:
Oleh MC Provinsi Jawa Tengah, Senin, 18 Juli 2016 | 12:30 WIB - Redaktur: Kusnadi - 397
Semarang, InfoPublik - Gerbang SMPN 2 Semarang Senin (18/3) sudah tampak ramai, meskipun jarum jam baru menunjukkan pukul 6.30 WIB. Satu per satu siswa berseragam putih merah memasuki gerbang sekolah dengan wajah sumringah. Mereka berjalan beriringan dengan ayah atau ibunya.
Beberapa guru berjajar rapi di dekat gerbang sekolah. Sembari tersenyum, mereka menyapa dan menyalami siswa kelas VII yang tiba bersama orang tua mereka. Termasuk Dyah Wahyuningsih, salah seorang orang tua murid yang bekerja di Badan Arsip dan Perpustakaan Provinsi Jawa Tengah.
Dyah mengantarkan sang putra, M Aqil Fauzaan, yang baru saja lulus dari SD. Pada hari pertama sekolah, dia sengaja berangkat lebih awal untuk absen dan izin ke kantor terlebih dahulu. Dyah tidak hanya mengantarkan putranya, tetapi juga menghadiri sosialisasi tentang program pembelajaran yang akan disampaikan masing-masing wali kelas.
"Saya sudah ke kantor, saya sudah absen, dan saya sudah mengajukan surat izin ke pimpinan (untuk mengantar anak). Ini tidak sekadar ada undangan resmi dari sekolah, tetapi ada sosialisasi program pembelajaran," terangnya.
Dyah merasa, aktivitas mengantarkan anak ke sekolah akan membuat anak lebih percaya diri saat beradaptasi di lingkungan sekolah yang baru dan bersemangat saat belajar.
Tak berselang lama dari kedatangan Dyah, Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP dan istri Hj Atikoh turun dari mobil dinas. Rupanya, mereka juga mengantarkan putra semata wayangnya M Zinedine Alam Ganjar pada hari pertama sekolah sebagai siswa kelas IX SMPN 2 Semarang.
Seperti siswa lainnya, Alam menyapa dan menyalami beberapa guru di gerbang sekolah. Alam mengaku senang, kedua orang tuanya dapat mengantarkan dia ke sekolah pagi itu, meski harus menjadi pusat perhatian awak media dan orang tua lainnya.
"Kalau diantar Bapak/Ibu ya senang karena jarang-jarang. Tapi agak jadi pusat perhatian sih. Ya, kalau bisa sih (diantar setiap hari). Waktu kelas VII lumayan sering diantar (orang tua)," ujarnya sambil tersenyum.
Selama perjalanan, Alam mengaku mengobrol tentang kehidupan sekolah sehari-hari bersama kedua orang tuanya. Hari ini dia akan bertemu teman-teman baru di kelas IX dan harus lebih serius memersiapkan ujian kelulusan.
Gubernur Ganjar Pranowo dan istri tidak hanya menyapa dan menyalami beberapa guru di gerbang sekolah. Mereka pun turut menyambut para siswa dan orang tua.
"Saat (siswa) saya tanya satu per satu wajahnya bergembira. Kegembiraan pertama karena mendapatkan sekolah yang diinginkan. Kedua, orang tua juga mengantar," terang Ganjar.
Menurutnya, aktivitas mengantarkan anak ke sekolah tidak hanya memupuk percaya diri (PD) anak, namun juga membentuk kedisiplinan pada diri mereka. Ganjar mencontohkan Alam pernah bermalas-malasan untuk berangkat ke sekolah.
Dia menduga putranya itu rindu untuk diantar orang tuanya ke sekolah. Ganjar pun berangkat awal demi mengantarkan putranya ke sekolah setiap hari.
"Anak saya pernah agak malas. Bangunnya siang. Ada apa? Ternyata dia sendiri rindu diantar (ke sekolah). Maka, dulu saya setiap hari mengantar (anak ke sekolah) sebelum ke kantor. Lama-lama dia terbiasa, asyik, mulai mendisiplinkan diri. Lalu bilang, Yah, aku berangkat sendiri. Saat itu, kita sudah cukup mengantar dia untuk PD," ceritanya.
