Presiden Puji Komitmen GP Anshor Menjaga Simpul Kebangsaan

:


Oleh Tri Antoro, Jumat, 18 September 2020 | 16:50 WIB - Redaktur: Isma - 479


Jakarta, InfoPublik - Presiden Joko Widodo puji komitmen Gerakan Pemuda (GP) Anshor yang mewarisi semangat ulama dalam menjaga keharmonisan kehidupan berbangsa dan bernegara selama lebih dari 50 tahun. Sikap tersebut, sangat dibutuhkan oleh masyarakat seiring dengan berbagai dinamika yang dimiliki Indonesia.

"GP Ansor selalu dibutuhkan kehadirannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dan ini telah dibuktikan oleh GP Ansor dalam kiprahnya selama lebih dari setengah abad. Untuk terus berdiri kokoh memainkan perannya sebagai simpul kebangsaan," kata Joko Widodo pada Peresmian Pembukaan Konferensi Besar XXIII Gerakan Pemuda Ansor Tahun 2020 secara virtual pada Jumat (18/9/2020).

Menurut dia, organisasi masyarakat (Ormas) tersebut telah mampu menjadi perekat di tengah keragaman dan perbedaan yang dimiliki Indonesia. Sehingga, menjadi sebuah angin segar yang menyejukkan seluruh masyarakat dalam menjaga keharmonisan antar individu yang memiliki beragam perbedaan pada berbagai wilayah di dalam negeri.

"Saya mengapresiasi dan menghargai Anshor karena telah teruji mampu menjadi perekat di tengah keragaman dan perbedaan. Bahkan kehadiran GP Ansor telah ikut memberikan rasa aman bagi semua anak bangsa dalam menjalin tali persaudaraan ini," imbuhnya.

Konsistensi GP Anshor tersebut, lanjut Presiden, akan sangat mendukung sistem demokrasi di dalam negeri. Sehingga, dapat membuat perbedaan dan keragaman di Indonesia menjadi sebuah kekuatan nyata dalam memajukan bangsa di berbagai sektor dalam beberapa tahun kedepan.

"GP Ansor ini sangat relevan dengan kondisi negara yang majemuk yang beragam dalam suku, agama dan budaya keragaman. Perbedaan itu bukanlah kelemahan melainkan sebuah kekuatan yang kalau disatukan akan membuat negara dan bangsa kita menjadi negara maju," imbuhnya.

Ormas ini juga dapat sebagai contoh, dalam memberikan ruang kebebasan yang senantiasa menjaga keharmonisan perbedaan dan keragaman yang ada. Dan tidak mudah tersulut untuk memaksakan kehendak, karena merasa paling benar dalam konteks berbangsa dan bernegara saat ini.

"Kita telah memberikan ruang kebebasan untuk menyatakan pendapat namun ruang kebebasan itu justru sering dibajak, untuk mengklaim dirinya paling benar dan yang lain dipersalahkan. Lalu merasa berhak memaksakan kehendak karena merasa paling benar," pungkasnya.