Selamat Merayakan Hari Rayal Idul Adha Dari Warga Jemaat GPM Rehoboth

:


Oleh MC Gereja Protestan Maluku, Selasa, 13 September 2016 | 08:54 WIB - Redaktur: Kusnadi - 1K


Ambon, InfoPublik – Hujan baru saja reda ketika dua ekor sapi ditarik keluar oleh beberapa orang pemuda dari halaman Gereja Rehoboth di kawasan Batu Gantung, Ambon. Ketua Majelis Jemaat GPM Rehoboth beserta beberapa orang pendeta dan anggota majelis, serta para pemuda mengiringi di belakangnya. Arak-arakan ini membentuk prosesi yang menyusuri ruas jalan raya sepanjang lebih kurang 200 meter, menuju ke wilayah Kampung Waringin dan Talake Muka, Senin (12/09).

Di depan gapura Kampung Waringin, sekumpulan anak kecil telah menanti bersama ibu-ibu berkerudung dan beberapa orang pria dewasa. Sesekali anak-anak berlarian menuju sapi yang dituntun, kemudian kembali ke kerumunannya dengan ceria. Sesaat ketika tibanya rombongan dari Gereja Rehoboth, lagu shalawat dinyanyikan warga Kampung Waringin dengan penuh sukacita. Ustad Rahawarin yang mendampingi warga Kampung Waringin tersenyum sumringah di antara warganya.

Seorang ibu dari jemaat Rehoboth kemudian menyampaikan maksud kedatangan mereka. “Dalam rangka perayaan hari raya Idhul Adha, kami dari Jemaat Rehoboth ingin menyumbangkan seekor sapi sebagai tanda persaudaraan,” ujar sang ibu sambil mempersilahkan Anggota MPH Sinode GPM (Pdt.H.Siahaya,.S.Th) untuk menyampaikan sepatah dua kata dan menyerahkan sapi itu secara resmi.

Tali kekang sapi itu kemudian diserah-terimakan oleh Anggota MPH Sinode GPM kepada Ustadz Rahawarin. Mereka saling menjabat, berpelukan, dan semua orang bertepuk tangan gembira.

Perjalanan kemudian dilanjutkan menuju wilayah Talake Muka, sebuah pemukiman Muslim di depan Kantor PT. Telkom Ambon. Di depan gapura, sekelompok anak-anak berpeci telah menunggu dengan rebana di tangan. Rampak rebana segera terdengar ketika rombongan dari Jemaat Rehoboth tiba disitu.

Arak-arakan dipandu tetabuhan rebana memasuki gang kecil di wilayah itu. Tepat di depan masjid, sebuah tenda kecil telah didirikan. Sekelompok ibu berkerudung menyambut hangat dan mempersilahkan rombongan jemaat Rehoboth untuk mengambil tempat pada deretan kursi yang telah disediakan.

Acara penyerahan sapi berlangsung kembali, sebagaimana yang terjadi di kampung Waringin. Anggota MPH Sinode GPM menyerahkan tali kekang sapi kepada Ketua RW setempat, setelah menyampaikan sambutan singkat.

“Kami tak bermaksud apa-apa dengan penyerahan sumbangan ini. Pada hari baik ini kami hanya ingin berbagi sukacita sebagai ‘orang basudara,’ ujar Anggota MPH Sinode, Pendeta Hengky Siahaya. Semua orang menyambut gembira. Panganan kecil segera dibagikan oleh kaum ibu untuk dicicipi bersama, sambil membangun keakraban diantara warga yang bertetangga.

Warga Jemaat GPM Rehoboth, warga Kampung Waringin dan warga kampung Talake Muka mendiami lokasi yang berhimpitan satu sama lainnya. Garis segregasi tipis terbentuk paska konflik kemanusiaan di Maluku, dan mendemarkasi Kampung Waringin dan Kampung Talake Muka menjadi wilayah yang ditinggali komunitas Muslim. Sementara itu, daerah pelayanan Jemaat GPM Rehoboth melingkupi hampir seluruh wilayah itu. Banyak keluarga Kristen yang nota bene merupakan anggota Jemaat GPM Rehoboth tinggal bertetangga dengan komunitas Muslim di wilayah-wilayah itu.

Kondisi geografis yang seperti itu, mendorong Jemaat GPM Rehoboth untuk mengembangkan program kerukunan lintas agama, yang diharapkan bisa mencairkan kebekuan relasi diantara kedua komunitas disitu.

Selama beberapa bulan terakhir beberapa kegiatan telah dilakukan secara bertahap. Olahraga bersama, pembersihan lingkungan, buka puasa bersama, serta berbagai kegiatan lain telah diinisiasi untuk membangun rasa percaya dan mempererat kembali ikatan persaudaraan yang sempat terkoyak selama konflik.

Dua jam sebelum berlangsungnya acara penyerahan sapi di kedua wilayah itu, bertempat di aula SMK 7, Tanah Lapang Kecil, telah dilangsungkan kegiatan dialog lintas iman yang melibatkan warga dari wilayah-wilayah dimaksud.

Tema dialog yang dipandu oleh Ustadz Abidin Wakano, Pendeta Jacky Manuputty, dan Pendeta Lies Mailoa-Marantika, berkisar pada konsep qurban/kurban dalam tradisi Islam maupun Kristen, serta pengamalannya dalam hidup “orang basudara” sehari-hari.

Hujan lebat yang mengguyur sejak pagi memang terasa mengganggu partisipasi warga dalam acara itu. Sekalipun begitu, dialog yang dihadiri oleh sekitar 50 orang itu berlangsung dalam suasana yang dinamis. Sempat dalam dialog, seorang peserta bertanya apakah dimungkinkan bagi seorang Muslim menerima pemberian hewan kurban dari seorang Kristen. Oleh Ustadz Abidin pertanyaan ini dijawab dengan lugas. Menurutnya, hewan yang disumbangkan bisa diterima sebagai hadiah.

Penjelasan Ustadz Abid membantu menenangkan komunitas Muslim yang akan hadir untuk menerima pemberian itu. Sekaligus merubah redaksi penyerahan dua ekor sapi itu yang disampaikan oleh Wakil Ketua Sinode. Pada redaksi yang telah dipersiapkan sebelumnya, penyerahkan hewan sapi itu akan disebut sebagai “penyerahan hewan qurban,” namun berdasarkan penjelasan itu redaksinya diganti menjadi “penyerahan sumbangan.”

Dialog yang terbuka dan lugas telah membantu membuka pengertian untuk memahami keunikan masing-masing komunitas agama, untuk saling mengerti dalam upaya membangun hubungan. Dialog menuntun untuk mengetahui hal-hal yang diperbolehkan maupun tidak dalam relasi lintas batas. Dengan begitu, hubungan “orang basudara” bisa kembali terjalin harmonis, dan anak-anak kita dapat mewarisi suatu pengalaman pengelolaan hidup bertetangga antara “Salam dan Sarane” (Muslim dan Kristen) secara positif.

Senja semakin turun, waktu telah menunjukan pukul 18.30. Sebentar lagi beduk sholat magrib akan terdengar. Rombongan dari jemaat Rehoboth memutuskan segera beranjak pulang, supaya tak mengganggu waktu sholat magrib. Acara berbagi kasih telah selesai, berbagi sukacita telah usai, namun berbagi hati akan terus berlanjut. Hati sesama orang basudara yang mendiami wilayah yang sama.(Pdt.Jacky.Manuputty,.MA/Kus)