:
Oleh MC Gereja Protestan Maluku, Jumat, 9 September 2016 | 10:03 WIB - Redaktur: Tobari - 3K
Ambon, InfoPublik – Ketua Sinode Gereja Protestan Maluku (GPM) Pdt. Drs. A.J.S. Werinussa,.M.Si menjelaskan bagaimana Gereja Orang Basudara diletakan dalam perspektif Teologi dan Eklesiologi, yang akan menjadi satu produk GPM secara institusi.
“Ini adalah gagasan GPM secara utuh untuk menjadi gereja yang memiliki identitas, dan memiliki karakter dan berciri khas,” katanya di sela-sela kesibukan Gereja Protestan Maluku (GPM) memperiapkan diri mensyukuri 81 tahun GPM, Senin (5/9).
Gereja orang basudara (bersaudara) sebetulnya merupakan hasil refleksi pengalaman bergereja di Maluku, terutama Gereja Protestan Maluku (GPM), dalam bersentuhan dengan umat beragama lain.
Setelah pengalaman konflik, kami merasa bahwa kami harus mengangkat ke permukaan nilai-nilai persaudaraan yang selama ini terkemas dalam adat dan budaya kita sebagai orang Maluku, misalnya ada pela gandong.
“Begitupun juga kearifan-kearifan lokal tentang adat budaya persaudaraan yang menjadi tradisi oleh setiap daerah di wilayah Maluku dan Maluku Utara, karena itu kami sepakat sebagai GPM untuk mengangkatnya menjadi ciri GPM,” kata Werinussa.
Pengakuan Gereja Orang Basudara digagas karena GPM secara teologi dan eklesiologi mengakui kemajemukan sebagai karunia Tuhan, dan itu merupakan bentuk serta cara Tuhan bagi kehidupan untuk membebaskan dan menyelamatkan manusia dari kebinasaan dalam bentuk kemajemukan agama, budaya, adat-istiadat dan sebagainya.
“Karena itu kami merasa perlu untuk menjadikan GPM sebagai gereja orang basudara,” katanya menambahkan.
Kedepan gereja orang basudara ini bagaimana. Praktek-praktek bergerejanya, yaitu praktek bersama-sama kita lihat saja telah menjadi kebiasaan di GPM kalau ada peletakan batu penjuru gereja, biasanya menghadirkan gandong-gandong yang kendatipun beragama muslim juga dilibatkan, peresmian gereja juga kegiatan lainnya.
Dalam pentahbisan gedung gereja Bethania Klasis Kota Ambon kemarin, yang merupakan salah satu gereja cikal bakal jemaat-jemaat di Kota Ambon, kami bersama dengan Gubernur Maluku, turut menandatangani prasasti sesuatu yang sangat “sakral di GPM”.
Hal ini, biasanya hanya dilakukan oleh para Pendeta terutama pimpinan Gereja, tapi pada kesempatan ini kami membuka ruang bagi basudara (bersaudara) Muslim melalui Gubernur Maluku Ir. H. Said Assagaff.
Ia merupakan representasi dari basudara muslim menandatangani Prasasti tersebut, dan bagi kami itu saatnya kami meletakan sekaligus mencanangkan dalam rangka HUT 6 September GPM sebagai Gereja Orang Basudara.
“Eklesiologi Gereja Orang Basudara, artinya GPM memahami diri bahwa dia adalah bagian dari persaudaraan sejati umat manusia, dan teristimewa di Maluku,” kata Werinussa.
Gereja Orang Basudara bukan saja kami membangun persaudaraan dengan orang Maluku tetapi yang paling penting juga suku-suku lain serta orang lain yang ada di Maluku, dan ini persoalan kemanusian yang perlu dibangun menjadi warna bergereja.
Dalam rangka itu kami sudah menugaskan seluruh pimpinan-pimpinan klasis dan pimpinan-pimpinan jemaat, supaya mereka dalam peragaan kepemimpinan pelayanan harus betul-betul mencerminkan kita sebagai Gereja Orang Basudara.
Perayaan ini untuk kami MPH pada tahun pertama, kita lebih banyak bersyukur yang dikemas dalam berbagi cara oleh panitia sendiri. Tanggal 3, ia dan panitia beranjak ke lapas di negeri lama, untuk mengakatakan bahwa kita ingin menyampaikan pesan-pesan gereja.
“Ini dimaksudkan untuk memberi penguatan pengharapan kepada kawan-kawan kita yang menjadi warga binaan disana, baik muslim baik kristen serta agama lainnya, dan kita membawa tanda kasih kepada mereka,” katanya.
Sebelum tanggal 3, ada pencanangan untuk penanggulangan HIV AIDS dalam bentuk senam di lapangan Merdeka. Ini diluar agenda panitia, namun dalam rangka HUT 6 September dan pada resepsinya, kita membukanya untuk seluruh warga gereja dan agama lainnya.
Di jemaat ada banyak kegiatan, misalnya lomba-lomba olahraga, gerak jalan, dan musik gereja dan lain sebagainya, sementara kalau di Sinode kita hanya fokus bersyukur.
GPM terus adaptif dengan tantangan serta perubahan trend dari berbagai unsur, oleh karena itu GPM terus melakukan peningkatan pelayanan, penguatan pelayanan dan ada agenda khusus (pemberdayaan SDM) melalui program-program tingkat Sinode, Klasis, serta jemaat, untuk memberdayakan para pelayan sehingga bekerja lebih efektif untuk penanggulangan berbagai hal terkait pembangunan spiritual. (MC GPM/toeb)