Mahasiswa ACICIS Bedah Kewenangan dan Tugas KY

: Anggota KY Binziad Kadafi menerima audiensi dari mahasiswa yang tergabung dalam The Australian Consortium for 'In-Country' Indonesia Studies (ACICIS), di Auditorium KY, Jakarta. (Foto: Dok KY)


Oleh Pasha Yudha Ernowo, Rabu, 17 Januari 2024 | 21:53 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 117


Jakarta, Infopublik – Perjalanan Komisi Yudisial (KY) lahir dari semangat untuk memperbaiki peradilan di Indonesia karena tuntutan masyarakat yang memuncak pada gerakan reformasi 1998.

Tuntutan ini disambut baik oleh pemerintah yang dibentuk pada masa transisi dengan menghasilkan UU Nomor 35 Tahun 1999 tentang Kekuasaan Kehakiman yang salah satu tuntutan adalah jaminan independensi peradilan.

Hal itu disampaikan Anggota KY Binziad Kadafi, saat menerima audiensi dari mahasiswa yang tergabung dalam The Australian Consortium for 'In-Country' Indonesia Studies (ACICIS), Rabu (17/1/2024).

Dua agenda besar yang diperkenalkan oleh UU Nomor 35 Tahun 1999, yaitu: pertama, penyatuan kewenangan peradilan secara bertahap, dari yang dikelola bersama oleh pemerintah dan Mahkamah Agung (MA) menjadi dikelola sepenuhnya oleh MA.

Sedangkan agenda kedua, yaitu pengenalan Dewan Kehormatan Hakim, yang dirancang untuk mengawasi hakim dan mendorong akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya manusia peradilan. Dewan Kehormatan Hakim ini sendiri merupakan cikal bakal lahirnya KY.

"Setelah perjalanan panjang, akhirnya KY disebut dalam Pasal 24B ayat (1) UUD Indonesia sebagai lembaga yang independen. KY dikatakan dibentuk dan diberi kewenangan untuk mewujudkan checks and balances bagi lembaga peradilan," ungkap Kadafi dalam keterangan tertulisnya.

Secara keseluruhan KY dinilai Kadafi memiliki kewenangan yang komprehensif. Kewenangan mencakup untuk mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim _ad hoc_ di MA kepada DPR. Wewenang lain, yaitu menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim seperti menangani laporan masyarakat terkait dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH), melaksanakan pemantauan perkara persidangan, melakukan advokasi hakim, serta menjadi garda terdepan guna melakukan peningkatan kapasitas hakim.

"Pada tahun 2006 hingga tahun 2023, KY menyelenggarakan proses penjaringan terhadap sekitar 1.985 calon dan mengajukan 178 calon di antaranya ke Dewan Perwakilan Rakyat, yang diakhiri dengan 82 orang yang diangkat menjadi hakim agung. Selama bertahun-tahun, KY telah menerima lebih dari 1.500 pengaduan masyarakat terkait dugaan pelanggaran etika dan memeriksa rata-rata 400 laporan setiap tahunnya," jelas Kadafi.

Sambung Kadafi, terkait kewenangan lain dalam hal peningkatan kapasitas hakim, pada tahun 2023 telah dilaksanakan pelatihan untuk 600 hakim. Demikian pula pada kewenangan menjaga hakim dari perbuatan merendahkan kehormatan hakim yang sejak tahun 2013 telah menangani 125 dugaan tindakan merendahkan kehormatan hakim di Indonesia.

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh Pasha Yudha Ernowo
  • Kamis, 16 Mei 2024 | 18:35 WIB
Optimalisasi Peran Masyarakat Penting untuk Memantau Perkara PBH
  • Oleh Pasha Yudha Ernowo
  • Kamis, 16 Mei 2024 | 18:30 WIB
Ungkap Kendala Pemantauan PBH, KY Ajak Masyarakat Berkolaborasi
  • Oleh Pasha Yudha Ernowo
  • Senin, 13 Mei 2024 | 20:51 WIB
Garis Batas Kesalahan Teknis Yudisial dan Pelanggaran Etika Perlu Diperjelas
  • Oleh Pasha Yudha Ernowo
  • Jumat, 10 Mei 2024 | 13:45 WIB
KY Jalin Kerja Sama dengan United Kingdom Ministry of Justice
  • Oleh Pasha Yudha Ernowo
  • Rabu, 8 Mei 2024 | 18:51 WIB
KY dan LAN Sepakat Kembangkan Kompetensi Penata Kehakiman
  • Oleh Pasha Yudha Ernowo
  • Jumat, 3 Mei 2024 | 12:54 WIB
Teknis Yudisial bukan Kewenangan KY
  • Oleh Pasha Yudha Ernowo
  • Selasa, 30 April 2024 | 08:18 WIB
Pemantauan Persidangan oleh Pendamping Menjangkau Pemenuhan Hak PBH
  • Oleh Pasha Yudha Ernowo
  • Jumat, 26 April 2024 | 17:13 WIB
Terapkan Manajemen Keamanan Informasi, KY Raih Sertifikasi SNI dari KAN