Dirjen IKP: Pesta Demokrasi Itu Konotasinya Bahagia dan Senang

:


Oleh Tri Antoro, Selasa, 15 Januari 2019 | 19:44 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 596


Jakarta, InfoPublik - Hakikat pesta demokrasi seharusnya menebarkan rasa riang gembira pada seluruh rakyat Indonesia, jangan ada saling hujat dan hal negatif lainnya ketika agenda kontestasi politik lima tahunan ini berjalan.

"Menjelang pesta demokrasi itu mestinya konotasi pesta kita bahagia, senang," kata Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Rosarita Niken Widiastuti pada diskusi publik berjudul: Pemilu, Hoaks dan Penegakan Hukum yang diselenggarakan Kantor Staf Presiden di Hotel Pullman, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (15/1).

Menurut dia, perlu adanya kesadaran dari berbagai pihak untuk menerbarkan rasa senang dan gembira dalam berbagai medium komunikasi saat ini. Persaingan sehat pada saat kontestasi politik diperlukan untuk membangun edukasi politik yang baik dimasyarakat.

"Pemilu tahun ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Pemilu kali ini diwarnai oleh banyak ujaran kebencian," tuturnya.

Dia melanjutkan, Kemenkominfo telah menerima 22.000 aduan penipuan di bidang informasi sepanjang 2018. Aduan tersebut termasuk informasi dan berita hoaks. 

"Dari 22.000 konten ini ada aduan yang sama. Kominfo sudah mengklarifikasi sekitar 2.200 informasi yang tergolong hoaks," tuturnya.

Informasi hoaks ini berkaitan dengan pemilu seperti kandidat calon presiden dan wakil presiden. Selain itu, berkaitan dengan pemerintah seperti presiden dan Menteri. Bahkan, lanjut dia, baru-baru ini hoaks tersebut menyasar penyelenggara Pemilu.

Menanggapi hal diatas, Deputi V Kantor Staf Presiden Jaleswari Primodhani mengatakan, adanya perkembangan teknologi yang semakin maju membuat masyarakat mudah mengakses berbagai hal. Disinyalir menjadi penyebab yang menghambat proses demokrasi Indonesia karena kerap disalahgunakan sebagai medium penyebaran hoaks.

"Penyebaran hoaks menjadi bukan hanya hambatan dalam berdemokrasi melainkan juga tantangan dalam peningkatan literasi digital mayarakat kita," ujarnya.

Oleh karena itu, tantangan literasi digital dan hambatan demokrasi berupa hoaks dalam Pemilu sudah semestinya dilakukan kolektif secara bersama. Dari mulai penyelenggara, partai politik, hingga masyarakat harus mampu menelaah informasi hoaks dengan cara verifikasi terlebih dahulu.

"Sudah semestinya semua pemangku kepentingan bisa membedakan misalnya antara program dan propaganda, photo hoaks dan photoshop, tranding dan trolling, jurnalism dan sensasional, share dan scare," tuturnya.