KKP Panen Lele Bioflok di daerah Perbatasan

:


Oleh Baheramsyah, Senin, 6 November 2017 | 14:01 WIB - Redaktur: Juli - 653


Jakarta, InfoPublik – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kembali melakukan panen budidaya lele sistem bioflok. Jika sebelumnya di berbagai pondok pesantren, kali ini panen lele bioflok sukses dilakukan di daerah perbatasan, tepatnya di Entikong, Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat, perbatasan Indonesia – Malaysia.

Panen dilakukan pada 10 kolam lele bioflok berdiameter 3 meter. Masing-masing kolam mampu menghasilkan rata-rata sebanyak 300 kg lele dengan ukuran 7-8 ekor per kg, sehingga total panen mencapai sekira 3 ton, dengan harga jual Rp24.000 per kg.

Dengan demikian, nilai produksi dari panen kali ini mampu mencapai Rp72 juta. Waktu pemeliharaannya pun sangat singkat yaitu hanya 70 hari sehingga dalam 1 tahun bisa dilakukan 4-5 kali panen.

Sekretaris Ditjen Perikanan Budidaya Tri Hariyanto mengungkapkan, bahwa pengembangan budidaya lele bioflok di Entikong ini merupakan bagian dari program prioritas KKP yang ditujukan untuk masyarakat di perbatasan, pondok pesantren, dan lembaga pendidikan.

“Tahun 2017 ada sekitar 203 paket budidaya lele bioflok yang disalurkan kepada masyarakat di seluruh Indonesia. Penerimanya bisa pondok pesantren, seminari, maupun kelompok kelompok masyarakat di perbatasan,” jelas Tri Hariyanto dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (6/11).

Menurutnya, bukan hanya di Entikong, daerah perbatasan lainnya juga mendapatkan bantuan serupa seperti di Kabupaten Belu NTT, Sarmi dan Wamena di Provinsi Papua

Kepala Balai Perikanan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Mandiangin Kalimantan Selatan Haryo Sutomo menambahkan, bahwa untuk perbatasan RI-Malaysia di Entikong ada 2 penerima bantuan budidaya lele bioflok yaitu Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) Maju Terus, Desa Bungkang – Balai Karangan, Kecamatan Sekayam dan Pokdakan Sumber Bersama, Dusun Peripin, Desa Entikong, Kecamatan Entikong.

“Kedua Pokdakan ini menerima paket bantuan berupa kolam pembesaran, benih ikan lele, pakan ikan, obat-obatan, serta sarana dan prasarana pendukung lainnya,” ujarnya.

Sementara Ketua kelompok Pembudi daya Ikan Maju Terus, Mardiansyah menjelaskan, dengan biaya produksi per kg sebesar Rp16.000, maka kelompok mampu memperoleh keuntungan hingga mencapai Rp8.000 per kg atau total sekitar Rp24 juta. Untuk pemasaran pun saat ini kelompok tidak mengalami kendala berarti.

“Harga ikan lele di sekitar Sanggau saat ini cukup baik. Biasanya pengepul mengambil di petani dengan harga Rp22.000-24.000 per kg. Selain ke pengepul, kami pun menjualnya ke masyarakat sekitar sini (Sanggau-Red). Untungnya lumayan, bisa paling kecil Rp6.000 sampai Rp8.000 per kilo,” ujar Mardiansyah.

Lebih jauh Mardiansyah menceritakan bahwa untuk pasar sekitar Entikong, harga eceran bisa mencapai Rp30.000 – 32.000 per kg, di mana sebagian pembelinya adalah warga negara Malaysia. Mereka lebih suka dengan ikan lele dari Indonesia karena dianggap lebih bersih dan cara pemeliharaannya lebih baik.