BRIN Bahas Pembangunan IKN dalam Perspektif HAM

: Penjelasan artikel ilmiah “The Nusantara Capital City Project: Why Development and Human Rights Do Not Always Mix”/ foto: BRIN


Oleh Mukhammad Maulana Fajri, Selasa, 14 Mei 2024 | 21:19 WIB - Redaktur: Untung S - 173


Jakarta, InfoPublik – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Tengah membahas terkait Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) dilihat dari perspektif Hak Asasi Manusia (HAM).

Dikutip dari keterangan tertulis www.brin.go.id pada Selasa (14/5/2024), Hak Asasi Manusia (HAM) menjadi esensi positif elemen dari hukum dan pembangunan, namun pembangunan tidak selalu selaras dengan HAM itu sendiri.

Hal tersebut menjadi pokok pembahasan Kepala Pusat Studi HAM Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Mirza Satria Buana, saat menjadi pembicara dalam Forum Diskusi Budaya (FDB) seri ke-75 yang diselenggarakan Pusat Riset Masyarakat dan Budaya (PRMB) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada Senin (13/5/2024).

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Lambung Amangkurat tersebut menyampaikan kajian tersebut dari sebuah sumber artikel ilmiah “The Nusantara Capital City Project: Why Development and Human Rights Do Not Always Mix”. Ia mengutip dari perspektif Martin Wolf dalam bukunya the Crisis of democratic capitalism.

Dikatakan dalam artikel tersebut, bahwa pembangunan tanpa ada struktur hukum dan perlindungan HAM kepada masyarakat dengan memberikan keamanan sipil dan politik kepada masyarakat, maka pembangunan itu hanya sebagai ilusi. Menurutnya, hal itu yang ia rasakan juga terjadi di beberapa negara-negara, termasuk Indonesia.   

Pembahasan Mirza tersebut, ditujukan untuk mengkaji proses Ibu Kota Negara (IKN). Hal itu tentang bagaimana Undang - Undang (UU), juga peraturan presiden (Perpres) dan implementasinya. Untuk menganalisis tersebut, ia dan timnya menggunakan konsep, yaitu legitimasi dan uji koherensi. Dalam konsep legitimasi, ada keberadaan dan aksesibilitas norma yang mendukung proses demokrasi.

Mirza juga menyebutkan norma-norma hukum itu harus memberikan pilihan politik dan peningkatan kemampuan masyarakat. Kemudian, norma hukum menyediakan mekanisme, yakni kesepakatan kebijakan dalam artian pembangunan itu harus mendapatkan izin (consent) dari masyarakat. Lalu, ada norma untuk menyediakan mekanisme akuntabilitas pemerintah kepada masyarakat. Hal tersebut untuk mengawal pemerintah, agar pemerintah bertanggung jawab atas pembangunan.

Kemudian di dalam uji koherensi, terdapat norma yang berisi kewajiban-kewajiban bagi pemangku kewajiban yaitu pemerintah. Sehingga norma itu merupakan kewajiban pemerintah untuk melaksanakan kewajiban HAM-nya kepada masyarakat. Norma itu, menurutnya, tidak boleh ambigu, harus jelas dan konsisten, lalu yang paling penting adalah norma yang tercantum dalam undang-undang harus selaras dengan praktiknya. Namun dalam praktiknya, ia masih merasa banyak masalah di negara ini, jika terkait konsistensinya di dalam mewujudkan norma tersebut. 

Mirza menguraikan, partisipasi dan transparansi kebijakan tersebut berdasarkan hasil penelitian bersama timnya pada masyarakat adat dan lokal di Pemaluan Sepaku, kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Dikatakannya, pihaknya tidak pernah mendapat informasi yang utuh dari pemerintah terkait IKN. Begitu juga di wilayah pesisir Jenebora, kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur dan Kuala Semboja, kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.  “Di sana, tidak ada FPIC (Free, Prior, Informed Consent) dalam proses pembangunan!” tandasnya. 

