Ketua MA Memandang Perlu Sinergi Praktik Peradilan dengan Kampus

:


Oleh Pasha Yudha Ernowo, Sabtu, 3 September 2022 | 06:37 WIB - Redaktur: Untung S - 360


Padang, InfoPublik -  Perkembangan praktik dunia peradilan saat ini berjalan dengan sangat cepat, bahkan kadang tidak mampu diikuti oleh regulasi dan teori-teori hukum yang diajarkan di kampus.

Karena itu Mahkamah Agung (MA) memandang perlu ada sinergi antara praktik peradilan dengan pihak kampus, agar dunia pendidikan tidak ketinggalan oleh perkembangan praktik peradilan, begitupun sebaliknya, dunia peradilan juga tidak keluar dari bingkai akademik.

Hal tersebut disampaikan Ketua MA, M. Syarifuddin, dalam keterangan tertulis yang diterima Infopublik, Jumat (2/9/2022).

Lanjutnya, sinergi antara pihak kampus dengan lembaga peradilan perlu terus dibangun, sehingga keduanya tidak terpisah seakan menjadi dua dimensi yang tidak saling terpaut, padahal kampus dengan praktik peradilan bagaikan siklus yang saling terhubung satu dengan yang lain.

“Praktik peradilan membutuhkan referensi dari hasil pemikiran para akademisi, sebaliknya kampus juga membutuhkan produk- produk pengadilan untuk bahan kajian dan penelitian bagi pengembangan ilmu pengetahuan,” terangnya.

Ia juga menambahkan, perlu diketahui bersama, peradilan elektronik sesungguhnya telah dicita-citakan dalam Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035. “Jika kita merujuk pada road map yang tertuang dalam Cetak Biru tersebut, maka 2021 yang lalu seharusnya baru memasuki tahapan penyusunan regulasi payung bagi berlakunya sistem peradilan pidana elektronik, namun akibat desakan pandemi yang muncul di awal 2020, maka penyusunan regulasi dan implementasinya menjadi dipercepat, hal itu dilakukan untuk tindakan darurat guna menyelamatkan aparatur peradilan dan para pencari keadilan dari bahaya penularan COVID-19,” tutur mantan ketua Pengadilan Bandung.

Ia juga mengungkapkan, modernisasi peradilan akan terus berjalan. Setelah MA memberlakukan sistem peradilan pidana elektronik berdasarkan Perma Nomor 4 Tahun 2020, saat ini MA mulai melanjutkan ke tahap berikutnya yaitu membangun sistem peradilan pidana terpadu secara elektronik, artinya, bukan hanya terhadap proses pemeriksaan di persidangan yang bisa dilakukan secara elektronik melainkan juga termasuk pelimpahan dan penggunaan berkas perkara secara elektronik, sehingga proses upaya hukum secara elektronik juga dapat dijalankan.

Implementasi sistem peradilan pidana terpadu secara elektronik tidak bisa dilakukan sendiri oleh MA, akan tetapi harus melibatkan semua institusi penegak hukum seperti Polri, Kejaksaan, KPK, dan Kementerian Hukum dan HAM.

Harapan untuk dapat mewujudkan sistem peradilan pidana terpadu secara elektronik sudah mulai menemukan titik cerah, dengan ditandatanganinya Nota Kesepahaman dan Pedoman Kerja Bersama tentang Pengembangan dan Implemetasi Sistem Peradilan Pidana Terpadu Berbasis Teknologi Informasi (SPPT TI) pada 21 Juni 2022, yang mana salah satu butir yang disepakati dalam Nota Kesepahaman dan Pedoman Kerja Bersama tersebut adalah terkait dengan pelimpahan berkas perkara secara elektronik.

Berdasarkan Nomor 238/KMA/SK/VIII/2022 terdapat tujuh Pengadilan Tingkat Banding yang ditunjuk sebagai pilot project untuk melakukan uji coba aplikasi e-BERPADU tersebut, yaitu:

  1. Pengadilan Tinggi Makassar;
  2. Pengadilan Tinggi Palembang;
  3. Pengadilan Tinggi Banjarmasin;
  4. Pengadilan Tinggi Ambon;
  5. Pengadilan Tinggi Kupang;
  6. Pengadilan Tinggi Yogyakarta; dan
  7. Mahkamah Syar’iyah Aceh

Uji coba penerapan aplikasi e-BERPADU pada 7 pengadilan tingkat banding tersebut dilakukan selama lima bulan untuk melihat kelayakan aplikasi. tersebut pada saat dijalankan, setelah melalui tahapan uji coba, maka diharapkan di awal 2023 nanti semua pengadilan di lingkungan peradilan umum, mahkamah syariah dan peradilan militer sudah dapat mengimplementasikan aplikasi tersebut.

Menurut M. Syarifuddin, semua itu bertujuan untuk memberikan pelayanan hukum yang cepat dan berkualitas kepada para pencari keadilan, karena pelayanan hukum dalam proses peradilan tidak hanya ditentukan oleh hasil akhir dari apa yang diputuskan pengadilan.

“Tapi yang juga tidak kalah pentingnya adalah bagaimana para pencari keadilan bisa mendapatkan pelayanan yang cepat dalam setiap tahapan yang dijalaninya sesuai adagium yang berbunyi justice delayed is justice denied atau keterlambatan dalam memberikan keadilan merupakan bentuk lain dari sebuah ketidakadilan,” tutupnya.

Foto: Dok MA