MK Gelar Sidang Uji Materi UU Sisdiknas

: Peneliti Anggaran, Badi’ul Hadi selaku Ahli Pemohon menyampaikan keterangan pada sidang uji Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional, Selasa (19/03) di Ruang Sidang MK/Foto: Humas


Oleh Mukhammad Maulana Fajri, Selasa, 19 Maret 2024 | 21:51 WIB - Redaktur: Untung S - 240


Jakarta, InfoPublik - Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) tengah dilakukan sidang uji materi oleh Mahkamah Konsitusi (MK) dengan Direktorat Jenderal (Dirjen) Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) terkait pembiayaan bagi sekolah dasar. Sidang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo dengan didampingi delapan hakim konstitusi lainnya.

Dikutip dari Humas MK pada Selasa (19/3/2024), Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Iwan Syahril, menyampaikan, pembiayaan jenjang pendidikan dasar telah sesuai secara keseluruhan sebagai pelaksanaan kewajiban Pasal 31 ayat (2) dan ayat (4) UU Sisdiknas.

Ia mengatakan hal tersebut setelah putusan MK Nomor 026/PUU-III/2005, Nomor 026/PUU-IV/2006, Nomor 24/PUU-V/2007, dan Nomor 13/PUU-VI/2008, terkait putusan mengenai anggaran pendidikan.

“Setelah putusan-putusan MK a quo, Pemerintah dan DPR telah secara konsisten mempedomani putusan MK dimaksud dalam hal alokasi anggaran pendidikan, cara penghitungan dan komponen dari anggaran Pendidikan, termasuk Pendidikan dasar,” ujar Iwan.

Iwan menegaskan bahwa pemerintah telah mengupayan penyediaan sumber daya terbaik, semaksimal mungkin dan kemajuan berkelanjutan dalam anggaran pendidikan sesuai dengan UUD 1945 dan pemerintah mempedomani putusan MK dalam Putusan Nomor 97/PUU-XVI/2018.

“Sebelum Negara Republik Indonesia terbentuk, penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat merupakan fakta yang tidak terbantahkan dan hal ini merupakan wujud peran serta masyarakat yang tidak dapat dinegasikan. Negara melalui institusi pembentuk peraturan perundang-undangan, mengakui keberadaan dan peran serta masyarakat ini dalam sistem pendidikan nasional, termasuk dalam jenjang Pendidikan Dasar sebagaimana diatur dalam UU 20/2003,” tegas Iwan.

Pihaknya akan berkomitmen pemenuhan Anggaran Pendidikan 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) guna memastikan efektivitasnya untuk membiayai pendidikan dasar.

Hal tersebut juga akan berdampak kepada pendidikan dasar milik swasta yang akan mendapatkan apresiasi, dukungan dan pengawasan mutu, karena sekolah swasta memiliki jumlah yang lebih banyak dibandingkan milik pemerintah, maka ini membuktikan tingginya hak partisipasi masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan.

"Kemudian, eksistensi satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan masyarakat (swasta), selain keterbatasan daya tampung sekolah negeri, juga merupakan hal yang secara empirik dan sosial merupakan pilihan bagi masyarakat atau peserta didik. Artinya pertimbangan tentang pilihan sekolah dan konsekuensi biaya merupakan hal yang telah dapat diterima oleh masyarakat. Kerelaan dan kemampuan peserta didik dalam pembiayaan pendidiikan khususya pada sekolah swasta juga merupakan bentuk dari partisipasi. Sehingga dalam hal ini terdapat praktik bahwa pada sekolah-sekolah tertentu menyatakan tidak bersedia menerima pendanaan pendidikan dari Pemerintah. Dalam hal ini misalnya terdapat sekolah yang menyatakan tidak menerima Bantuan Operasional Sekolah,” ujarnya.

Peneliti anggaran, Badi’ul Hadi, yang turut hadir dalam persidangan, menyampaikan bahwa reformasi berdampak terhadap arah perubahan tata kelola pemerintahan Indonesia termasuk tata kelola anggaran baik itu Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) provinsi dan kabupaten atau kota.  

Hadi menerangkan terkait Pasal 31 UUD 1945, secara eksplisit mengatur beberapa kewajiban pemerintah yang memprioritaskan terkait penggunaan anggaran pendapatan belanja negara atau daerah (APBN/D) sekurang-kurangnya 20 persen digunakan untuk membiayai pendidikan dasar, mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional.

Terdapat dua saksi yang hadir, salah satunya adalah Juwono. Ia menyampaikan keluhannya atas ketidakmampuan untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang sekolah menengah pertama dikarenakan pembiayaan sekolah yang belum terjangkau. 

"Daya tampung sekolah negeri yang terbatas dengan jumlah lulusan sekolah Dasar serta tingginya nilai penentu yang di ‘patok’ oleh tiap sekolah. Pada akhirnya, membuat anaknya yang nilainya kecil tidak bisa diterima sekolah negeri yang ada di kotamadya tempat domisilinya demi anak bisa bersekolah mencari sekolah swasta berbiaya murah,” ujar Juwono.

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh Pasha Yudha Ernowo
  • Jumat, 17 Mei 2024 | 21:54 WIB
Transformasi PPG Prajabatan Upayakan Keseimbangan Kebutuhan Guru Berkualitas
  • Oleh Pasha Yudha Ernowo
  • Kamis, 16 Mei 2024 | 20:14 WIB
Politeknik Maritim Negeri Indonesia Luncurkan Zheng He College
  • Oleh Pasha Yudha Ernowo
  • Jumat, 17 Mei 2024 | 21:47 WIB
Perguruan Tinggi Didorong Tetapkan UKT dengan Bijak dan Berkeadilan
  • Oleh Pasha Yudha Ernowo
  • Kamis, 16 Mei 2024 | 16:30 WIB
Kemendikbudristek akan Luncurkan Indonesian Heritage Agency
  • Oleh Pasha Yudha Ernowo
  • Jumat, 17 Mei 2024 | 21:45 WIB
Mendikbudristek Resmikan Museum Song Terus di Pacitan
  • Oleh Pasha Yudha Ernowo
  • Kamis, 16 Mei 2024 | 15:29 WIB
Parade Mobil Hias, Kriya, dan Budaya HUT ke-44 Dekranas Pecahkan Rekor MURI