Komitmen orang tua untuk mengantarkan anak ke sekolah, lanjut Ganjar, akan menciptakan komunikasi yang intens dengan anak. Pasalnya, selama perjalanan anak memiliki kesempatan untuk bercerita tentang kehidupan sekolahnya. Orang tua juga dapat menjalin komunikasi yang intens dengan para guru untuk memantau perkembangan anak saat di sekolah.
"Kadang kita lambat mengikuti (perkembangan anak). Kalau kita lambat, kita tidak tahu apakah anak kita belajar dengan baik, apakah anak kita juara, gimana cara kita mengapresiasi mereka. Atau mungkin anak kita sedang ada masalah dengan gurunya, dengan teman, atau dengan hal-hal yang dilarang. Orang tua harus perhatian. Ngobrol aja," bebernya.
Bahkan, Ganjar berharap, aktivitas mengantarkan anak ke sekolah tidak hanya berlangsung sekali atau dua kali. Jika ada waktu dan kesempatan, misalnya, tiap hari sambil berangkat kerja, orang tua diminta mengantarkan anaknya ke sekolah.
" Saya berharap, apa yang diimpikan Pak Anies Baswedan untuk mengantar (anak ke sekolah) tidak hari ini saja," sarannya.
Meski diizinkan mengantarkan anak ke sekolah, Ganjar berpesan agar para orang tua yang bekerja sebagai pelayan publik, seperti PNS, tidak menyalahgunakan kesempatan tersebut untuk membolos.
“Ya nggak apa-apa. Yang penting nggak bolos. Izin saja. Kalau sudah antar, sudah ada briefing (dari guru), sudah diserahterimakan (ke guru), ya sudah kerja lagi. Ngantar itu bukan nunggoni lho. Ngantar itu bukan ikut sekolah. Ngantar bukan untuk membuat agenda tersembunyi," tegas orang nomor satu di Jawa Tengah itu.
Apabila putra-putrinya mereka ternyata bermasalah saat masa pengenalan lingkungan sekolah berlangsung, Ganjar menyarankan orang tua yang bekerja sebagai PNS di lingkungan Pemprov Jateng untuk segera menghubungi pimpinan. Dengan demikian, mereka memeroleh izin untuk menemani anak di sekolah.
"Kalau hari ini ada putra-putrinya ada yang tidak nyaman (di sekolah), pegawai Pemprov boleh telepon kepada pimpinan. Bapak/Ibu, anak saya bermasalah. Saya harus nungguin. Kalau tidak bermasalah, tinggal," lanjutnya.
Usai mengantarkan Alam ke sekolah, Ganjar mengantarkan istri untuk bekerja di Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Provinsi Jawa Tengah.
Sama halnya dengan Ganjar, Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang Drs Bunyamin MPd dan istri pun mengantarkan putranya sebagai siswa baru di SMPN 2 Semarang. Bunyamin mengaku, putranya sempat merasa malu ketika diantar oleh kedua orang tua ke sekolah. Putranya merasa mampu untuk berangkat ke sekolah secara mandiri karena sudah besar.
"Kadang-kadang anak malu kalau dianterin. Sidah Yah, Ayah kerja saja. Tadi waktu saya antar, bilang begitu. Saya jelaskan, ini tugas ayah dan ibu untuk mengantarkan adik ke sekolah. Kalau adik sudah diserahkan guru-guru, ayah dan ibu berangkat kerja," bebernya.
Bunyamin juga menegaskan, saat ini pengenalan lingkungan sekolah (PLS) resmi diberlakukan. Bukan lagi masa orientasi sekolah (MOS). Dengan diberlakukannya PLS, pengawasan terhadap perpeloncoan atau instruksi lainnya yang tidak edukatif dari pihak sekolah semakin ketat. Bunyamin mengaku telah menurunkan semua tim pengawas untuk memantau PLS di wilayah masing-masing.
"Kami sudah turunkan tim. Semua pengawas sekolah hari ini keliling wilayahnya. Pejabat struktural juga keliling sekolah. Insya Allah kalau berjalan efektif, perpeloncoan tidak ada. Perintah aneh-aneh yang tidak edukatif, seperti pakai topi atau tas yang tidak layak, dilarang keras," tegasnya.
Menurut Bunyamin, kreativitas dapat dikembangkan melalui keterampilan prakarya yang akan diberikan secara formal melalui pendidikan seni. Bukan melalui perpeloncoan. (humas jateng/MCjateng/Kus)