Kemenko Polhukam dan Empat Universitas Kaji Kebijakan Bidang Kesatuan Bangsa

:


Oleh Yudi Rahmat, Kamis, 16 Desember 2021 | 10:44 WIB - Redaktur: Untung S - 205


Jakarta, InfoPublik - Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan melakukan kerja sama empat perguruan tinggi negeri untuk melakukan pengkajian kebijakan.
 
Hasil pengkajian ini akan digunakan sebagai bahan untuk melakukan rekomendasi kebijakan kementerian dan lembaga di bidang kesatuan bangsa.
 
Kemko Polhukam dalam hal ini diwakali Deputi VI Bidang Koordinasi Kesatuan Bangsa, sedangkan empat Perguruan Tinggi tersebut terdiri dari Universitas Udayana, Universitas Andalas, Universitas Brawijaya, dan Universitas Islam Indonesia.
 
Dalam keterangan Humas Kemenko Polhukam, Kamis (16/12/2021),  mengungkapkan pada kerja sama tersebut ada empat isu strategis yang menjadi fokus kajian 2021.
 
Yaitu, Proporsionalitas Pembagian Urusan Pemerintahan Pusat dan Daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (bekerja sama dengan Universitas Udayana), Pembentukan dan Pengawasan Produk Hukum Daerah dalam Menjaga Kesatuan Bangsa (bekerja sama dengan Universitas Andalas).
 
Kebebasan Berpendapat, Berkumpul, dan Berserikat dalam kerangka Kesatuan Bangsa, bekerja sama dengan (Universitas Brawijaya), dan Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang Berkeadilan dalam rangka Memperkukuh Kesatuan Bangsa (bekerja sama dengan Universitas Islam Indonesia).
 
Hasil kajian dan Rekomendasi ini disampaikan oleh para tim pengkaji kepada media di acara Press Briefing sebelum Rapat Koordinasi Kesatuan Bangsa (Rakorkesbang) dalam rangka Penyerahan Buku Rekomendasi Kebijakan Kementerian dan Lembaga di Bidang Kesatuan Bangsa Tahun 2021’ pada Selasa malam (14/12/2021).
 
Pada isu ‘Proporsionalitas Pembagian Urusan Pemerintahan Pusat dan Daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
 
Jimmy Usfunan, Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana menyampaikan bahwa salah satu fokus kajian ini ditujukan pada bidang agama, dengan salah satu rekomendasi yang dihasilkan adalah pengawasan terhadap Peraturan Gubernur terkait dengan persyaratan pendirian rumah ibadat.
 
“Hal ini perlu dilakukan karena terdapat Peraturan Gubernur yang memuat substansi berbeda dengan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 dan No. 8 Tahun 2006, sehingga menimbulkan ketidakpastian,” ujar Jimmy.
 
Kemudian pada isu ‘Pembentukan dan Pengawasan Produk Hukum Daerah dalam Menjaga Kesatuan Bangsa,’ Charles Simabura dari Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas menyampaikan, bahwa kajian ini menyimpulkan dan merekomendasikan sejumlah hal, diantaranya pelaksanaan executive preview sangat diperlukan untuk me-review substansi produk hukum daerah guna menghindari munculnya norma-norma yang akan berdampak negatif pada kesatuan bangsa.
 
Charles mengatakan, kajian ini juga merekomendasikan agar Kemendagri, Kemenkumham dan Pemda melakukan evaluasi dan meninjau kembali produk-produk hukum daerah yang memiliki muatan diskriminasi dan mengancam kesatuan bangsa.
 
Foto: Humas Kemenko Polhukam