:
Oleh Media Center Aceh, Jumat, 27 Mei 2016 | 08:59 WIB - Redaktur: Eka Yonavilbia - 404
Banda Aceh. Info Publik. Sebagai daerah yang memiliki salah satu kawasan konservasi hutan terluas di Indonesia, Aceh mempunyai peran penting dalam menghadapi dampak dan tantangan perubahan iklim dunia.
Hal tersebut disampaikan oleh Gubernur Aceh, dr. Zaini Abdullah dalam sambutannyasaat membuka Seminar Internasional "Aceh Commitment for Climate Change: Impact and Challenge" di Banda Aceh, Kamis (26/5).
Menurutnya, hutan Aceh menjadi bagian penting dari solusi penanganan dampak perubahan iklim global mengingat kondisinya yang masih alami dan mampu menyerap karbon dalam jumlah besar."Dalam konteks ini, Pemerintah Aceh berkomitmen untuk mengurangi emisi sebesar 7 persen dari komitmen Indonesia (29 persen) pada 2030. Namun, jika ada kerjasamadan bantuan baik dari Pemerintah Pusat maupun pihak internasional, komitmen kita 20 persen," ujarnya
Dampak dari perubahan iklim menurutnya adalah nyata dan dapat kita rasakan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu daripadanya adalah meningkatnya suhu bumi, dimana menurut sebuah laporan dari Intergovernmental Panel On Climate Change (IPPC) pada tahun 2007 menyatakan bahwa suhu bumi pada periode 1990-2005 naik antara 0,05 sampai 0,13 derajat celcius. "Jika kondisi ini dibiarkan maka diprediksi pada periode 2050 –2070, suhu bumi akan naik pada kisaran 4,2 derajat celcius," kata Gubernur Zaini.
Sebagai langkah awal bagi Aceh dalam memainkan perannya terkait mitigasi dampak dari perubahan iklim tersebut, Zaini menyebutkan Pemerintah Aceh sudah memiliki dua dokumen perencanaan, yaitu Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAD-GRK), dan Strategi Rencana Aksi Provinsi Dalam Mengurangi Emisi Akibat Deforestasi Dan Degradasi Dan Upaya Konservasi (SRAP REDD+).
"Kedua dokumen perencanaan tersebut penting dan dijadikan sebagai dasar dalam penyusunan program dan kegiatan seluruh stake holder yang peduli terhadap pengurangan emisi di Aceh," jelas Zaini.
Selain itu, Pemerintah Aceh menurut Gubernur juga telah menjalankan berbagai program dalam upaya mitigasi perubahan iklim, yaitu antara lain, pemanfaatan potensi sumber daya hutan, perlindungan dan konservasi sumber daya hutan, rehabilitasi hutan dan lahan, perencanaan dan pengembangan hutan, pengembangan kinerja pengelolaan persampahan, Pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan hidup, Perlindungan dan konservasi Sumber Daya Alam (SDA), serta pengembangan ekowisata dan berbagai program lainnya.
Selanjutnya, Gubernur Zaini mengatakan Aceh mempunyai banyak sumber daya energi terbarukan (renewable energy) seperti pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan energi panas bumi, yang dapat dimanfaatkan dalam rangka mengurangi ketergantungan manusia terhadap sumber energi fosil yang menjadi salah faktor perubahan iklim. "Bahkan, beberapa sumber energi Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) sudah beroperasi seperti di Kabupaten Aceh Tengah dan Gayo Lues. Sumber energi seperti ini tentunya perlu dimanfaatkan secara optimal di masa yang akan datang," katanya.
Dalam kesempatan tersebut, Gubernur Zaini meminta dukungan dari para investor dan donor dalam mengembangkan sumber daya energi terbarukan, seperti energi air dan panas bumi untuk mengatasi kekurangan listrik di Aceh.
"Dukungan dari pimpinan/komisaris dari pelaku usaha dan perusahaan-perusahaan besar di Aceh serta pimpinan/direktur lembaga donor dan lembaga-lembaga sipil masyarakat sangat penting untuk mencapai komitmen Aceh menurunkan emisi sampai 20 persen pada tahun 2030," pungkas Gubernur Zaini.
Acara Seminar Internasional "Aceh Commitment for Climate Change: Impact and Challenge" tersebut diikuti oleh ratusan peserta yang terdiri dari beberapa perwakilan negara donor, para akademisi, aktivis lingkungan, perwakilan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Bappenas. Turut hadir Wali Nanggroe, Paduka Yang Mulia MalikMahmud Alhaytar, Ketua DPR Aceh, Muharuddin, Kepala Bapedal, Ir. Iskandar serta perwakilan dari Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA) terkait. (Mc.Aceh/rl.Humas/eyv)