Pilkada 2020 Wajib Perhatikan Prinsip Bebas

:


Oleh Eko Budiono, Rabu, 3 Juni 2020 | 20:14 WIB - Redaktur: Untung S - 287


Jakarta, InfoPublik - Pilkada  2020 yang bakal berlangsung pada 9 Desember nanti, wajib memperhatikan prinsip bebas dan adil.

Jika diabaikan akan berpotensi melanggar terhadap prinsip tersebut.

Hal tersebut disampaikan lembaga pemantau pemilu, Network For Indonesia Democracy Society (Netfid). 

Menurut Ketua Netfid Dahlia Umar, terdapat tiga prinsip yang berpotensi memunculkan pelanggaran, jika pilkada digelar di tengah situasi upnormal seperti sekarang ini. 
 
"Prinsip pemilu yang bebas dan adil yang dilanggar, apabila pilkada dipaksakan dilaksanakan di masa pandemi," ungkapnya usai dalam diskusi daring bertajuk “Dampak Pandemi Covid-19, Ancaman Pilkada 2020” pada Rabu (3/6/2020). 

Dahlia menuturkan,  prinsip pertama yang berpotensi dilanggar penyelenggara adalah terkait keselamatan dan keamanan bagi semua pihak yang terlibat. 

"Tidak ada jaminan pemilih, penyelenggara dan semua aktor pemilu tidak bebas dari penularan penyakit selama menjalani tahapan pilkada, mengingat pelaksanaan test Covid-19 secara massal belum maksimal. Dan protap penyelenggaraan pilkada dengan protokol kesehatan pencegahan penularan penyakit belum jelas," ucapnya. 
 
Selanjutnya prinsip kedua yang disebut Dahlia Umar adalah asas keadilan dan persaingan. Menurutnya, jika pilkada terpaksa berlangsung di tengah pandemik, maka akan muncul potensi persaingan yang tidak sehat antar kontestan. 

"Dengan adanya pembatasan sosial distancing maka membatasi ruang gerak kontestan non incumbent (pendatang baru) untuk mengenalkan diri, sementara incumbent sudah dikenal. Distribusi bansos juga dipolitisasi dalam pencitraan kandidat incumbent," tuturnya. 

Adapun untuk prinsip yang ketiga ialah terkait integritas dan visibilitas penyelenggaraan pilkada dengan penerapan protokol pencegahan penyebaran dan penularan Covid-19. 

"Belum terlihat adanya kesiapan infrastruktur, anggaran dan peraturan yang menjadi dasar penyelenggaraan pilkada di masa pandemi, sementara tahapan sudah harus di mulai di awal bulan Juni 2020," tambahnya. 
 
Sebelumnuya, Pilkada 2020 yang akan digelar 9 Desember nanti,  berpotensi dapat mempercepat penanganan virus Corona (Covid-19).
Penyebabnya, para pejawat kepala daerah akan berupaya serius untuk mengendalikan virus tersebut.
 
Hal itu disampaikan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) M. Tito Karnavian.

"Justru momentum pilkada ini bisa mempercepat penanganan Covid karena kepala daerah akan sangat serius, lebih serius menanganinya karena pertaruhan," kata Tito.

Menurutnya, pelaksanaan pilkada dengan protokol kesehatan menjadi tantangan, karena kalau salah dan tidak ditaati akan rawan menjadi media penularan.

Akan tetapi, jika bisa disosialisasikan dengan baik kepada masyarakat, pilkada menjadi peluang mempercepat penanganan Covid-19.

220 kepala daerah dari 270 daerah yang akan menggelar Pilkada 2020, dan berpotensi menjadi pejawat atau kembali ikut pemilihan.

Para kepala daerah ini dituntut rakyatnya bekerja maksimal dalam membuat kasus Covid-19 menjadi landai, maupun program bantuan sosial yang tepat sasaran.

"Nanti pemilu ini nanti isinya cuma dua menurut feeling saya, satu adalah isu Covid-19, dua adalah isu ekonomi. Kepala daerah yang enggak mampu menangani mengendalikan Covid-19 di wilayahnya sama seperti Trump sekarang, dia mendapatkan diskredit, jatuh legitimasi," tegasnya. (Foto : Kemendagri)