:
Oleh H. A. Azwar, Kamis, 26 Mei 2016 | 10:57 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 876
Jakarta, InfoPublik - Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan selaku pengacara negara, berhasil membantu menarik dana sekira Rp31 miliar, dari sedikitnya 3.900 perusahaan, yang menunggak iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan sepanjang tahun 2015.
Kepala Kejari Jakarta Selatan, Sarjono Turin pada acara evaluasi hasil kerja bersama antara Kejari Jaksel dan BPJS Ketenagakerjaan Wilayah Jakarta serta pemberian surat kuasa khusus (SKK) menyatakan, pihaknya sudah menjalin kerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan Wilayah DKI Jakarta.
Salah satu tugasnya membantu menarik iuran macet dari perusahaan ‘nakal’. “Untuk tahun ini berhasil ditarik dana sekitar Rp1 miliar,” kata Sarjono.
Selain itu, lanjut Sarjono, kejaksaan juga membantu memperingatkan perusahaan yang belum menyertakan karyawannya menjadi anggota BPJS Ketenagakerjaan.
Kejaksaan berperan menegur beberapa korporasi yang nakal tersebut. Ini sesuai Pasal 30 Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan. Pada bidang perdata dan tata usaha negara, Kejaksaan bisa memberi bantuan hukum sebagai jaksa pengacara Negara, imbuh Sarjono.
Menurut Sarjono, untuk semua pelaksanaan itu, didahului dengan adanya penandatanganan nota kesepahaman antara Kejaksaan Negeri Jakarta dengan BPJS Ketenagakerjaan. Pihak BPJS, tambahnya, menerbitkan surat kuasa khusus (SKK), yang dijadikan landasan bagi Kejari Jaksel bertindak.
Kerja sama ini sesungguhnya telah berlangsung sejak tahun 2014 lalu. Selama 2015 telah terbit 386 SKK dari BPJS Ketenagakerjaan DKI pada Kejari Jakarta Selatan. Sedang selama 2016, hingga April, ada 176 SKK yang terbit, ujar Sarjono.
Walau begitu, Sarjono mengakui, sejauh ini belum ada perusahaan yang ditegur, yang prosesnya berlanjut ke meja hijau. “Kami tegur tiga kali, biasanya pada teguran kedua, mereka sudah penuhi kewajibannya,” papar Sarjono.
Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah BPJS Ketenagakerjaan DKI Jakarta Endro Sucahyono menyatakan saat ini telah ada regulasi yang mewajibkan pelaku usaha untuk menjamin keselamatan pekerjanya.
Pada Undang-Undang nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang nomor 24 tahun 2011 tentang BPJS, perusahaan diwajibkan daftarkan pegawainya jaminan keselamatan kerja, kata Endro.
Bagi perusahaan yang masih enggan menjamin keselamatan pegawainya, selain memperoleh sanksi hukum juga terkena sanksi dalam bentuk lain. Misalnya, dipersulit perizinannya atau malah dicabut izinnya, tukas Endro.
Dalam skala nasional, BPJS Ketenagakerjaan diketahui sudah membukukan dana kelolaan sebesar Rp220 triliun dalam empat bulan pertama tahun ini. Angka itu melampaui pencapaian tahun lalu yang hanya Rp206 triliun. Realisasi tersebut sudah 89,4 persen dari target dana kelolaan yang dipatok perseroan Rp246 triliun sampai akhir tahun.
“Pertumbuhan ini ditopang oleh pengembangan investasi dan dari iuran yang masuk,” kata Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Agus Susanto di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Agus menambahkan, BPJS Ketenagakerjaan hingga April lalu telah mengumpulkan iuran sebesar Rp14,2 triliun atau 33 persen dari target iuran peserta Rp42 triliun sepanjang 2016.