Mirza mengakui meski ada partisipasi publik namun tidak menyeluruh sampai kesepakatan Perpres Nomor 63 Tahun 2022. Ia lantas menganalisis, bahwa norma partisipasi publik lemah, di mana seharusnya dapat dilibatkan dan dipertimbangkan dalam menyusun rencana pembangunan, dan lain-lain. Tidak ada penjelasan rinci baik dalam UU maupun Perpres. Tentang bagaimana partisipasi publik dijalankan, di mana partisipasi publik hanya tokenisme. Artinya ada tapi hanya sebagai cantolan saja.

Bagaimana partisipasi publik dijalankan dalam proses perundang-undangan juga dalam praktiknya tidak dijelaskan. Hal ini yang menjadi fokus penelitiannya, bahwa proyek IKN, menurut pandangannya, tidak koheren dan gagal dalam uji legitimasi.

Sri Palupi selaku peneliti The Institute for Ecosoc Rights, sebagai pembahas, ia juga memberikan ulasan, bahwa audit HAM atas IKN itu menunjukkan bahwa pola pembangunan IKN serupa dengan strategi nasional lainnya yang secara legal maupun dalam praktiknya sudah bermasalah. Hal ini cenderung mengabaikan dan bahkan menolak penerapan nilai-nilai pembangunan. Indikasi penolakan nilai dan standar HAM, menurutnya, sangat jelas dan detail. 

Lalu, ia memberikan contoh di dalam melakukan audit HAM terhadap PSN (Proyek Strategis Nasional) khusus untuk bendungan. “Kami membongkar semua aturan yang dipakai oleh pemerintah di dalam melaksanakan proyek strategis nasional di proyek bendungan itu. Di sini kelihatan betul bahwa bukan hanya aturannya yang tidak memadai, tetapi aturan yang ada pun yang dibuat sendiri oleh pemerintah itu sendiri tidak dijalani,” urainya. 

Sri menambahkan tentang relasi HAM dan pembangunan. Di mana kondisi pelaksanaan HAM bergantung pada kondisi demokrasi. ”Jika unsur-unsur kualitas demokrasinya jauh merosot bagaimana kita mau berharap bahwa pembangunan itu sejalan dengan HAM? Apalagi dengan praktik diktatorial seperti di IKN,” ujarnya. 

Ia mengutarakan, kondisi HAM juga bergantung pada praktik pembangunan. dengan makna pembangunan yang direduksi sebagai pembangunan ekonomi dan pertumbuhan, sulit diharapkan bahwa pembangunan itu akan sejalan dengan HAM. selama tolok ukur pembangunan adalah uang, maka menurut pandangannya, HAM tak pernah punya tempat dalam pembangunan dan bahkan dalam pikiran para penyelenggara negara. 

Sebagai penutup, ia juga menegaskan sebagaimana eksekutif dari radikal pembangunan itu bukan tentang pabrik, bendungan, Jalan, maupun pembangunan tentang manusia. Tujuannya adalah pemenuhan materi budaya dan spiritual bagi masyarakat. Maka, dipandangnya, faktor manusia adalah nilai tertinggi dalam pembangunan. “Maka, bangunlah jiwanya bangunlah badannya!,” ujarnya.

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh MC KAB PASER
  • Selasa, 28 Mei 2024 | 11:24 WIB
Pemkab Paser Kaltim Hibahkan Lahan ke TNI AL untuk Mako Lanal di IKN
  • Oleh Mukhammad Maulana Fajri
  • Kamis, 23 Mei 2024 | 11:13 WIB
BRIN Siap Kolaborasi untuk Riset Terkait Komoditas Rumput Laut
  • Oleh Mukhammad Maulana Fajri
  • Selasa, 21 Mei 2024 | 16:16 WIB
World Water Forum Buka Peluang Kolaborasi Riset Internasional
  • Oleh Mukhammad Maulana Fajri
  • Selasa, 21 Mei 2024 | 13:52 WIB
BRIN Kembangkan Teknologi Ozon dan Nanobubble untuk Bahan Pertanian