TTI Disebut Berhasil Stabilkan Harga Pangan

:


Oleh Baheramsyah, Jumat, 28 September 2018 | 12:28 WIB - Redaktur: Juli - 455


Jakarta, InfoPublik – Toko Tani Indonesia (TTI) disebut berhasil memotong mata rantai distribusi pangan dan menstabilkan harga. Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian (Kementan) telah menginisiasi pembangunan TTI ini sejak 2016.

TTI sudah memasuki tahun ketiga yang kini sudah berkembang menjadi 3.655 TTI yang tersebar di 31 provinsi. Kegiatan TTI menggandeng 1.399 Gapoktan sebagai pemasok bahan pangan, melibatkan 125.910 petani,

Kepala BKP Kementan Agung Hendriadi mengatakan, kehadiran TTI disambut konsumen karena mampu membuat harga beras berkualitas menjadi stabil dan terangkau, yaitu di kisaran Rp8.500-8.800/kg di seluruh Indonesia.  Bukti keberhasilan TTI menstabilkan harga ditunjukkan dengan nilai coefisient variation (CV) di bawah lima persen sebagai salah satu pengukuran dalam menghitung stabilisasi harga beras.

"Sebelum kegiatan TTI dilaksanakan, nilai CV beras medium 4,28 persen, sedangkan nilai CV 2016 2,59 persen dan  2017 sebesar 2,61 persen," ujarnya di Jakarta, Jumat (28/9/2018).  

Agung menjelaskan, selama ini, salah satu masalah terbesar pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat adalah masih panjangnya mata rantai distribusi pangan yang menyebabkan harga tidak stabil bahkan cenderung meningkat. Akibatnya, memengaruhi daya beli masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pangannya.

TTI bertujuan mendukung stabilisasi pasokan dan harga pangan, menyerap produk pertanian khususnya bahan pangan pokok dan strategis, memudahkan akses dan meningkatkan daya beli masyarakat terhadap bahan pangan pokok dan strategis.

Dalam menjalankan perannya TTI dapat memotong mata rantai distribusi menjadi tiga hingga empat, yaitu petani yang tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) kepada TTI dan TTI menjual langsung kepada konsumen.

Untuk memudahkan masyarakat mengenali TTI, dibutuhkan strategi pemasaran yang baik. Itu sebab, TTI hadir dengan ikon gambar petani dengan label Beras Segar di kemasan muka, untuk membedakan dengan kemasan beras umum yang dijual di pasar.

Produk petani dibeli oleh Gapoktan dengan harga wajar. Produk kemudian disortasi, dikemas, dan distribusikan langsung menjadi beras segar ke pedagang TTI yang berlokasi di pasar atau daerah konsumen yang menjadi barometer fluktuasi harga, dengan harga di bawah harga eceran tertinggi/harga pasar.

"Petani yang tergabung dalam Gapoktan, diajak menjalankan usaha perberasan dengan pola korporasi, sehingga tidak hanya berbudidaya padi, juga menjalankan manajemen korporasi melalui Gapoktan", terang Agung.

Untuk menjawab tantangan digital dan perdagangan e-commerce, sekaligus memudahkan aksesbilitas masyarakat terutama perkotaan, pada awal 2018 telah dikembangkan aplikasi e-commerce TTI. Layanan ini berlaku di wilayah Jabodetabek, konsumen memperoleh pangan hingga di tempat.

Melalui layanan online berbasis aplikasi, TTI sebagai outlet dapat memesan beras segar langsung kepada Gapoktan.  Gapoktan dan TTI di Jabodetabek antusias menggunakan layanan yang baru dimulai sejak beberapa bulan silamini. Tercatat sudah sebanyak 273 Gapoktan dan 1.111 TTI telah ikut serta dalam  layanan e-commerce ini.

Sebagai salah satu bentuk transparansi dan akuntabilitas kepada publik, Kementan melengkapi TTI dengan Sistem Informasi Toko Tani Indonesia (SITANI). Yaitu sistem berbasis aplikasi yang dapat diakses melalui website dengan alamat: tti.pertanian.go.id.

Aplikasi ini memuat berbagai hal kegiatan TTI mulai dari informasi lokasi gapoktan pemasok dan TTI di seluruh Indonesia, transaksi Gapoktan kepada TTI, transaksi harga dan stok di tingkat TTI, dan lain-lain-lain. Ke depan informasi ini bisa dijadikan business market intelligent.

"Dengan demikian, kehadiran TTI merupakan salah satu instrumen pokok dari kebijakan stabilisasi harga untuk melindungi produsen terhadap adanya kepastian harga dan pasar, memberikan kemudahan aksesbilitas pangan kepada konsumen, dan mengendalikan inflasi," tutup Agung.