Maksud Pelaku Dapat Jadi Pertimbangan Penodaan Agama

:


Oleh Tri Antoro, Senin, 6 Februari 2017 | 13:38 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 1K


Jakarta, InfoPublik - Maksud pelaku melakukan sesuatu hal disengaja atau tidak dapat menjadi pertimbangan dalam Pasal Penodaan Agama pada Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). 
 
"Harus ada maksud, kalau tidak ada maksud, berarti bukan penghinaan," ujar Budayawan Franz Magnis Suseno,  di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (6/2). 

Menurut tokoh agama ini, pada pasal penodaan atau penghinaan agama point-nya adalah pelaku yang berbuat dikriminalkan, maka maksud dari dilakukan hal itu harus jelas. "Contohnya, ketika seseorang menginjak salib di lantai karena tidak sengaja, tentu tidak apa-apa, karena dia melakukan dengan tidak sengaja," imbuhnya. 

Di sisi lain, Anggota Panja RUU KUHP Didik Mukrianto menjelaskan, dalam UU Nomor 39 Tahun 1999, hak beragama adalah suatu hak yang tidak bisa digugat oleh siapapun. Maka, penghinaan terhadap simbol-simbol keagamaan ini harus dirumuskan secara terang dan jelas. 

"Kalau dalam persepsi delik aduan, ini bisa saja muncul di mana pun, maka polisi harus tegas dalam ahal ini," katanya. 

Pasal di atas, lanjut Didik, perlu ditindaklanjuti apabila tidak dapat berpotensi membuat konflik antar umat beragama. Delik agama ini harus diatur dalam KUHP untuk mempertegas hukum dan melindungi agamanya masinag-masing. 

"Penghormatan hak-hak individu untuk pemeluk agama, maka setiap orang berhak untuk membela agama yang dianutnya," pungkas Didik.