KPPPA Tinjau Pelaksanaan Program IR Melalui Lima Jenis Layanan

:


Oleh Reporter, Sabtu, 5 Mei 2018 | 16:27 WIB - Redaktur: Juli - 382


Yogyakarta, InfoPublik - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) melakukan tinjauan (review) dan evaluasi program Pelaksanaan Industri Rumahan (IR) di 2018, yang akan dilakukan melalui lima jenis layanan untuk mengakomodir kewenangan pemerintah pusat dan daerah.

Program yang dilaksanakan sejak 2016 tersebut, terkait dengan Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI Nomor 2 Tahun 2016 tentang Pembangunan Industri Rumahan Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Keluarga Melalui Pemberdayaan Perempuan. 

Asisten Deputi Kesetaraan Gender Bidang Ekonomi, Kemen PPPA Eko Novi Ariyanti menjelaskan dalam pelaksanaan IR yang terkait Permen di atas akan dilakukan revisi sesuai dengan UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 

“Pelaksanaan pilot IR telah dilakukan di 16 Provinsi, 21 Kabupaten/Kota, 27 Kecamatan, 46 Desa/Kelurahan, dan menyasar 3764 pelaku usaha sejak 2016 – 2018," katanya dalam keterangan pers KPPPA yang dikutip, di Jakarta, Sabtu (5/5). 

Menurutnya, mengingat Permen PPPA tentang Industri Rumahan ini belum mengakomodir kewenangan pemerintah pusat dan daerah, maka dilakukan review melalui 5 jenis layanan, yakni memberikan informasi terhadap sumber daya usaha ekonomi produktif, pendidikan dan pelatihan, pemberian sarana prasarana/pelatihan, pendampingan, dan pemasaran.

"Semua dilakukan dengan harapan pengembangan IR dapat direplikasi dan berkelanjutan di daerah, serta kesenjangan ekonomi pelaku ekonomi perempuan berkurang 50 persen melalui pelaksanaan pengembangan IR,” ujar Eko Novi.

Sementara itu, terkait pemanfaatan dana desa bagi pengembangan IR, Kasubdit Perencanaan dan Pembangunan Partisipatif, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Bito Wikantosa mengatakan, saat ini desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri, termasuk mengelola dana desa.

Ia melanjutkan, dana desa harusnya berputar di desa tersebut. Pemanfaatan dana desa sepanjang 2015, 2016, dan 2017 masih banyak digunakan atau dihabiskan untuk pembangunan infrastruktur, seperti pelaksanaan pembangunan desa dan sarana/prasarana desa, bukan pada sektor pemberdayaan masyarakat dan pengembangan potensi ekonomi lokal.

“Pendanaan program IR bisa menggunakan dana desa jika sudah masuk dalam kebijakan prioritas penggunaan/produk unggulan dana desa tersebut, misalnya IR yang dikelola kelompok perempuan dan pemasarannya dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (Bumdesa)/Bumdesa Bersama. Oleh karena itu, dibutuhkan program pengembangan IR Terpadu,” tutur Bito.

Kasubdit Usaha Nelayan, Direktorat Perizinan dan Kenelayanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Novia Tri Rahmawati memaparkan pengalaman integrasi pemberdayaan ekonomi perempuan di wilayah pesisir bersama dengan Kemen PPPA.

“Skala usaha nelayan belum efisien dan produktif, usaha nelayan sangat dipengaruhi faktor alam, seperti musim sehingga hasil produksi tidak konsisten, dan sifat nelayan yang cenderung konsumtif menjadi latar belakang diinisiasi kesepakatan bersama dengan KPPPA tentang peningkatan efektivitas pengarusutamaan gender di bidang kelautan dan perikanan," kata Novia.

Model pengembangan IR sudah dilakukan di Kab. Natuna, Kepulauan Riau sejak 2017 lalu. 3 (tiga) hal kebijakan KKP untuk mendukung program IR, yakni (1) Mengembangkan usaha dan pemberdayaan nelayan; (2) Meningkatkan pengelolaan, skala, dan kemandirian usaha; dan (3) Meningkatkan kesejahteraan nelayan melalui penganekaragaman usaha.

Kebijakan tersebut diwujudkan dalam berbagai kegiatan, di antaranya diversifikasi pengembangan usaha, mata pencaharian alternatif, dan fasilitasi akses pendanaan nelayan.

"Pada 2018, KKP dan Kemen PPPA akan menyasar program IR di 6 kabupaten/kota, yakni Kabupaten Bangka Tengah, Kabupaten Rembang, Kabulaten Kendal, Kabupaten Lampung Timur, Kab. Natuna, dan Kota Ternate untuk kurang lebih 600 perempuan nelayan,” ungkap Novia.

 

(sumber: KPPPA)