Mayor Inf (Purn) Isak Sattu Jalani Sidang Kasus Pelanggaran HAM Berat di Paniai

:


Oleh Jhon Rico, Rabu, 21 September 2022 | 11:34 WIB - Redaktur: Untung S - 7K


Jakarta, InfoPublik - Terdakwa Mayor Inf (Purn) Isak Sattu menjalani sidang perdana dalam perkara dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang Berat dalam peristiwa Paniai, Papua 2014 di Pengadilan HAM, Pengadilan Negeri Makassar, Rabu (21/9/2022).

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, menyatakan Penuntut Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Tinggi Papua menghadiri sidang dengan agenda Pembacaan Surat Dakwaan terhadap terdakwa Mayor Inf (Purn) Isak Sattu dalam perkara dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat dalam peristiwa Paniai di Provinsi Papua 2014.

Adapun terdakwa Mayor Inf (Purn) Isak Sattu didakwa oleh Penuntut Umum dengan Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b Jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf a, Pasal 37 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Kedua , Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b Jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf h, Pasal 40 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

"Sidang dengan agenda pembacaan surat dakwaan terhadap terdakwa Mayor Inf (Purn) Isak Sattu dilaksanakan Penetapan Majelis Hakim Pengadilan Hak Asasi Manusia pada Pengadilan Negeri Makassar Nomor 1/Pid.Sus-HAM/2022/PN Mks tanggal 09 September 2022 dengan menghadirkan terdakwa, alat bukti, dan barang bukti," terang Sumedana dalam keterangan yang diterima InfoPublik.

Tim Penuntut Umum yakin bahwa pasal yang didakwakan terhadap terdakwa telah sesuai berdasarkan keterangan saksi dan alat bukti lainnya yang dikumpulkan pada tahap penyidikan dalam perkara tersebut.

Sementara itu, jelas dia, tim penasihat hukum terdakwa dan terdakwa tidak mengajukan eksepsi terhadap dakwaan yang disampaikan oleh Tim Penuntut Umum.

Sebelumnya, penyidik telah berhasil mengumpulkan alat bukti sesuai Pasal 183 jo. 184 KUHAP sehingga membuat terang adanya peristiwa pelanggaran HAM berat di Paniai tahun 2014 berupa pembunuhan dan penganiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a dan h jo. Pasal 7 huruf b Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Sumedana menjelaskan, peristiwa pelanggaran HAM berat terjadi karena tidak adanya pengendalian yang efektif dari komandan militer yang secara de yure dan atau de facto berada di bawah kekuasaan dan pengendaliannya.

Serta tidak mencegah atau menghentikan perbuatan pasukannya dan juga tidak menyerahkan pelakunya kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, sebagaimana dimaksud Pasal 42 ayat (1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Kejadian tersebut mengakibatkan jatuhnya korban yakni empat orang meninggal dunia dan 21 orang mengalami luka-luka.

Foto: dok. Puspenkum