Tantangan KPU Jelang Pilkada 2020

:


Oleh Eko Budiono, Selasa, 21 Januari 2020 | 14:11 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 264


Jakarta,InfoPublik-Upaya Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI untuk menyukseskan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 menghadapi jalan yang terjal.

Setelah satu orang komisionernya yakni Wahyu Setiawan ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akibat dugaan kasus suap, saat ini lembaga tersebut harus menghadapi pemangkasan anggaran pilkada 2020.

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Viryan Aziz menuturkan, pemangkasan anggaran pilkada 2020 yang sudah tertuang dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) dapat mengganggu tahapan pilkada 2020.

"NPHD yang sudah dibuat bila mau dipangkas lagi akan sangat mengganggu," kata Viryan dalam keterangannya, Selasa (21/01/2020).

Viryan menyatakan anggaran pilkada serentak 2020 telah disusun secara rasional dan sesuai ketentuan oleh KPU di daerah. Dia mengakui sebagian anggaran pilkada yang telah disusun KPU daerah sudah mengalami pengurangan sebelum disetujui dan dituangkan dalam NPHD.

"Ketika diajukan sebagian besar yang kemudian disetujui (NPHD) sebenarnya sudah dilakukan pengurangan, hanya beberapa daerah yang pengajuan anggaran pilkada dari KPU di daerah disetujui secara penuh," paparnya.

Viryan tidak menyampaikan  daerah mana saja yang dimaksud. Namun, dia membenarkan jika pemangkasan paling banyak terjadi di pilkada kali ini.

 "Iya paling banyak terjadi di daerah pada 2020. Sebelumnya di pilkada serentak 2018 pemangkasan terjadi di Provinsi Bali saja," ungkapnya. Padahal, anggaran pilkada serentak 2020 sudah disusun secara rasional dan sesuai ketentuan oleh KPU di daerah sebenarnya tetap ada proses pengurangan.

"Kemudian saat di setujui NPHD sebenarnya sudah dilakukan pengurangan, hanya beberapa daerah saja yang pengajuan anggaran pilkada dari KPU didaerah yang disetujui secara penuh," ujarnya.

Sedangkan, Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi mengakui bahwa beberapa pemerintah daerah melakukan rasionalisasi secara sepihak anggaran pilkada 2020 baik untuk KPU maupun Bawaslu yang sudah ditandatangani dalam NPHD. Pemda bersangkutan, kata Pramono, beralasan kemampuan keuangan daerah terbatas.

"Misalnya, di Mandailing Natal anggaran pilkada dipotong kurang lebih Rp 3 miliar. Sedangkan di OKU Timur dipotong Rp 10 miliar. Tentu ini akan mempengaruhi penyelenggaraan Pilkada 2020 di daerah-daerah tersebut," ujarnya.

KPU, kata Pramono, telah menyampaikan beberapa catatan ini ke Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemdagri. Menurut dia, Kemdagri merespon positif dan akan mengeluarkan surat edaran ke pemda (provinsi/kab/kota) untuk mencegah hal-hal seperti itu terjadi.

Bahkan,  Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri telah menegaskan bahwa, pada prinsipnya, pilkada itu adalah amanat UU dan agenda strategis nasional sehingga pemda tidak boleh beralasan tidak mempunyai uang lalu menghambat agenda strategis nasional.

"KPU juga sudah minta ke Kemendagri untuk melakukan monitoring kepada daerah-daerah yang mengalami masalah seperti ini (pemotongan anggaran pilkada 2020)," tambahnya..

Sebelumnya, anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Mochammad Afifuddin juga menyampaikan masalah serupa.

Menurutnya,  besarnya pemotongan dana hibah untuk penyelenggaraan pemilu bervariasi. Mulai Rp700 juta hingga Rp4 miliar. Pemotongan terbanyak dilakukan Pemerintah Kabupaten Ogan Ilir, Sumsel, dan Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu.

Di Kabupaten Ogan Ilir, jumlah yang disepakati dalam NPHD adalah Rp19,35 miliar. Namun, jumlah itu kemudian dipangkas Rp4 miliar sehingga menjadi Rp15,35 miliar. Di Kabupaten Rejang Lebong, anggaran yang semula disepakati Rp9,5 miliar juga dipangkas Rp4 miliar sehingga menjadi Rp5,5 miliar.

Afifuddin meminta daerah-daerah tersebut tidak mengurangi dana untuk pilkada seperti yang sudah disepakati dalam NPHD. Sebab, angka itu sudah disesuaikan dengan perkiraan biaya penyelenggaraan. Jika dana dikurangi, apalagi dalam jumlah besar, kualitas pengawasan pilkada juga akan berkurang.

’’Harus mengacu pada NPHD awal. Rancangan awal sudah sangat rasional,’’ ujarnya.

Sedangkan Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Bahtiar menyatakan sudah mendengar kabar pemotongan dana hibah untuk pilkada itu.

Bahkan, pihaknya sudah memanggil daerah yang bersangkutan untuk menjelaskan problem di daerah.

Menurut dia, penyebab utama pemangkasan NPHD adalah terbatasnya APBD. ’’APBD kurang karena harus dibagi dengan kebutuhan anggaran lainnya,’’ katanya.

Meski demikian, pihaknya punya pandangan agar daerah tidak memotong dana NPHD. Kemendagri pun berupaya tetap memenuhi semua kebutuhan dana hibah bagi penyelenggara pemilu. Solusi dan jalan keluar sudah ada. Yaitu, meminta pemerintah provinsi (pemprov) setempat untuk mengucurkan bantuan keuangan khusus untuk pilkada.

’’Kami minta bantuan provinsi. Karena yang diurus kan berada pada teritorial yang sama,’’ tegasnya.

Pilkada 2020 akan dilaksanakan di 270 daerah dengan rincian 9 Provinsi, 224 kabupaten dan 37 kota, Rabu, 23 September.