:
Oleh Tri Antoro, Rabu, 12 Oktober 2016 | 14:14 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 344
Jakarta, InfoPublik - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) kekurangan ahli- ahli insinyur untuk membangun berbagai infrastruktur.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menjelaskan, instansinya memerlukan para ahli insinyur seperti ahli jembatan, ahli jalan, ahli bendungan dan ahli jalan raya. “Kami merasa di PUPR sudah jarang ahli jembatan, ahli irigasi, ahli bendungan, ahli jalan raya,” katanya saat memberikan sambutan dalam Rapimnas Persatuan Insinyur Indonesia (PII), di Jakarta, Selasa (10/11).
Menurut dia, kebutuhan insiyur profesional di Indonesia hingga 2025 diprediksi mencapai 120 ribu orang atau sekitar 10 ribu insinyur profesional per tahun. Kementerian PUPR telah bekerjasama politeknik-politeknik diantaranya Politeknik Negeri Jakarta (PNJ) dengan vocational school di level politeknik dan menerima para mahasiswa untuk magang di proyek Kementerian PUPR.
“Insinyur juga seperti dokter. Setelah wisuda baru menjadi Sarjana Kedokteran. Untuk menjadi Dokter, perlu koas/ magang selama dua tahun. Demikian juga Fakultas Teknik yang begitu lulus baru menjadi Sarjana Teknik, belum menjadi insiyur. Sarjana Teknik belum bisa mendesain dan menyusun RAB. Sehingga harus ada pendidikan khusus secara profesional. Dalam arti, begitu lulus dengan sertifikat profesional bisa bekerja sebagai perencana dan pengawas,” jelas Basuki.
Menanggapi hal itu, Ketua Umum PII Hermanto Dardak menjelaskan untuk meningkatkan daya saing, perlu meningkatkan kualitas insinyur baik nasional maupun internasional. Untuk itu dilakukan program profesi insinyur. Dalam program tersebut, terdiri dari 70 persen magang dan 30 persen materi di kelas.
Disampaikannya arah pembangunan Indonesia tercantum dalam Nawacita Presiden RI, diantaranya adalah membangun Indonesia dari pinggiran, meningkatkan produktivitas dan daya saing di pasar internasional, serta mewujudkan kemandirian ekonomi. Pembangunan nasional masih menghadapi tantangan daya saing global. Berdasarkan Indeks Daya Saing Global (GCI), Indonesia mengalami penurunan dari peringkat 37 pada tahun 2015 menjadi peringkat 41 pada tahun 2016. Salah satu indikator daya saing global adalah infrastruktur.