:
Oleh MC Balikpapan, Selasa, 30 Mei 2017 | 09:18 WIB - Redaktur: Kusnadi - 438
Balikpapan, InfoPublik – Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi mengatakan, secara yuridis, instrumen hukum dan peraturan perundang-undangan, Indonesia mengakui adanya prinsip persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, tetapi dalam tatanan implementasi penyelengaraan bernegara, diskriminasi dan ketidakadilan, banyak perempuan yang tertinggal dan termarjinalkan dalam berbagai bidang, termasuk dalam hal jaminan perlindungan dan keadilan.
“Salah satu perlakuan diskriminasi terhadap perempuan yakni kekerasan berbasis gender yang terjadi di wilayah domestik maupun publik,” kata Wali Kota Rizal Effendi dalam paparannya pada Rapat Koordinasi Teknis Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kawasan Tengah Indonesia, di Kota Balikpapan, Senin (29/5).
Rizal Effendi mengatakan, berdasarkan data dari tahun 2012 hingga 2016, kasus kekerasan pada perempuan dan anak yang ditangani oleh P2TP2A Kota Balikpapan, mengalami peningkatan, yaitu pada tahun 2015 tercatat ada 124 orang dan tahun 2016 meningkat menjadi 154 orang. Hingga bulan Maret 2017, telah tercatat ada 43 orang korban kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Menurutnya, dengan meningkatnya jumlah kasus tersebut, Pemerintah Kota Balikpapan berupaya menetapkan berbagai kebijakan terkait perlindungan hak perempuan dan anak, meliputi penanganan kasus kekerasan fisik oleh P2TP2A, peningkatan kualitas keluarga, layanan konseling ramah anak dan remaja, dan pemberdayaan perempuan.
Sementara Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dalam sambutan yang dibacakan oleh Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kemen PPA Vennetia R. Danes mengatakan, rapat koordinasi ini yang dilaksanakan 29-31 Mei 2017 ini sebagai langkah operasional dalam menyukseskan Nawacita Kabinet Kerja.
Dijelaskan, RPJMN 2015-2019 telah mengamanatkan perencanaan dan penganggaran program yang responsif jender guna mewujudkan manfaat sumber daya pembangunan yang berkeadilan jender.
“Oleh karena itu percepatan pengarusutamaan jender melalui perencanaan dan penganggaran yang berbasis jender merupakan strategi dalam mengatasi berbagai kesenjangan dalam menikmati hasil-hasil pembangunan, baik antar individu antar kelompok masyarakat dan antar daerah,” papar Vennetia.
Vennetia melanjutkan, pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah di berbagai bidang kehidupan telah membawa perubahan dan keberhasilan dalam meningkatkan derajat hidupan kesjahteraan masysarakat.
Namun, menurutnya, dibalik keberhasilan tersebut masih terdapat kesenjangan yang menyebabkan ketertinggalan dan kemiskinan di perkotaan dan di pedesaan di wiilayah tanah air.
Berdasarkan Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2017 menggambarkan bahwa masih terdapat perempuan miskin di negeri ini yakni 28,51 juta atau 11,13%, Angka Kematian Ibu (AKI) 359 per 100 ribu ibu melahirkan, Angka Kematian Bayi (AKB) 22,23 per 1000 kelahiran.
“Angka tersebut menandakan permasalahan pembangunan perlu dikelola dengan profesional yang menuntut seluruh aparatur pemerintah pusat dan daerah, terleih pimpinan OPD di provinsi dan kab/kota,” lanjutnya.
Agar permasalahan tersebut dapat diselesaikan, maka diperlukan program yang menyentuh langsung ke masyarakat yang dilakukan secara koordinasi dan terpadu antar sektor pusat dan daerah.
Oleh karena itu, Kemen PPA memiliki program 3 ends (3 akhiri, yaitu akhiri kekerasan terhadap perempuan, akhiri perdagangan manusia, akhiri kesenjangan akses ekonomi bagi perempuan.
Kegiatan yang digelar di Hotel Gran Senyiur Balikpapan pada ini dihadiri peserta yang berasal dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Badan Perencana Pembangunan Daerah di Provinsi dan Kabupaten/kota di Kawasan Indonesia Tengah. (Diskominfo/mgm/Kus)