirinya karena berkat dukungan keluarga, terlebih dapat ijin dari “suami” yang dengan ikhlas mengijinkan untuk melayani masyarakat, sebagi bekal mempermudah tugasnya sebagai kader.
Euis kini terus berjuang dan bertekad agar TB bisa tuntas. Dirinya hanya berharap agar masyarakat lebih menumbuhkan kepedulian terhadap kesehatan di lingkungan untuk mendukung Indonesia bebas TB.
"Kebahagiaan bagi saya ketika pasien sembuh itu bahagia luar biasa. Mohon doa dan dukungan dari semua, mudah-mudahan saya bisa memberikan yang terbaik bagi masyarakat/orang lain. Bisa bermanfa’at bagi orang lain,"lanjutnya.
Belakangan diketahui, Euis diundang Bapak Presiden RI, Ir. Joko Widodo, dalam acara Gerakan Bersama Menuju Eliminasi TBC 2030 yang dipusatkan di Eco Park, Kota Cimahi, Rabu, 29 Januari 2020.