Ketua KPK Bertemu Ketua Komisi Yudisial Bahas Kasus Hakim Agung

:


Oleh Pasha Yudha Ernowo, Jumat, 30 September 2022 | 17:11 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 612


Jakarta, Infopublik - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pertemuan dengan Komisi Yudisial (KY) menindaklanjuti kasus dugaan suap kepengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).

Pertemuan bertujuan untuk berkoordinasi antara KY dan KPK terkait teknis pemeriksaan hakim agung non-aktif pada Mahkamah Agung (MA) Sudrajad, karena menyangkut pencederaan terhadap keluhuran dan martabat hakim.

Ketua KPK, Firli Bahuri menyampaikan bahwa KPK sudah melakukan berbagai upaya pencegahan dalam memberantas tindak pidana korupsi. Sesuai dengan amanat Undang-Undang, KPK memiliki tugas sebagaimana di dalam Pasal 6 huruf a untuk melakukan upaya tindakan-tindakan pencegahan supaya tidak terjadi tindak pidana korupsi.

“Ini sudah KPK lakukan, termasuk kepada Mahkamah Agung (MA), setidaknya KPK mempunyai dua catatan kegiatan pencegahan khususnya kepada MA yang sudah dilakukan. Pertama KPK mengundang seluruh hakim dan pejabat struktural beserta istri, dalam program Penguatan Antikorupsi bagi Penyelenggara Negara Berintegritas (PAKU Integritas),” buka Firli, dalam keterangan tertulis yang diterima Infopublik, Jumat (30/9/2022).

Lanjutnya, catatan kedua KPK sudah melakukan kajian terkait pengawasan hakim-hakim, termasuk dalam penanganan puluhan sampai ratusan ribu perkara yang ditangani Mahkamah Agung. Serta kewenangan yang dimiliki, sebagaimana Mahkamah Agung sebagai badan peradilan bertugas membina keseragaman dalam penerapan hukum agar diterapkan secara adil, tepat dan benar.

Oleh karenanya, KPK berpesan kepada Komisi Yudisial terkait upaya yang harus dilakukan, setidaknya terdapat tiga poin yang harus ditindaklanjuti. Diantaranya meningkatkan integritas, pengawasan, dan melakukan perekaman sidang tindak pidana korupsi.

“Tetapi perkara-perkara lainnya, terutama dalam perkara perdata, KPK tidak bisa melakukan perekaman sidang. Sehingga hal ini masih menyebabkan rawan terjadinya tindak pidana korupsi dalam penanganan perkara perdata,” ungkap Firli.

Melalui pertemuan ini, KPK juga menyampaikan apresiasi kepada Komisi Yudisial yang sudah turut ikut melakukan pendalaman mengenai perkara yang sedang KPK tangani. Terutama, terkait pemeriksaan terhadap mantan hakim agung Sudrajad Dimyati dan pihak lain yang telah ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan suap.

Ketua Komisi Yudisial (KY), Mukti Fajar Nur Dewata menjelaskan, sebagai bentuk tanggung jawab dan kewenangan Komisi Yudisial, pertemuan dilakukan dengan penyampaian beberapa hal berkaitan dengan teknis penanganan kasus dan tindakan pencegahan lebih lanjut.

Mukti mengatakan, pertemuan ini dilakukan dalam upaya keterbukaan Komisi Yudisial untuk terus berkoordinasi dengan KPK terkait proses penegakan hukum yang harus dilakukan terhadap para tersangka. Menurutnya, dalam kasus hakim yang tersandung perkara, Komisi Yudisial akan melakukan pemeriksaan terkait pelanggaran etik.

“Jadi bisa saja kita akan mengembangkan pada hakim-hakim lain yang mungkin tidak bisa masuk ranahnya KPK tetapi bisa masuk ranahnya KY. Untuk itu, ke depan memang diperlukan penguatan antara KY, MA dan KPK untuk bekerja sama melakukan pengawasan,” kata Mukti.

Hasil dari pertemuan, KPK memberikan ruang seluas-luasnya bagi Komisi Yudisial untuk memeriksa dugaan pelanggaran kode etik Hakim Agung non-aktif Sudrajad Dimyati dan Hakim Yustisial atau Panitera Pengganti MA Elly Tri Pangestu.

Selain itu, dalam membangun proses penegakan hukum agar lebih komprehensif, kuat, dan terpadu, tambahnya, maka KY bersama dengan KPK dan MA melakukan tindakan pengawasan dan penegakan terhadap penyalahgunaan kewenangan dari para hakim tersebut.

Alexander Marwata, Wakil Ketua KPK mengatakan, pertemuan dengan Komisi Yudisial juga membahas upaya-upaya pencegahan korupsi agar kasus yang menjerat dua hakim diharapkan tidak terulang kembali. Salah satu caranya, Alex menyarankan Mahkamah Agung (MA) segera memutus mata rantai suap penanganan perkara di MA dengan memutasi para pegawai.

“Terkait upaya-upaya KPK ke depan, untuk mencegah supaya hal-hal yang menyangkut perilaku hakim itu tidak terulang. Mahkamah Agung harus memutus mata rantainya dengan mutasi dan rotasi pegawai secara rutin, mungkin setiap dua atau tiga tahun sekali,” pinta Alex.

Foto: Dok KPK