Susun Strategi, LPSK-Aktivis Perlindungan Anak 'Kopi Darat'

:


Oleh Yudi Rahmat, Sabtu, 5 Maret 2016 | 22:46 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 182


Jakarta, InfoPublik - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) bersama Satuan Tugas Perlindungan Anak bersepakat menyiapkan strategi penanganan dan perlindungan terhadap anak.

Maraknya kasus pencabulan dan kekerasan terhadap perempuan dan anak di Tanah Air beberapa waktu terakhir, mendasari digelarnya “kopi darat” yang difasilitasi LPSK.

Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai, menyatakan persoalan kekerasan terhadap anak ini bagaikan puzzle. Bila posisi salah satu puzzle tidak tepat, maka tidak menjadi gambar utuh. Karena itu dibutuhkan kesatuan gerak dari sejumlah pihak yang konsen agar permasalahan anak dapat diselesaikan dengan baik, sesuai tugas dan kewenangan masing-masing. “Semua pihak memang sudah bergerak, tapi mengingat banyaknya tugas, diperlukan strategi bersama,” kata Semendawai di Jakarta, Sabtu(5/3).

Jika masing-masing bergerak tapi tidak ada strategi bersama, menurut dia, penanganan akan dilakukan secara parsial. “Bahkan, ada kemungkinan terjadinya gesekan di lapangan,” tutur Semendawai pada pertemuan yang dihadiri aktivis perlindungan anak terdiri dari Satuan Bakti Pekerja Sosial (Sakti Peksos), Rumah FAYE, Pulih, ECPAT, Rumah Anak Mandiri, Yayasan Elsafan, LBH Jakarta dan Satgas Perlindungan Anak.

Tenaga Ahli LPSK Syahrial Martanto Wiryawan menambahkan, kata kunci dalam masalah ini yaitu sinergitas antarlembaga yang menangani dan peduli terhadap anak.

Syahrial juga mengusulkan adanya semacam kode etik yang mengikat aparat penegak hukum dan pemangku kepentingan dalam mengurus kasus anak sehingga ada pedoman. “Dengan begitu, perlakuan penanganan kasus anak antardaerah bisa sama,” ujarnya.

LPSK, menurut Syahrial, memang memiliki program perlindungan darurat sehingga apabila ada korban yang terancam nyawanya, bisa segera diberikan perlindungan.

“Cukup persetujuan tiga anggota LPSK, pemohon sudah bisa mendapat perlindungan LPSK. Namun, memang ada persyaratan lain, seperti adanya ancaman nyata terhadap nyawa korban,” ungkap Syahrial.

Senada dengan Syahrial, Ketua Satgas Perlindungan Anak Muhammad Ihsan, yang juga pernah menjadi Sekjend Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), berpendapat perlunya sistem yang dapat memberikan jaminan. Maksudnya, pada saat terdapat laporan masuk, proses bisa segera berjalan dan pelaku tertangkap. Di sisi lain, sang korban bisa segera ditangani dan mendapatkan perlindungan.

Sekretaris Satgas Perlindungan Anak Ilma Sovri Yanti berharap, dari pertemuan yang dilaksanakan di kantor LPSK, ke depan akan lahir pertemuan-pertemuan lanjutan sehingga menjadi sebuah gerakan untuk mempermudah kerja-kerja kemanusiaan, khususnya dalam menangani persoalan yang melibatkan anak yang sifatnya berjejaring.

Pertemuan penggiat masalah anak ini rencananya bukan yang pertama dan terakhir, tetapi akan ada pertemuan-pertemuan selanjutnya dengan melibatkan lembaga terkait lainnya. Bunga dari LBH Jakarta mengatakan, masukan untuk pertemuan ke depan yakni bagaimana mengadakan tindakan nyata untuk kasus-kasus tertentu. “Anak bisa menjadi salah satu kasus yang harus diutamakan sehingga bisa di-cutbirokrasinya,” ujarnya.