Belanja Pemerintah Pusat Capai Rp74,92 T

:


Oleh lsma, Sabtu, 22 September 2018 | 08:39 WIB - Redaktur: Juli - 569


Jakarta, InfoPublik - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan realisasi Belanja Pemerintah Pusat (BPP) selama Agustus 2018 mencapai Rp74,92 triliun atau sekitar 8,84 persen dari pagu alokasi APBN 2018.

"Capaian realiasasi tersebut menunjukkan bahwa Pemerintah ikut memberikan stimulus kepada perekonomian melalui kinerja belanja yang tidak kalah bagusnya," kata Menkeu dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat (21/9).

Sri Mulyani menjelaskan, anggaran BPP dikelompokkan dalam dua bagian, yang terdiri atas (i) Belanja Kementerian/Lembaga (K/L) Rp441,83 triliun atau 52,14 persen dari pagu alokasi APBN 2018; dan (ii) Belanja NonK/L Rp360,34 triliun atau 59,36 persen dari pagu alokasi APBN 2018.

Realisasi belanja K/L tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi belanja K/L pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Faktor-faktor yang memengaruhi tingkat penyerapan belanja K/L antara lain kelanjutan kebijakan percepatan pelaksanaan kegiatan melalui lelang dini, terutama pada K/L yang memiliki belanja modal yang besar; kepatuhan dalam pengajuan tagihan ke kas negara sesuai norma waktu; perbaikan mekanisme penyaluran bantuan sosial melalui penyaluran nontunai dan menyediakan pusat layanan sebagai counterpart bagi K/L dalam konsultasi revisi anggaran; serta pelaksanaan beberapa agenda strategis seperti Pilkada serentak, pelaksanaan Asian Games 2018, serta pertemuan tahunan IMF dan World Bank di Bali.

Menurut Menkeu, realisasi TKDD sampai dengan Agustus 2018 telah mencapai Rp501,33 triliun atau 65,43 persen dari pagu APBN 2018, yang meliputi Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp465,07 triliun (65,85 persen) dan Dana Desa Rp36,25 triliun (60,41 persen).

Realisasi penyaluran ini relatif stabil pada angka 65 persen jika dibandingkan dengan penyaluran TKDD pada periode yang sama tahun 2017 sebesar Rp502,61 triliun (65,59 persen dari pagu alokasi).

"Secara umum, hal ini dipengaruhi oleh lebih rendahnya realisasi Dana Bagi Hasil dan Dana Insentif Daerah," ujar Sri Mulyani.

Selanjutnya, kata Menkeu, realisasi defisit APBN hingga Agustus 2018 mencapai Rp150,66 triliun atau sekitar 1,01 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) dengan posisi keseimbangan primer mengalami surplus sebesar Rp11,61 triliun. Realisasi defisit tersebut lebih rendah dari realisasi defisit di periode tahun sebelumnya, baik secara nominal maupun persentase terhadap PDB.

Pendapatan negara tumbuh lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, yang diikuti perbaikan percepatan penyerapan anggaran belanja negara telah memengaruhi defisit anggaran yang terjaga dengan nilai terendah dalam lima tahun terakhir dalam periode yang sama. Sementara itu, keseimbangan primer berada pada titik positif dan merupakan pertama kali sejak tahun 2015 dalam periode yang sama.

Pembiayaan yang dilakukan Pemerintah hingga Agustus 2018 mencapai Rp265,64 triliun, terutama bersumber dari pembiayaan utang, yaitu Rp274,33 triliun, atau mencapai 68,72 persen dari APBN 2018. Realisasi pembiayaan utang tersebut terdiri dari penerbitan SBN (neto) sebesar Rp270,47 triliun atau mencapai 65,25 persen dari APBN 2018 dan pinjaman (neto) Rp3,86 triliun.

Dengan jumlah utang per akhir Agustus 2018 Rp4.363,19 triliun, rasio utang Pemerintah per PDB menjadi 30,31 persen. Kenaikan posisi utang ini dibandingkan bulan sebelumnya disebabkan oleh faktor eksternal, yakni pelemahan nilai mata uang rupiah terhadap dolar AS dan kenaikan yield SBN akibat kenaikan Fed Fund Rate (FFR).

Selain faktor eksternal, kenaikan utang Pemerintah juga disebabkan oleh dijalankannya strategi front loading. Strategi ini dilakukan Pemerintah dengan menarik pembiayaan sejak awal pada saat suku bunga di pasar masih rendah, sebelum kenaikan FFR yang direncanakan dilakukan beberapa kali pada tahun ini, sehingga beban utang dapat lebih minimal.

"Pemerintah bersama-sama dengan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan akan terus mewaspadai pergerakan nilai tukar Rupiah dan memperkuat fundamental ekonomi demi mengantisipasi sentimen negatif di pasar keuangan global yang mempengaruhi persepsi risiko investor tehadap kondisi negara berkembang (emerging market) dan memberikan tekanan terhadap nilai tukar Rupiah," jelasnya.

Di tengah tekanan dari sisi global tersebut, kata Menkeu, lembaga pemeringkat Fitch memberikan reafirmasi rating BBB/Outlook Stabil untuk Indonesia dalam hal Long Term Foreign-Currency Issuer Default Rating (IDR) pada awal September 2018.

Hal ini menunjukkan komitmen Pemerintah untuk membangun fundamental yang kuat bagi perekonomian Indonesia untuk dapat tetap bertahan (resilient) terhadap dampak beragam krisis ekonomi yang mungkin dapat mempengaruhi ekonomi Indonesia serta senantiasa menjaga pengelolaan APBN yang sehat dan berkelanjutan, melakukan pengelolaan utang yang prudent dan terus mendorong upaya perbaikan kinerja penyerapan anggaran agar pelaksanaan APBN dapat memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat.