Pentingnya Kolaborasi untuk Lindungi Anak Disabilitas dari Kekerasan Seksual

: Pencegahan dan penanganan kekerasan seksual pada anak disabilitas menjadi fokus utama berbagai pihak di Indonesia. Pemerintah, organisasi non-pemerintah (LSM), dan komunitas masyarakat perlu bekerja sama serta berkolaborasi untuk menciptakan lingkungan yang aman juga ramah bagi anak-anak disabilitas (Foto: Dok Komnas HAM)


Oleh Pasha Yudha Ernowo, Kamis, 1 Agustus 2024 | 17:13 WIB - Redaktur: Untung S - 313


Jakarta, InfoPublik – Pencegahan dan penanganan kekerasan seksual pada anak disabilitas menjadi fokus utama berbagai pihak di Indonesia. Pemerintah, organisasi non-pemerintah (LSM), dan komunitas masyarakat perlu bekerja sama serta berkolaborasi untuk menciptakan lingkungan yang aman dan ramah bagi anak-anak disabilitas.

Menurut data yang dirilis Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI-PPA), sejak Januari sampai dengan Februari 2024 jumlah kasus kekerasan terhadap anak telah mencapai 1.993. Jumlah tersebut dapat terus meningkat, terutama jika dibandingkan dengan kasus kekerasan yang terjadi pada 2023. Menurut Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), sepanjang 2023 terdapat 3.547 aduan kasus kekerasan terhadap anak.

Sementara menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dari Januari sampai Agustus 2023, terdapat 2.355 kasus pelanggaran terhadap perlindungan anak. Dari jumlah tersebut, 861 kasus terjadi di lingkup satuan pendidikan. Rinciannya, anak sebagai korban dari kasus kekerasan seksual sebanyak 487 kasus, korban kekerasan fisik dan/atau psikis 236 kasus, korban bullying 87 kasus, korban pemenuhan fasilitas pendidikan 27 kasus, dan korban kebijakan 24 kasus.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) menyebutkan bahwa pada 2023 telah terjadi 2.325 kasus kekerasan fisik terhadap anak. Hal ini menunjukkan perlunya strategi yang lebih efektif dan kolaborasi yang lebih erat antara berbagai pemangku kepentingan. Berbagai inisiatif telah diluncurkan untuk mencegah kekerasan seksual, khususnya pada anak dengan disabilitas.

Menurut keterangan tertulis yang diterima InfoPublik pada Kamis (1/8/2024), Komisioner Komisi Nasional Disabilitas (KND), Fathimah Asri Muthmainnah, menjelaskan mengenai advokasi penanganan kekerasan seksual di satuan pendidikan. Terkait pencegahan dan penanganan kekerasan seksual pada anak dan perempuan dengan disabilitas, terdapat tantangan tersendiri yang sangat berlapis, sehingga penanganan disabilitas ini perlu kerja sama kolaboratif.

“Untuk kasus perempuan yang mendapatkan dugaan tindak kekerasan seksual, KND melakukan kerja sama dengan Lembaga Nasional Hak Asasi Manusia (LNHAM), yaitu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) serta kementerian terkait. Kami berusaha mendorong kebijakan yang dapat mengayomi kasus yang sedang ditangani,” kata Fathimah.

Fathimah menekankan pentingnya kerja sama ini karena masalahnya kompleks dan memerlukan pendekatan multidimensi. “Kami harus bekerja sama untuk menciptakan perubahan nyata,” tambahnya.

Komisioner Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Sri Nurherwati, mengungkapkan terdapat empat Undang-Undang (UU) yang bisa dijadikan sebagai pedoman, yaitu UU TPKS, UU Perlindungan Anak, UU Penyandang Disabilitas, dan UU Perlindungan Saksi dan Korban. “Dalam kasus penanganan kekerasan seksual, para pihak harus terbuka, mendengar apa yang disampaikan oleh korban. Jika membutuhkan perlindungan saksi dan korban, kami akan memberikan layanan bantuan hukum, psikologis, psikososial, dan bahkan bantuan transportasi selama menjalani proses hukum,” tambahnya.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual memberikan mandat kepada Komnas HAM sebagai salah satu komisi yang dapat melaksanakan pemantauan dalam rangka efektivitas pencegahan dan penanganan korban tindak pidana kekerasan seksual dalam konteks hak asasi manusia. Mandat tambahan ini sesuai dengan kerja-kerja yang dilakukan Komnas HAM selama ini terkait kelompok rentan/marginal/minoritas.

Perlindungan anak disabilitas merupakan tanggung jawab bersama, dan setiap elemen masyarakat diharapkan dapat berperan aktif dalam upaya ini. Sinergi yang kuat antara berbagai pihak diharapkan dapat menekan angka kekerasan seksual pada anak disabilitas.

Bagi Komnas HAM, acara Advokasi Terkait Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Pada Anak Disabilitas ini juga dapat memperkuat pemahaman publik terkait pencegahan dan penanganan TPKS, merefleksikan pola penanganan kasus TPKS pascapengesahan UU TPKS, khususnya pada kelompok rentan/marginal/minoritas, serta memperkuat jejaring koordinasi pencegahan dan penanganan TPKS.

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh Farizzy Adhy Rachman
  • Kamis, 21 November 2024 | 17:15 WIB
Tetap Waspada Meski Prevalensi Kekerasan pada Perempuan dan Anak Menurun
  • Oleh Farizzy Adhy Rachman
  • Kamis, 21 November 2024 | 16:30 WIB
Kementerian PPPA - Bakohumas Perkuat Sinergi Tangani Kekerasan Perempuan dan Anak
  • Oleh MC KOTA BATAM
  • Kamis, 21 November 2024 | 22:59 WIB
Sekda Batam: Kolaborasi adalah Kunci Tangani Kekerasan Berbasis Elektronik
  • Oleh MC KAB BULELENG
  • Kamis, 21 November 2024 | 17:22 WIB
Pemkab Buleleng dan Undiksha Bersinergi Optimalkan Perlindungan Anak
  • Oleh Eko Budiono
  • Senin, 18 November 2024 | 12:38 WIB
Bawaslu Awasi Kampanye yang Libatkan Anak dan Perempuan
  • Oleh MC PROV GORONTALO
  • Senin, 18 November 2024 | 05:23 WIB
Penyandang Disabilitas Mengapresiasi Kegiatan Festival Maleo Gorontalo 2024
  • Oleh Pasha Yudha Ernowo
  • Sabtu, 16 November 2024 | 13:01 WIB
Komnas HAM Pantau Pemenuhan Hak atas Pangan dan Gizi di Indonesia