:
Oleh H. A. Azwar, Kamis, 18 Februari 2016 | 12:40 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 416
Jakarta, InfoPublik - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengimbau lembaga penyiaran televisi yang menayangkan pemberitaan Gafatar agar lebih banyak menyajikan berita yang mendorong proses rekonsiliasi mantan anggota Gafatar.
Upaya ini untuk menghindari terjadinya reaksi negatif publik terhadap mantan anggota Gafatar, demikian imbauan yang disampaikan Ketua KPI Pusat Judhariksawan melalui surat imbauan kepada lembaga penyiaran televisi, Senin (15/2).
Menurut KPI Pusat, berdasarkan hasil aduan masyarakat dan pemantauan pihaknya, masih banyak program siaran jurnalistik menyiarkan pemberitaan mengenai Gafatar yang arahnya membentuk stigma negatif terhadap para mantan anggota Gafatar.
Hal ini, menurut Judha, dikhawatirkan berpotensi meningkatkan eskalasi penolakan masyarakat serta tindakan anarkis terhadap orang-orang yang merupakan mantan anggota Gafatar.
Karenanya, kami meminta seluruh lembaga penyiaran, khususnya yang menayangkan program siaran jurnalistik, untuk lebih banyak menyajikan berita yang mendorong proses rekonsiliasi mantan anggota Gafatar. Hal ini dimaksudkan agar proses rekonsiliasi tersebut dapat berjalan dengan baik, kata Judha.
Sementara Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad, di kantor KPI Pusat (15/2) meminta televisi untuk memenuhi hak informasi para penyandang disabilitas tuna rungu, dengan menyediakan translasi bahasa isyarat pada program siaran.
Saat ini hanya TVRI yang merupakan lembaga penyiaran publik (LPP) yang masih bertahan menyediakan penerjemahan bahasa isyarat dalam program acaranya. Padahal Undang-Undang Penyiaran menyebutkan bahwa penyiaran diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dengan asas manfaat, adil dan merata.
Untuk itu keberadaan bahasa isyarat di stasiun televisi menjadi salah satu implementasi pemenuhan hak informasi secara adil dan merata kepada penyandang disabilitas tuna rungu, kata Idy.
Menurut Idy, pemenuhan kebutuhan atas informasi bagi penyandang disabilitas disebut juga pada Peraturan Presiden Nomor 75 tahun 2015 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM). Dalam Perpres tersebut disebut bahwa salah satu hak dasar masyarakat adalah hak masyarakat untuk mengakses informasi (public right to access information).
Karenanya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha berkewajiban menyediakan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas sesuai dengan haknya tersebut, ujarnya.