Bawaslu: Pandemi Covid-19 Pengaruhi Kerawanan Pilkada 2020

:


Oleh Eko Budiono, Selasa, 23 Juni 2020 | 20:02 WIB - Redaktur: Isma - 325


Jakarta, InfoPublik - Pandemi virus Corona (Covid-19) berpengaruh terhadap Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pilkada 2020. Akibatnya, tingkat kerawanan terhasap Pilkadan2020 juga ikut meningkat.

Hal itu disampaikan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Mochammad Afifuddin, melalui keterangan tertulisnya, Selasa (23/6/2020).

"Pada pemutakhiran kali ini, Bawaslu memasukkan konteks pandemi yang kita alami beberapa bulan ini. Pandemi ini memang sangat memengaruhi penyelenggaraan pilkada," ujar Afifuddin.

Bawaslu memasukkan konteks pandemi terhadap IKP di 270 daerah yang terdiri dari 224 kabupaten, 37 kota, dan sembilan provinsi. Aspek yang diukur antara lain anggaran pilkada terkait Covid-19, data terkait Covid-19, dukungan pemerintah daerah, resistensi masyarakat terhadap penyelenggaraan pilkada, dan hambatan pengawasan akibat wabah Covid-19.

Hasilnya, kata Afifuddin, pada IKP Pilkada 2020 mutakhir per Juni 2020, terdapat 27 kabupaten/kota yang terindikasi rawan tinggi dalam konteks pandemi. Daerah tersebut diantaranya Kota Makassar, Kabupaten Bone Bolango, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Karawang, Kota Manado, Kabupaten Minahasa Utara, Kota Tomohon, Kabupaten Gowa, Kabupaten Sijunjung, Kota Sungai Penuh, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kota Banjarbaru, Kota Ternate, Kota Depok, Kota Tangerang Selatan, Kota Semarang, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Melawi.

Selain itu, dalam konteks pandemi ini, ada 146 kabupaten/kota terindikasi rawan, serta 88 kabupaten kota dalam titik rawan rendah. Sementara pada tingkat provinsi, tiga daerah terindikasi rawan tinggi dalam konteks pandemi, yaitu Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Sulawesi Utara.

Dua provinsi terindikasi rawan rendah dalam konteks pandemi, yaitu Sumatera Barat dan Kepulauan Riau. Empat provinsi ada pada titik rawan sedang, yaitu Sulawesi Tengah, Kalimantan Utara, Bengkulu, dan Jambi.

Hal lain yang juga menonjol dalam situasi pandemi adalah konteks infrastruktur daerah. Konteks tersebut Bawaslu mengukur dua aspek, yakni dukungan teknologi informasi di daerah dan sistem informasi yang dimiliki penyelenggara pemilu.

Pada konteks infrastruktur daerah, semua provinsi yang menyelenggarakan pilkada berada pada titik rawan tinggi. Sementara tidak ada kabupaten/kota yang rawan rendah.

Sejumlah 117 kabupaten/kota terindikasi rawan tinggi dalam konteks infrastruktur, antara lain Kabupaten Manokwari Selatan, Kabupaten Supiori, Kota Solok, Kabupaten Sijunjung, Kabupaten Kepulauan Meranti, Kabupaten Malinau, Kabupaten Morowali Utara, Kabupaten Membramo Raya, Kabupaten Agam, Kabupaten Siak, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Bone Bolango, Kabupaten Kepulauan Aru, dan Kabupaten Kaimana. Sedangkan, 144 kabupaten/kota termasuk rawan sedang.

Bawaslu juga memutakhirkan kerawanan pada konteks politik dalam penyelenggaraan Pilkada 2020 di tingkat kabupaten/kota.

Aspek yang diukur dalam konteks ini adalah keberpihakan penyelenggara pemilu, rekruitmen penyelenggara pemilu yang bermasalah, ketidaknetralan Aparatur Sipil Negara (ASN), dan penyalahgunaan anggaran.

Hasil penelitian Bawaslu menyebutkan, 50 kabupaten/kota ada dalam kerawanan tinggi pada konteks politik, 211 kabupaten/kota dalam kerawanan sedang dan tidak ada daerah yang rawan rendah. Beberapa daerah yang terindikasi rawan tinggi adalah Kabupaten Manokwari Selatan, Kota Makassar, Kabupaten Lamongan, Kota Sungai Penuh, Kabupaten Mamuju, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Kepulauan Aru, dan Kabupaten Agam.

