Hasil Riset yang Dirasakan Masyarakat Hanya 25 Persen

:


Oleh Astra Desita, Minggu, 21 Februari 2016 | 06:48 WIB - Redaktur: Astra Desita - 240


Jakarta, InfoPublik - Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristekdikti) Muhammad Dimyati mengatakan hasil riset yang benar-benar bisa diterapkan dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat hanya sekitar 25 persen setiap tahunnya.

"Jumlah proposal yang masuk ke kita setiap tahun sekitar 30 ribu, tetapi yang bisa dibiayai hanya sekitar 12.500. Dari jumlah itu, yang benar-benar bisa dirasakan manfaatnya untuk masyarakat hanya sekitar 25 persen," tutur Muhammad Dimyati  di  Jakarta, Sabtu (20/2).

Sebelumnya kata dia, Presiden Joko Widodo dalam pembukaan Konferensi Nasional Forum Rektor Indonesia di Yogyakarta, meminta perguruan tinggi bisa menghasilkan riset yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
Selain permasalahan, sedikitnya riset yang bermanfaat bagi masyarakat.

Indonesia juga membutuhkan 200 ribu peneliti di berbagai bidang agar dapat bersaing dengan negara lain.
Saat ini sumber daya manusia ilmu dan pengetahuan, khususnya peneliti Indonesia yang terdaftar di LIPI hanya berkisar 8.000 orang dan 16.000 peneliti bekerja di perguruan tinggi. Sedangkan peneliti yang berada di bawah naungan institusi swasta, belum dapat dipastikan jumlahnya.

"Jumlah peneliti tersebut tentu saja terlalu kecil dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang mendekati 240 juta jiwa," jelasnya.

Sebagai perbandingan, Belarusia sebuah negara kecil di Eropa memiliki 36 peneliti per 10.000 penduduk. Sementara Indonesia masih pada komposisi satu peneliti per 10.000 penduduk.

Salah satu perhatian khusus yang perlu didukung untuk memperkuat kuantitas dan kualitas penelitian adalah infrastruktur.
Muh Dimyati mengatakan, Indonesia harus mengedepankan infrastruktur, mengingat seorang peneliti harus berada dekat obyek penelitian dan dengan komunitas untuk mendiskusikan letak permasalahannya tanpa halangan pekerjaan lain.

Permasalahan utama yang terjadi saat ini adalah mekanisme penyusunan laporan pertanggung jawaban keuangan yang rumit serta menyulitkan para peneliti dalam melakukan riset.

Oleh karena itu kata dia, kami melakukan diskusi dengan Kementerian Keuangan agar laporan pertanggungjawaban para peneliti yang menggunakan dana negara tidak berbasis perjalanan dinas tetapi berbasis hasil.

Cara tersebut, lanjut Dimyati, merupakan cara pertanggungjawaban yang mengkonversi penggunaan keuangan ke luaran penelitian yang diperoleh. Kunci dari metode ini adalah standarisasi nilai luaran penelitian dalam bentuk uang.