Pemahaman Ideologi yang Salah Harus Diluruskan

:


Oleh Dian Thenniarti, Rabu, 2 Agustus 2017 | 09:12 WIB - Redaktur: Juli - 492


Malang, InfoPublik, InfoPublik - Ideologi tidak bisa dihadapi dengan kekerasan. Fisik mungkin bisa berubah, kita bisa ganti baju, tapi ideologi merupakan apa yang ada di dalam pikiran. 

Oleh karena itu menghadapi ideologi harus dilakukan dengan pendekatan ideologi juga, ungkap Akademisi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Brawijaya, kota Malang Akhmad Muwafik Saleh kepada InfoPublik Senin (31/7), menjawab langkah tepat dalam memutus rantai jaringan HTI, organisasi masyarakat yang di anggap radikal, maupun aksi terorisme. 

Muwafik mencontohkan, saat tahun 1965 PKI dilarang, mungkin secara fisik benderanya sudah tidak ada, simbol juga tidak ada, begitu pula dengan organisasinya, namun tidak demikian dengan ideologinya. "Apapun bentuk ideologinya, mau itu komunisme, sosialisme, termasuk apa yang dikembangkan oleh HTI dia akan terus berkembang, karena saat ideologi ditekan, dia bukannya melemah, tapi malah akan menguat dan berkembang," ungkapnya.

Karenanya menurut Muwafik, pihak kampus harus menyadari betul posisinya di mana. "Kampus merupakan lembaga untuk mendidik, tugas kami tidaklah melulu menyalahkan. Ibarat orang tua yang memiliki anak, kemudian si anak melakukan kesalahan, tidak langsung kita marahi, tidak langsung dipukul, apalagi ditendang dan dikeluarkan dari rumah. Tidak bisa begitu," ujarnya.

Tugas kami, lanjut Muwafik adalah mendidik mereka agar menjadi anak yang baik. "Kalau salah secara ideologi ya harus diluruskan pemahamannya. Meluruskan tidak bisa dengan dipukul, melainkan melalui pendekatan dialog sehingga kemudian dia sadar," ungkapnya.

Apa yang terjadi saat ini karena banyak pihak yang salah memahami sejarah, proses pembacaan dan pemahaman terhadap sejarah yang harus diluruskan, bahwa Pancasila adalah rumusan yang telah disepakati bangsa ini. Nilai-nilai Pancasila sendiri dibangun oleh para ulama.

"Sayangnya kita mengkomunikasikannya tidak dengan bijaksana," kata Muwafik.

Untuk itu, sebagai langkah konkret, kata Muwafik, pihaknya tengah merumuskan langkah bersama dengan sejumlah dosen senior untuk mengembangkan nilai-nilai kebangsaan di kampus. "Semacam diskusi, menghidupkan lagi pelatihan kepemimpinan berwawasan kebangsaan, menanamkan kembali jiwa pancasila, serta selalu mengawali segala kegiatan dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya.

"Hal radikal pada generasi muda adalah wajar, tapi bagaimana kita mengarahkannya ke arah yang baik dan benar, di situ kampus berperan," pungkasnya.