:
Oleh Prov. Banten, Senin, 19 September 2016 | 19:31 WIB - Redaktur: Tobari - 877
Rangkasbitung, InfoPublik - Kendati terletak di sebuah kota kecil, Museum Multatuli yang dibangun di Rangkasbitung, ibukota Kabupaten Lebak, diharapkan tidak hanya menjadi milik warga Lebak saja.
Tetapi bisa menjadi milik rakyat Indonesia bahkan warga dunia yang menjungjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, sebagaimana semangat Eduard Douwes Dekker ketika menulis roman Max Havelaar.
Hal tersebut diungkapkan Bupati Lebak Hj. Iti Octavia Jayabaya, di acara Simposium Para Pembongkar Kejahatan, dari Multatuli sampai Sukarno di Museum Nasional, Jakarta Pusat, Sabtu (17/9).
Menurut Bupati, pembangunan museum ini sama sekali bukan untuk mengkultuskan dan mengagung-agungkan tokoh Belanda yang biasa disebut Multatuli.
“Sama sekali tidak, kami hanya ingin berikhtiar memperkenalkan sejarah kepada generasi muda, bukan hanya kisah tentang Multatuli, tetapi juga tentang sistem kolonial yang bekerja selama berabad-abad di negara kita ini,” Ujar Iti.
Sebagai reaksi dari praktik tersebut, juga akan ditampilkan bagaimana rakyat Indonesia, dalam hal ini Banten khususnya rakyat Lebak, melawan dominasi Kolonial Belanda.
Kepala Bagian humas dan Komunikasi Setda Lebak Eka Prasetiawan menjelaskan bahwa hal Ini menjadi penting agar generasi muda belajar sejarah, baik sejarah negerinya maupun sejarah kampung halamannya sendiri.
“Ketika kita semua memahami sejarah, semestinya pula kita bisa memahami apa tugas kita yang hidup dihari ini untuk merancang hari depan yang lebih baik,” ujar Eka.
Menurutnya, museum Multatuli siap menerima seluruh koleksi-koleksi yang ada di rumah kelahiran tokoh Belanda yang pernah menjadi Assisten Residence Kabupaten Lebak tesebut.
Eka juga menjelaskan dalam konsep penataan ruang yang terintegrasi dengan pemerintahan, alun-alun Rangkasbitung, perpustakaan dan museum ini dalam prespektif Lebak dimasa depan, akan memiliki fungsi stategis di antaranya menjadi ikon Lebak bagi Indoneisa bahkan Internasional.
Selain itu bisa menjadi pusat literasi dan informasi sejarah lebak, tempat pelestarian koleksi sejarah dan bisa menjadi alternatif destinasi wisata.
Sementara menurut penyelenggara simpusium dan Pimpinan Redaksi Majalah Historia, Bonnie Triana, roman yang ditulis Eduard Douwes Dekker yang pernah bekerja dan tinggal di Lebak selama 3 bulan diawal tahun 1856 ini, mampu membangkitkan nasionalisme bangsa, bahkan banyak tokoh yang terinspirasi oleh roman ini.
“Kegiatan Simposium ini sengaja digelar, yang salah satu tujuannya untuk menyambut pembangunan Museum Multatuli yang kini sedang berjalan di Rangkasbitung , Lebak, dimana Eduard Douwes Dekker pernah bertugas,” ujar Bonnie. (MC Prov Banten/toeb)