Dalam konteks politik, tujuh provinsi terindikasi rawan tinggi, yakni Sumatera Barat, Jami, Sulawesi Utara, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Bengkulu dan Sulawesi Tengah. Sedangkan, Kepulauan Riau dan Kalimantan Tengah ada dalam kerawanan sedang.

Adapun dalam konteks sosial, Bawaslu mengukur aspek gangguan keamanan seperti bencana alam dan bencana sosial serta aspek kekerasan atau intimidasi pada penyelenggara. Dalam konteks ini, 40 kabupaten/kota ada pada titik rawan tinggi dan 221 kabupaten/kota rawan sedang. Tidak ada satu pun daerah terindikasi rawan rendah.

Beberapa kabupaten/kota yang terindikasi rawan tinggi adalah Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Manokwari Selatan, Kabupaten Sleman, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Nabire, Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Bandung, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Lamongan, dan Kabupaten Halmahera Utara.

Dalam konteks sosial, tujuh provinsi ada dalam kerawanan sedang, yaitu Sumatera Barat, Jambi, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Kepulauan Riau, dan Bengkulu. Sedangkan, Kalimantan Utara dan Kalimantan Tengah berada dalam kerawanan sedang.

Atas temuan itu, Bawaslu merekomendasikan lima hal kepada seluruh pemangku kepentingan penyelenggaraan Pilkada Pilkada 2020.

Pertama, memastikan penyelenggara, peserta, pendukung, dan pemilih menerapkan protokol kesehatan dalam setiap tahapan pilkada.

"Semua aktivitas kita harus dilakukan dengan protokol Covid," katanya.

Kedua, lanjut Afif, koordinasi para pihak dalam keterbukaan informasi terkait penyelenggaraan pemilihan dan perkembangan kondisi pandemi Covid-19 di setiap daerah.

Ketiga, memastikan dukungan anggaran penyediaan alat pelindung diri (APD) dalam pelaksanaan tahapan Pilkada 2020.

Keempat, menjaga kemandirian aparatur pemerintah dari penyalahgunaan wewenangan dan anggaran penanggulangan Covid-19. Kelima, menerapkan penggunaan teknologi informasi yang sesuai dengan kondisi geografis dan kendala yang dialami oleh penyelenggara pemilu.

Sebelumnya, 

Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Abhan menyatakan, terdapat  empat tahapan Pilkada 2020 yang paling banyak kontak dengan masyarakat.

"Ada minimal empat tahapan yang banyak kontak dengan masyarakat. Mudah-mudahan di empat tahapan ini kualitasnya tetap terjaga," ujar Abhan dalam webinar nasional Pilkada Serentak 2020, Selasa (23/6/2020).

Pertama, tahapan verifikasi dukungan calon perseorangan yang dijadwalkan pada 24 Juni-12 Juli 2020.

Abhan menegaskan, jajaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) agar tidak melaksanakan verifikasi faktual dukungan calon perseorangan ala kadarnya.

Meskipun verifikasi faktual dukungan dilakukan dalam kondisi pandemi Covid-19, KPU harus memastikan kualitas tetap terjaga baik.

Sebab, verifikasi faktual yang diamanatkan dalam undang-undang dengan metode sensus yaitu mendatangi satu per satu pendukung, dilaksanakan dengan menyesuaikan protokol kesehatan.

Kedua, tahapan pemutakhiran data pemilih, yang terdapat interaksi penyelenggara pilkada dengan masyarakat.

Penyelenggara pemilu ad hoc akan memastikan setiap warga yang memiliki hak pilih masuk daftar pemilih dan juga sebaliknya saat proses pencocokan dan penelitian (coklit) ke rumah per rumah pada 15 Juli-13 Agustus 2020.

"Maka tentu di tengah pandemi Covid ini pelaksanaan coklit juga harus kualitasnya bagus dan tetap menjaga protokol Covid," katanya.

Ketiga, tahapan kampanye yang berdurasi 71 hari, mulai 26 September sampai 5 Desember 2020. Pasangan calon kepala daerah akan menyampaikan visi misi dan program ke konstituennya masing-masing dipastikan harus mematuhi protokol kesehatan.

Keempat yakni tahapan pemungutan suara dan penghitungan suara. Sekitar 105 juta jiwa yang memiliki hak pilih di 270 daerah akan mencoblos pada 9 Desember 2020 di tempat pemungutan suara (TPS).

Abhan menuturkan, KPU telah menyusun tata cara pelaksanaan kampanye yang boleh tetapi dibatasi dan metode kampanye yang dilarang karena antisipasi penyebaran virus corona. (Foto: Bawaslu RI)